Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana dan Perdagangan Manusia

28 Desember 2018   18:14 Diperbarui: 29 Desember 2018   07:41 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reruntuhan Sembalun. (Photo oleh Laras Zita untuk Gema Alam NTB)

Bencana berdampak berbeda kepada kelompok yang berbeda, tergantung pada tingkat kerentanannya. 

Kerentanan dapat didefinisikan dengan turunnya kapasitas seseorang atau sekelompok orang untuk mengantisipasi dan bangkit dari dampak bencana (Federasi Palang Merah Dunia, 2017). Kerentanan penyintas dibentuk oleh kondisi sosial ekonomi yang ada dan kemampuan kelompok penyintas untuk merespons situasi. Kemampuan penyintas tersebut tergantung pada status dan posisi mereka di masyarakat, tingkat kemiskinan, jenis kelamin, dan relasi kuasa di masyarakat.

Untuk wilayah Lombok Timur, kerentanan yang dialami penyintas dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kemiskinan.  Adanya bencana yang menyebabkan beban kerja perempuan bertambah.  Mengerjakan tugas rumah tangga dengan keterbatasan fasilitas merupakan tantangan yang dihadapi perempuan.

Selain itu, perempuan mengurus anak anak, anggota keluarga dan lansia di pengungsian. Perempuan bukan tidak memiliki hambatan. Perempuan terbatas aksesnya pada informasi program dan dukungan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada kasus pengungsian di Lombok Utara, perempuan juga menghadapi kerentanan adanya bentu kekerasan, termasuk kekerasan seksual di pengungsian.

Undang undang RI No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebetulnya telah mengatur perlindungan khusus kepada kelompok rentan, termasuk di dalamnya lansia, ibu hamil dan menyusui, serta bayi, anak anak dan kelompok difabel. Perlindungan tersebut diamanatkan untuk diberikan pada saat mitigasi, evakuasi serta pada masa rekonstruksi dan rehabilitasi. Dalam prakteknya, masih terdapat cukup banyak deviasi. Juga, Undang undang tersebut belum memasukkan aspek kerentanan ekonomi yang dapat berpotensi meningkatkan risiko kelompok rentan. 

Secara khusus, faktor kemiskinan banyak wilayah Indonesia, seperti di Lombok Timur menyebabkan penyintas memiliki kerentanan yang berbeda. Apalagi, Lombok Timur memang dilaporkan sebagai pengirim pekerja migran terbesar di Indonesia. Misalnya, nilai remitensi dari Lombok Timur adalah sebesar Rp 820 miyar pada tahun 2016 (Dinas Tenaga Kerja Kab Lombok Timur). 

Sementara itu jumlah pekerja migran adalah sebesar 14.306, yang terdiri dari 13.218 orang laki laki dan 1.088 orang perempuan tahun 2017. Kasus kekerasan yang dialami pekerja migran asal Lombok Timur adalah Kasus 414 laki laki dan 64 perempuan (2014). Data data tersebut sudah semestinyalah perlu mendapat perhatian. Studi global, termasuk studi dampak bencana pada kecenderungan perdagangan manusia di India meunjukkan bahwa bencana dan jumlah pengungsian mendorong penyintas, untuk mencari peruntungan dan ke luar negeri (Mondira Dutta, 2017).

Observasi yang dilakukan tim Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam menunjukkan adanya kerentanan di antara penyintas, khususnya perempuan, yang bisa menjadi risiko. Misalnya, akhir akhir ini ditemukan banyak iklan mencari karyawan muda usia, perempuan dan laki laki, untuk mengisi lowongan kapal pesiar di area Lombok. 

Juga, penyintas yang ditemui banyak yang menyampaikan keinginan untuk menjadi pekerja migran sebagai alternatif keluar dari persoalan kemiskinan yang meningkat karena bencana. Seorang gadis, anak dari seorang Inaq yang putus sekolah karena harus menunggu ayahnya yang stroke pada pasca bencana, sudah didatangi banyak 'tekong' untuk bekerja di luar negeri.  Ditutupnya Gunung Rinjani sampai dengan tahun 2019 tentu membuat banyak tenaga kerja yang hidupnya bergantung pada wisata Rinjani menjadi kehilangan pekerjaan. 

Sebetulnya, keinginan menjadi pekerja migran bukanlah persoalan bila calon pekerja memiliki bekal informasi dan pemahaman yang memadai tentang pekerjaan dan tujuan kerja mereka di luar negeri. Yang dikhawatirkan adalah bila penyintas berangkat ke luar negeri dengan tanpa dokumen dan hal ini menyebabkan peningkatan kerentanan. Data Serikat Buruh Migran Indonesia mencatat bahwa kasus perdagangan orang tinggi di Nusa Tenggara Barat, di mana sebagain besar berasal dari Lombok Timur (SBMI, 2017).

Bila terdapat beberapa hal di bawah ini, maka ada indikasi adanya perdagangan manusia. Pertama, bila terdapat aksi rekrutmen, pemindahan melalui transportasi, terdapat serah terima manusia. Kedua, bila terdapat cara cara pemaksaan, rayuan, pemalsuan, hubungan tidak setara, dan kerentanan. Ketiga, bila terdapat tujuan eksploitasi, termasuk eksploitasi untuk tujuan upah rendah, tujuan penjualan untuk pekerja seks, pekerja paksa, praktek perbudakan, dan pengambilan organ tubuh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun