Mohon tunggu...
Tutut Lestari
Tutut Lestari Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi jurusan jurnalistik universitas Atma Jaya Yogyakarta yang ingin menambah wawasan dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyibak Eksotisme Kotagede

8 Juni 2012   06:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:15 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Panas matahari tidak terlalu menyengat siang itu, ketika kaki ini menginjak jalanan Kotagede. Sekitar lima belas menit perjalanan dari Babarsari, akhirnya tiba juga rombongan kami di bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam ini. Hiruk pikuk kendaraan melintas di jalanan yang sempit. Suasana berbeda segera dapat dijumpai di sini.

Kotagede ini dulunya merupakan pusat kerajaan Mataram Islam, sebelum berpindah ke lokasi Kraton Yogyakarta saat ini. Kerajaan Mataram Islam sendiri didirikan oleh Sutawijaya, yang bertahta dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Gelar tersebut menandakan bahwa Panembahan Senopati merupakan pemimpin Negara, pemimpin perang, sekaligus pemimpin keagamaan di wilayah Mataram.

Dibandingkan dengan bagian lain dari Kota Yogyakarta, Kotagede memiliki struktur tata kota yang unik. Jalannya sempit dan nyaris tidak ada jarak antara jalan dengan bangunan. Namun demikian, kawasan ini tidak berkesan sumpek. Justru ketika masuk ke kawasan Kotagede, kita akan diajak bernostalgia ke era Panembahan Senopati. Masih terdapat banyak joglo berusia tua di kawasan ini. Kawasan ini sendiri sempat diusulkan untuk menjadi World Heritage, meskipun kemudian tidak diproses lebih lanjut. Keberadaan joglo yang masih dipertahankan oleh pemiliknya, ditambah struktur tata kota yang masih asli ini menjadikan Kotagede sebagai kawasan dengan nilai kesejarahan yang tinggi sekaligus memiliki keunikan saujana budaya (cultural landscape).

Target utama kunjungan rombongan ini adalah untuk melihat dan mengabadikan Masjid Kotagede. Namun sayang, pada saat kami ke sana, di Masjid Kotagede sedang diadakan pengajian bersama Dai ternama, KH Abdullah Gymnastiar atau biasa disebut Aa Gym. Sebenarnya kegiatan tersebut cukup menarik untuk diikuti. Hanya saja, pada waktu datang ke sana, rombongan kami mayoritas mengenakan pakaian ala wisatawan, sehingga tidak sopan rasanya jika kami ikut serta dalam acara tersebut.

Akhirnya, rombongan kami berpencar dan berkeliling ke sudut-sudut Kotagede. Banyak hal menarik yang dapat kami jumpai di sana. Di salah satu sudut di dekat Pasar Kotagede, kami sempat berbincang-bincang dengan simbok-simbok penjual bunga. Dengan malu-malu, simbok penjual bunga itu menjawab pertanyaan dari kami. “Ah, nama saya jelek mbak, ndak kaya nama mbak-mbaknya,” sahur simbok itu ketika kami mencoba menanyakan namanya. Simbok ini sudah lebih dari delapan tahun berjualan bunga di tempat itu.Ia mengaku mendatangkan barang dagangannya dari Magelang. Kami tidak punya waktu berlama-lama di tempat simbok penjual bunga ini. Setelah membeli dua tangkai bunga seharga Rp. 15.000,00, kami pun melanjutkan perjalanan.

Sepanjang siang itu, kami berkeliling di sekitar Pasar Kotagede. Kami tidak sempat masuk ke dalam pasar itu, melainkan sekedar berkeliling sambil sesekali berbincang-bincang dengan pedagang yang ada di luar pasar. Meskipun nuansa ruangnya berbeda, kami merasakan ada kesamaan antara Kotagede ini dengan bagian lain dari Kota Yogyakarya. Kesamaan tersebut adalah di seluruh bagian Kota Yogyakarta, kami menemukan suasana yang bersahabat dan keramah tamahan dari warganya. Jika siang tidak keburu terik, rasanya kaki ini tidak akan lelah untuk menjelajahi setiap sudut Kotagede.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun