Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemenang Nobel Bidang Ekonomi 2019: Mencari Akar Kemiskinan Melalui Laboratorium

14 Oktober 2019   20:49 Diperbarui: 19 Oktober 2019   00:23 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio Pemenang Anugerah Nobel Bidang Ekonomi 2019 Esther Duflo, Michael Kremer dan Abhijit Banerjee (Foto ; Getty Images)

Poor Economics (sumber : coreindonesia.org)
Poor Economics (sumber : coreindonesia.org)
Selama ini penghargaan Nobel didominasi pada keberadaan teori makro dan teori pasar. Sementara, perkembang perang dagang dunia telah membuahkan hilangnya pekerjaan banyak orang yang berujung pada kemiskinan global.

Perdebatan diawali dengan pemikiran Jeffrey D Sach yang berargumen bahwa kontribusi negara kaya kepada negara miskin melalui bantuan donor akan meningkatan pendapatan negara miskin. Bantuan donor sebesar $ 195 triliun sejak 2005 sampai 2025 dapat menghapuskan kemiskinan pada 2025. Sementara itu William Easterly adalah anti donor dan melihat bahwa donor menghalangi negara miskin untuk memecahkan persoalannya sendiri.

Buku the Poor Economics menggarisbawahi beberapa hal, antara lain:

  • Akses masyarakat pada informasi yang benar terbatas sehingga mereka tidak mengikuti atau mengadopsi program yang membawa dampak positif bagi mereka, seperti imunisasi, pendidikan, penggunaan pupuk yang benar, anti HIV. Juga masyarakat memiliki keterbatasan akses pada informasi terkait apa yang diperjuangkan oleh pemerintah dan parlemen;
  • Keterbatasan orang miskin membuat mereka menanggung segala macam aspek ekonomi dalam kehidupannya. Orang miskin sulit menabung;
  • Pasar tidak ramah orang miskin, sehingga inovasi di sektor keuangan seperti pada Grammin Bank mampu membuat koreksi;
  • Negara miskin memiliki sejarah buruk, seperti pengalaman penjajahan sehingga mempengaruhi kondisi institusi negara tersebut. Ini bisa mempengaruhi beberapa hal, misalnya tata kelola dan kecenderungan korupsi.
  • Ekspektasi orang miskin untuk dapat berubah sangat diperlukan. Ini bisa merubah perilaku orang miskin.

Selanjutnya, penelitian Dulfo sendiri banyak mendapat kontribusi dari penelitiannya di Indonesia, khususnya terkait dampak dari pembangunan sekolah dasar Inpres yang masih di tahun 1973 sampai 1978 di masa Presiden Suharto dan pengaruhnya pada peningkatan tingkat pendidikan dan tingkat pengupahan (guru).

Kebijakan SD Inpres telah meningkatkan lama pendidikan dari 0,12 ke 0,19 tahun untuk setiap pembangunan sekolah bagi 1.000 anak anak di wilayah dimana anak anak itu lahir. Hasil peningkatan itu adalah lebih besar dari apa yang dialami negara berkembang lain dan juga negara maju.

Pengalaman ini tentu perlu dimaknai secara tersendiri. Kebijakan Suharto terkait SD Inpres memberi pembelajaran dan semestinya perlu menjadi pertibangan Jokowi yang hendak merealisasikan misi mendorong peningkatan SDM ke depan. Ini tentu bisa dilihat dari rencana untuk meningkatkan peningkatan kualitas dan kuantitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang sangat diperlukan. Diharapkan, ini bisa memberi solusi pada perangkap kemiskinan yang dialami negara seperti Indonesia dan juga negara di dunia.

Penghapusan Kemiskinan Global dan Strateginya

Bila kita tengok pendekatan dan konvensi pembangunan yang anggota negara PBB menyekapakati, Millenium Development Goals (MDG) yang diimplementasikan sejak tahun 2000 sampai 2015 dan kemudian dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) sejak 2015 sampai 2030, pada dasarnya menggunakan teori pembangunan yang menyasar tujuan tujuan yang multi sektoral. Ini tentu melibatkan target indikator yang cukup banyak, berjumlah lebih dari 230 indikator.

SDGs yang menjadi penerus MDGs sendiri dianggap mempunyai perangkap yang sulit membantu masyarakat miskin untuk keluar dari persoalannya. Hal ini dikritisi kelompok feminis karena kurang mempertimbangkan dinamika relasi kekuasaan, kekuatan lembaga, politik ekonomi dan pengetahuan masyarakat asli. Ketika keempat aspek tersebut tidak dikelola, perubahan yang nyata menjadi sulit dicapai.

Sebetulnya, bukan berarti teori yang diketemukan oleh trio ini sama sekali baru. Namun, mereka bertiga menggali sebab dan akar kemiskinan dan menjawabnya dengan solusi yang teintegrasi dan spesifik serta saling berhubungan antara beberapa faktor, termasuk di dalamnya pendidikan, kesehatan dan juga pendapatn. 

Dulu, Mahbub Ul Haq, doktor di bidang ekonomi, warga Pakistan yang bersekolah di University of King College dan Yale University, dan menyelesaikan program doktor dari Kennedy School of Governance di Universitas Harvard,  memperkenalkan pembangunan manusia yang mencakup pembangunan sektor kesehatan, sektor pendidikan dan sektor ekonomi. Ketika sektor tersebut memuat beberapa indikator pembangunan manusia turunannya. Ia memperkenalkan pendekatan tersebut melalui United National Development and Program (UNDP). Pendekatannya dipergunakan sampai saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun