Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Hari Perempuan Internasional, Kesetaraan Sebagai Tujuan Bersama

8 Maret 2019   19:45 Diperbarui: 8 Maret 2021   06:46 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan Hari Perempuan Internasional di Seluruh Dunia (the Guardian)

Pada bulan Desember 2018 yang lalu, bersama ratusan perempuan lain saya turut berpawai untuk mendorong disahkannya Rencana Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pawai itu dimulai dari Sarinah Thamrin menuju Monas. Dalam iringan pawai, saya bertemu begitu banyak teman lama. Ini semacam reuni. Pada saat yang sama, saya menemukan juga kawan kawan baru.

Karena kami harus bergerak dan tetap dalam barisan, kadang kami harus berlari. Suatu ketika saya bersebelahan dengan seorang ibu yang cantik, berusia di sekitar 40 tahunan. Ia berdampingan dengan seorang perempuan yang ternyata sahabat karibnya. 

Setelah saling bersalaman dan berbagi nama, sang sahabat karib memperkenalkan diri sebagai mbak Ika (bukan nama sebenarnya). Sementara, ibu cantik adalah mbak Diana (bukan nama sebenarnya). 

Mbak Ika memandang mata saya dalam dan berkata "Mbak, saya senang bertemu mbak Leya. Entah apa lagi yang harus kami lakukan. Kami berharap ada jalan keluar bagi mbak Diana.". 

Mbak Diana menyambung dengan mata berkaca, "Saya di sini untuk anak saya. Anak saya korban (kekerasan seksual)". Tetap berjalan beriringan, saya mendengarkan dan mencoba memahami apa yang terjadi. 

Setelah mbak Diana dengan terisak selesai menceritakan apa yang terjadi, saya hanya bisa pegang tangan mbak Diana. Tidak bisa saya tahan air mata,  saya hanya katakan "Lawan bersama". 

Dalam hati saya berkata "biadab!". Mbak Diana Bercerita bahwa anaknya yang masih duduk di kelas 2 SMA telah diperkosa sang ayah tiri. Karena takut, sang anak diam saja. Hingga suatu saat, sang anak melapor pada ibunya. Dan apa yang dilakukan oleh sang ayah tiri adalah memang biadab. Perkosaan terjadi berkali kali selama 2 tahun. Sang ayah tiripun sudah seperti bukan manusia. 

Dokter yang melakukan otopsi menangis menemukan apa yang terjadi. Pelaku melakukan perkosaan itu dari 'depan' dan 'belakang' dengan kejam. Ini merobek dan merusak wilayah kemaluan dan rektum.

Saya peluk mbak Diana dan juga mbak Ika. Kami terisak berangkulan. Sesak napas rasanya.  Geram. Marah. Pedih. Ngilu. Saya, kami, perempuan, selalu turut merasakan menjadi korban dengan mendengarkan dan menolong korban. 

Saya perkenalkan mbak Diana kepada Ketua Komnas Perempuan. Saya bagi nomor HPnya. Saya senang, mereka akhirnya saling bertemu seusai pawai. Kami berpencar setelahnya, namun kami terus berkomunikasi melalui WA. 

Saya akhirnya pahami bahwa sang suami, pelakunya, saat ini sudah dipenjara. Kasus perceraian sudah berlangsung. Namun pengadialn kasus perkosaan akan dilakukan setelah pengadilan perceraian dikabulkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun