Jakarta -- Kekalahan Tim Nasional Indonesia di babak Kualifikasi Piala Dunia 2026 menghadirkan gelombang kekecewaan di kalangan publik. Dua kekalahan beruntun melawan Arab Saudi dan Irak menjadi pukulan berat bagi para pendukung Garuda yang sempat optimistis menatap masa depan sepak bola nasional.
Setelah hasil tersebut, media sosial Indonesia dipenuhi tagar seperti #KluivertOut, #KembalikanSTY, dan #TimnasIndonesia. Publik menumpahkan kekecewaan, membandingkan era kepelatihan Patrick Kluivert dengan masa emas di bawah asuhan Shin Tae-yong (STY).
Bagi banyak penggemar, sepak bola di Indonesia bukan sekadar pertandingan --- melainkan bagian dari harga diri dan nasionalisme.
Era Shin Tae-yong dianggap sebagai periode transformasi besar. Di bawah kepemimpinannya, timnas menunjukkan semangat juang tinggi, organisasi permainan yang solid, dan mentalitas baru yang membawa Indonesia naik signifikan di peringkat FIFA. STY bahkan disebut sebagai simbol perubahan dan disiplin dalam sepak bola Tanah Air.
Namun, datangnya Patrick Kluivert dan tim kepelatihan yang disebut "terbaik" belum mampu melanjutkan momentum tersebut. Kekalahan beruntun dari tim-tim Asia Barat memunculkan pertanyaan besar: apakah pergantian pelatih merupakan keputusan yang tepat?
Banyak pihak menilai bahwa adaptasi Kluivert terhadap kultur sepak bola Indonesia masih belum berjalan baik. Di sisi lain, publik menilai keputusan pergantian pelatih terlalu cepat dan berbau politis.
Lebih jauh, pengamat menilai persoalan timnas tidak hanya berhenti di kursi pelatih. Masalah klasik seperti regenerasi pemain, kompetisi lokal yang belum stabil, dan infrastruktur yang masih tertinggal turut berkontribusi pada rapuhnya fondasi sepak bola nasional.
"Indonesia seperti membangun istana di atas tanah yang belum kokoh," ujar salah satu komentar netizen yang viral di media sosial.
Kekalahan dari Arab Saudi dan Irak pun diharapkan menjadi momentum refleksi --- bahwa membangun sepak bola tidak bisa hanya berorientasi pada hasil instan, melainkan membutuhkan visi jangka panjang dan sistem yang konsisten.
Pelatih hebat bukan hanya mereka yang punya CV gemilang, tetapi yang memahami karakter pemain dan semangat bangsa.
Pada akhirnya, publik berharap PSSI dan para pemangku kepentingan sepak bola Tanah Air bisa mengambil pelajaran dari masa lalu. Karena kemenangan sejati bukan hanya di papan skor, melainkan dalam konsistensi membangun masa depan yang lebih baik.
Simak pembahasan lengkapnya di Beranda Rasa Podcast by Fian, episode terbaru bertajuk "Dari Euforia ke Luka: Kekalahan Indonesia dan Bayangan Shin Tae-yong."
Subscribe YouTube Channel BR Fian, follow Spotify: Beranda Rasa Podcast by Fian, dan ikuti update menarik seputar isu sosial & olahraga di TikTok: @berandarasa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI