Mohon tunggu...
Levi William Sangi
Levi William Sangi Mohon Tunggu... Petani - Bangga Menjadi Petani

Kebun adalah tempat favoritku, sebuah pondok kecil beratapkan katu bermejakan bambu tempat aku menulis semua rasa. Seakan alam terus berbisik mengungkapkan rasa di hati dan jiwa dan memaksa tangan untuk melepas cangkul tua berganti pena".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Narkoba, Petani, dan Air Mata Mama

9 Mei 2019   03:07 Diperbarui: 25 Juni 2019   10:00 5624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahun 2010, saat mama masih terus menyemangati saya/Dokpri

NARKOBA, PETANI & AIR MATA MAMA

Masih melekat dalam ingatan saya bagaimana sulitnya saya terlepas dari Narkoba. Di kala itu, Tekad yang Kuat terkadang luntur karna ketergantungan yang hebat dengan Narkoba. Memakai Putaw bukan lagi karna ingin mabuk putaw tetapi saya sampai pada titik dimana memakai putaw hanya untuk menjadikan badan saya tidak sakaw. 

Saat itu tahun 2006 saya mengenal yang namanya Putaw. Sebelumnya saya adalah pecandu minuman keras yang naik level menjadi pecandu Putaw. Ketergantungan saya akan Putaw menghantarkan saya pada keharusan memakai Putaw 12 jam sekali. Lebih dari 12 jam, saya langsung sakaw. 

Saya ketika itu merasa yang terpenting dalam hidup saya adalah stok Putaw saya harus ada terus. 6 Tahun lamanya saya terikat dengan Narkoba jenis Putaw ini, sampai pada titik setiap kali pakai saya selalu menangis karna sudah lelah, bosan dan ingin berhenti tapi raga seakan tidak mengijinkan. 

Beberapa kali di rehabilitasi tapi itu semua tidak menyelesaikan masalah. Saat itu mama lah yang paling berperan menyemangati saya, bolak balik mengantarkan saya ke tempat rehabilitasi dan tempat-tempat pengobatan karna mama ingin saya sembuh.

Foto saya dulu & sekarang/Dokpri
Foto saya dulu & sekarang/Dokpri

Saat itu mama sering menangis melihat keadaan saya, di hati saya saat melihat mama menangis, saya juga merasa hancur karna hati ini sebenarnya rindu menjadi anak manisnya, rindu menjadi anak yang dibanggakannya.

Selepas Papa meninggal saat itu di Tahun 1999 papa pergi meninggalkan mama, saya dan adik perempuan saya, saat itu saya masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Merasa kehilangan sosok Ayah di saat saya masuk ke usia remaja yang ingin mencari jati diri saya, sehingga mulai mencoba mencari pergaulan diluar rumah untuk menutupi dan menggantikan rasa kehilangan sosok papa.

Terlepas dari itu semua, Air mata mama lah yang menjadi obat mujarab bagi saya. Ketika melihat dan mengetahui anaknya menggunakan Narkoba, mama saat itu tidak memukul saya, mama tidak memarahi saya, bahkan tidak ada satupun cacian yang keluar dari mulutnya ketika itu. Yang hanya dia lakukan saat itu hanyalah menangis. Namun, air matanya itu seperti pisau yang menusuk hati anaknya. Dalam hati saya air mata mama lah akan menjadi obat terbaik bagi saya untuk bisa lepas dari Narkoba. 

Kasih sayang Mama yang memampukan saya/Dokpri
Kasih sayang Mama yang memampukan saya/Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun