Rendah hati adalah bentuk tertinggi dari pengendalian diri. Ia lahir dari kesadaran bahwa tidak semua harus kita menangkan, dan tidak semua harus kita kalahkan. Kadang, yang terbaik adalah menunduk, mendengar, dan memberi ruang bagi orang lain untuk bersinar.
Orang rendah hati tidak merasa takut kehilangan muka. Ia tak sibuk menjaga gengsi. Karena ia tahu, harga dirinya tidak ditentukan dari pujian orang, tapi dari damai yang ia rasakan saat menyentuh hati orang lain.
Kebaikan dan Kerendahan Hati: Investasi Abadi
Segala hal akan berlalu, tapi kebaikan dan kerendahan hati meninggalkan jejak yang lebih panjang dari umur kita sendiri. Orang mungkin lupa siapa kita, tapi mereka akan mengingat bagaimana perasaan mereka saat bersama kita.
Kebaikan adalah benih yang akan tumbuh bahkan setelah kita tiada. Ia mengalir dalam bentuk cerita, kenangan, dan teladan. Begitu pula kerendahan hati---ia menginspirasi diam-diam, menanamkan harapan pada jiwa-jiwa yang nyaris menyerah.
Maka pilihlah menjadi baik bukan karena kamu takut pada perubahan, tapi karena kamu paham bahwa perubahan tak bisa kamu cegah---tapi kebaikan bisa kamu wariskan.
Sebelum Waktu Mengambil Segalanya
Kita kembali ke awal: Burung makan semut. Semut makan burung.
Siklus hidup yang terus berulang. Dan satu-satunya cara untuk tetap berarti di dalamnya adalah dengan hidup secara sadar---dengan kebaikan dan rendah hati sebagai pijakan.
Hari ini kamu mungkin kuat, sukses, dan dipuja. Tapi waktu akan selalu lebih kuat darimu. Maka berbuat baiklah. Jangan merendahkan siapa pun. Karena ketika waktu menggilir giliranmu, kamu akan sadar:
Yang abadi bukan apa yang kamu punya, tapi apa yang kamu tinggalkan dalam hati orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI