Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Politik Kebijakan Rokok Indonesia dan Perempuan

6 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 7 Oktober 2019   06:26 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perempuan dan Rokok (Sumber Foto : Ozy.com)

Saat ia ingin merokok, tidak ada yang bisa mencegahnya bahkan dirinya sendiri. Meski berada di kantor pun, seseorang akan menyempatkan diri untuk keluar sejenak untuk merokok.

Keinginan untuk merokok yang sudah terlalu parah ini bisa membuat seseorang terganggu sendiri. Kalau tidak ada rokok ia gelisah tak tentu. Ini pernah saya saksikan sendiri.

Karena pengalaman soal kesehatan pula yang membuat saya berhati hati untuk tidak berdekatan dengan perokok. Namun, kadang kadang ada saja peristiwa yang tidak bisa kita hindari.

Suatu saat saya membuat janji untuk bertemu sahabat lama saya di suatu kota yang kami telah tentukan. Agar kami bisa menikmati waktu bersama, kami sengaja tinggal di suatu hotel. Kami kebetulan mendapatkan unit yang terdiri dari 2 kamar. 

Ini sempurna. Namun, karena ia adalah pecandu rokok dan saya penghindar rokok, maka terjadilah hal yang menggelikan (dan menjengkelkan sebetulnya). Kami mengobrol dengan dibatasi ruang. Ia di kamarnya, dan saya di kamar saya. 

Alhasil, kami berbicara dari kamar yang berbeda. Ia di kamar dengan interior bergambar runah rumah kecil dengan tempat tidur kecil. Sementara saya di kanar besar. Inilah "previledge" orang tak merokok. Kami buka pintu kamar kami lebar lebar agar satu sama lain masih bisa berbicara dan melihat ekspresi masing masing. Dan, ia santai saja tak merasa bersalah. Lucu sekaligus bloon sekali. 

Padahal kami dari 2 kota berbeda yang berjarak ribuan kilometer dan datang ke kota itu untuk bersama sama. Pengalaman yang bodoh tapi kocak, yang saya tidak akan mau ulangi lagi. 

Namun, persahabatan kami tetap terjalin. Pecandu rokok mau diapakan lagi, kecuali bila keputusan merokok dan tidak adalah datang darinya. 

Dan, satu lagi, jangan berbicara soal pembatasan rokok dengan perokok dan pecandu rokok. Mereka akan sangat sensitif dan defensif

Perokok sudah pasti telah membuat pilihannya ketika memutuskan untuk menjadi perokok. Mereka tahu risikonya.Mereka tidak mau dinasehati, apalagi bila itu adalah nasehat berulang soal kebiasaannya.

Apalagi mereka sekarang diatur oleh ruang publik. Mereka terpaksa merokok di dalam ruang berkaca yang sempit. Oleh karenanya, mereka sering menjadi defensif bila menerima komplain dari bukan perokok. "Sudah diberi ruang sempit, berkaca pula. Kok masih dikomplain. Bisa ga sih menghormati saya?", mungkin begitu dalih mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun