Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Jingles", Sempat Tenar, Mati, Bernostalgia, dan Hidup Kembali

20 Oktober 2019   13:58 Diperbarui: 24 Oktober 2019   06:35 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jingle (sumber : onholdmarketing.com)

Jingle dari Masa ke Masa
Di suatu masa, kita hidup dalam jaman kemasan jingle iklan televisi.

Ingat jingle ini?

Ya, mudah sekali kita mengingat produk Indomie ketika kita mendengarnya, bukan? Jingle iklan Indomie ini juga dikenal hingga kini.

Bagaimana dengan jingle yang ini? 


Jingle Mastin si kulit manggis yang mendapat penghargaan sebagai jingle iklan terbaik ini bahkan dinyanyikan ulang oleh beberapa penyanyi dan dipakai sebagai cover. Coba kita lihat liriknya. 

Kabar gembira untuk kita semua
Kulit manggis, kini ada ekstraknya
Mastin hadir, dan rawat tubuh kita
Jadikan hari ini hari Mastin
Tampil bersinar, membuatku bahagia
Badan sehat, rahasia Mastin herbal
Rahasia alam dari Indonesia.
Penuh pesona, pesona Mastin
Mastin.. Good

Atau, masih ingat jingle ini?

Ini adalah jingle pemilu tahun 1987 yang ternyata masih juga dikenal masyarakat sampai dengan tahun 1990an, 2000 an, dan sampai kini. 

Sejarah Jingle ini menarik. Ia ada ketika pemilu Indonesia pertama lahir di tahun 1955 diadakan. Jingle ini didapatkan melalui proses sayembara.

Lagunya berjudul “Pemilihan Umum”,  dan ini merupakan karya bersama Marius Ramis Dajoh sebagai penulis lirik, Ismail Marzuki untuk melodi dan aransemen, serta GWR Tjok Sinsu sebagai penggubah. 

Ketika Orde Baru berkuasa di tahun 1971, lagu dan jingle resmi pemilu ini diperbarui. 

Mochtar Embut,  seorang komponis dan penulis lagu adalah pencipta lagu “Mars Pemilihan Umum”. Dan lagu ini dipakai terus-menerus selama 6 kali di masa pemerintahan Orde Baru. Ini menyebabkan lagu ini menjadi lagu pemilu yang paling diakrabi hingga sekarang. 

Bukankah ini menunjukkan betapa jingle bisa melegenda? Apalagi ini berkaitan dengan politik. 

Berbagai jingle di atas kita kenal. Dan, kita tidak bisa menipu diri sendiri bahwa kita mudah untuk mengikuti lagu lagu dari jingle ketika lagu itu akrab di telinga kita.

Bagaimana dengan saat ini? Generasi konsumen kita telah berganti, dan penggunaan jingle juga bergeser. Jingle tidak lagi dipergunakan dalam iklan di arus utama. Pemutaran iklan dengan jingle tidak lagi dilakukan di jam jam premier.

Ini menjadi tren dunia. Di Amerika, misalnya, hanya produk produk global seperti McDonald dan Coca Cola yang masih gunakan jingle dalam iklannya.

Jingles semacam Coca Cola ini memang terbukti menempel erat di kepala kita. Bahkan banyak penggemar menjadikannya 'ring tone' atau nada panggil. 

Mengapa Penggunaan Jingle Menurun? 

Masyarakat dan audiens saat ini memiliki perilaku yang berbeda dalam menggunakan waktu dan untuk menonton media. Konsumen saat ini tidak berlama lama duduk di ruang keluarga dan menonton televisi sambil makan camilan seperti apa yang dilakukan masyarakat sejak tahun 1970an.

Masyarakat dan audiens sekarang bergerak, meng 'upload' status di Facebook, membaca artikel, membagi foto di Instagram atau mereviu resto yang mereka baru saja mereka datangi.

Dengan makin intensifnya penggunaan gadget, konsumen makin sulit untuk memberikan perhatian lebih pada iklan yang panjang.

Namun, bukan berarti jingle tidak dipakai lagi. Jingle masih ada di televisi dan radio. Itu kita lihat dan dengar. Buktinya, kita ikut ikut bernyanyi ketika jingle diputar, bukan?! Mengapa?

Kita memang akan lebih sering beraktivitas dengan gadget kita. Namun, kita juga bisa bertahan beberapa lama mendengarkan radio atau menonton TV di gadget kita.

Dengan begitu banyaknya pesan merek yang mencapai sekitar 5.000 sampai 20.000, adalah tak mungkin bagi pemasang iklan untuk mengguyur pemirsa untuk membuat jingle menjadi diingat.

Oleh karenanya melihat jingle lama seakan membangunkan mayat, karena mereka hadir dari masa lalu yang memungkinkan, sehingga pengiklan dapat membuat kenangan hangat dan nostalgia.

Nostalgia Memang Kuat
Memang nostalgia dapat menjaring audiens dari berbagai lapisan demografi, termasuk dari konsumen muda. Nostalgia membuat kita kembali ke masa lalu atau ke masa yang kita inginkan untuk mengingatnya.

Dan, untuk sementara kita akan di nostaligia itu. Kekuatan itu yang dipakai pemasang iklan untuk menggaet audiens, yang pada akhirnya mengajak audiens untuk membuat keputusan besar, yaitu membeli produk itu.

Coba kita dengar rangkaian jingle yang akhirnya direkam untuk obat kangen. Itulah nostalgia. 

Rekaman dari berbagai jingle terbukti merupakan nostalgia untuk mengobati kangen kita pada berbagai jingle yang sudah menjadi lagu kesayangan di rumah rumah di Indonesia. Apalagi bila dibawakan dengan iringan angklung Ujo. Sangat menarik. 

Di luar kemampuannya mengajak audiens, di bawah ini beberapa hal Jingle mampu lakukan.

1. Jingle serupa musik pop. Jingle adalah cara pemasaran yang efektif, yang kekuatannya seperti music popo. Coba dengarkan music pop berulang. Pengulangan itu seringkali berhasil membuat kita menyukai lagu itu. Ini karena jingle atau lagu pop yang kita kenal mampu membangun keakraban dan hubungan emosional.

2. Jingles adalah Elemen Merek yang Mudah Dikenal. Isi jingle sering dianggap menjanjikan seperti produk yang dipasarkan. Jingles yang baik mampu untuk memperkuat atau mewakili merek.

3. Jingles Mampu Meminta Perhatian Melalui Suara. Dengan adanya berbagai iklan, internet, radio. Maka Jingle bagaikan hashtag yang membangunkan kita dari kesadaran.

4.  Jingles Bersifat Manipulatif. Pesan sponsor dan kata kata yang dimasukkan ke dalam lagu berupa Jingles memberikan arti yang kuat dan bahkan memperbesarnya sehingga merubah perilaku konsumen untuk mengikutinya.

Efektivitas Jingle
Persaingan keras di antara merek untuk memenangakan pelanggan dan perang media memberikan tantangan pada pemasang iklan untuk berada dalam prioritas otak pelanggan.

Studi " Study of the Effectiveness of Advertising Jingles" oleh Pooja Jain and Utkarsh Jain" menunjukkan bahwa untuk menciptakan pencitraan kuat, berbagai strategi promosi dilakukan, dan jingle ternyata memiliki peran yang penting dalam mendukung hal ini.

Studi menunjukkan bahwa jingle yang paling lama menancap di otak audiens terkait merek yang ia dengar melalui Jingle. Juga ternyata penggunaan Jingle telah meningkatkan pendapatan perusahaan.

Studi "The imminent return of the advertising jingle" oleh Charles R Taylor mencatat bahwa jingle pernah mati. Ia mengutip Belch and Belch (2015, 325) untuk mendefinisikan jingles sebagai '...catchy songs about a product or service that usually carry the advertising theme and a simple message" atau artinya potongan lagu yang menarik tentang produk atau layanan yang dipakai dalam pesan iklan".

Buku Joel Beckerman berjudul The Sonic Boom (Beckerman 2014) menngatakan bahwa ketika lagu menjadi bagian penting dari iklan, Jingle sempat dianggap manipulatif dan tidak dipercaya karena saking kuatnya mempengaruhi pikiran orang. Itu terjadi di sekitar tahun 2000 an. Bahkan, the the Economist (2003) memproklamasikan kematian Jingle 'the death of the jingle.

Namun, waktu mencatat dengan cara berbeda. Jingles masih dipergunakan, dengan dikombinasikan dengan strategi periklanan lain atau 'mixed marketing".

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun