Mohon tunggu...
Leumara Creative
Leumara Creative Mohon Tunggu... Chef de Cuisine

Seorang Kuli Wajan yang baru Belajar untuk Menuangkan secuil kisah dan pengalaman lewat tulisan, karena di semesta ini "TRADA YANG TRA BISA". Semoga karya tulisan ini menjadi harta yang tak pernah hilang ditelan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lelaki dan Semua yang Tak Ia Ceritakan Tentang Hidup

11 Juni 2025   21:45 Diperbarui: 12 Juni 2025   01:45 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelaki dan Semua yang Tak Ia Ceritakan Tentang Hidup (foto by Canva AI)

 "Tak semua yang kuat itu tak terluka. Kadang, justru yang paling diam, paling dalam lukanya."

Sunyi di Balik Bahu yang Kuat

Di mata dunia, lelaki adalah lambang kekuatan. Ia harus tegap, tahan banting, selalu siap memimpin dan melindungi. Ia adalah kepala keluarga, tulang punggung, penopang harapan. Tapi tak banyak yang tahu, bahwa di balik langkah mantapnya, ada beban yang menggulung jiwanya pelan-pelan.

Ia mungkin tak menangis di hadapan siapa pun, tapi itu bukan karena hatinya tak retak. Ia hanya tak tahu lagi ke mana air matanya harus pergi.

Seperti jembatan yang kokoh, pundaknya dilalui ribuan beban. Namun tak seorang pun benar-benar bertanya: apakah pondasi dalam dirinya masih kuat? Ataukah mulai retak diam-diam?


Lelaki dan Lelah yang Tak Pernah Dianggap Luar Biasa

Dari tukang bangunan, sopir truk, nelayan hingga juru masak---lelaki terbiasa hidup dalam peluh dan beban fisik. Keringat adalah persembahan sunyi yang ia berikan tiap hari untuk keluarganya. Ia berdiri, bekerja, bertahan.

Ketika tubuhnya mulai memberi tanda---tulang ngilu, dada sesak, pinggang nyeri---ia hanya bilang, "Tidak apa-apa," lalu kembali mengangkat hari yang berat. Ia tahu: dunia tak memberi izin untuk tumbang. Ia harus kuat, meski sebenarnya sudah remuk.

Dalam diam, ia menelan obat. Dalam gelap, ia mengurut luka. Tapi di siang hari, ia tetap tersenyum, agar semua percaya bahwa segalanya baik-baik saja. Padahal, tak ada yang benar-benar baik di dalam dirinya.


Beban yang Tak Tertulis: Harus Selalu Benar, Harus Selalu Tegar

Di mata anak, ia harus jadi pahlawan. Di mata istri, ia harus jadi pelindung. Di mata orang tua, ia harus jadi harapan. Ia tumbuh dengan pesan sunyi: jangan salah, jangan ragu, jangan lemah.

Kesalahan berarti kegagalan. Rasa takut dianggap kelemahan. Maka ia bungkam semua rasa, menyimpan semua kegelisahan. Di malam yang sepi, ia mungkin duduk di pojok kamar, menatap langit-langit, dan bertanya dalam hati:

"Apakah aku cukup? Apakah semua ini salahku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun