Mohon tunggu...
Leonides AlfinoTrisandena
Leonides AlfinoTrisandena Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa FISIP UAJY

Masih Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Film "Ngenest" dan "Green Book" dalam Multikulturalisme dan Inklusivitas

25 Januari 2022   00:11 Diperbarui: 25 Januari 2022   00:32 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Ngenest (2015) merupakan film yang mengangkat tentang keresahan Ernest Prakasa sebagai masyarakat minoritas yang terlahir dari keturunan etnis Tionghoa. Terlahir dengan fisik yang terlihat berbeda dari teman-temannya, dengan mata sipit dan kulit putih, membuat Ernest sering dirundung teman-temannya. Menikahi gadis pribumi agar anaknya kelak tidak terlahir dengan fisik seperti dirinya, serta mengubah nasib anak cucunya merupakan tekadnya agar kelak tidak perlu merasakan apa yang dirasakannya saat remaja. 

Namun tentunya masyarakat minoritas tidak akan diterima begitu saja oleh pribumi atau mayoritas. Penggambaran budaya Etnis Tionghoa dalam film "Ngenest" dapat dilihat dalam enam indikator yakni, bahasa, teknologi, sistem mata pencaharian, sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian. Mayoritas penggambaran budaya Etnis Tionghoa di film "Ngenest" banyak terlihat dari sisi bahasa dan mata pencaharian.

Green Book/imdb
Green Book/imdb

Film Green Book (2018) bisa dikatakan bukan hanya sekadar film bertema musikal atau komedi karena pada dasrnya film ini mengemas pandangan sempit para rasialis, ketimpangan sosial ekonomi, hingga hidup yang kadang tak adil, namun dengan rasa yang tetap meninggalkan perasaan bahagia. Film ini mengangkat isu permasalahan tentang era 1960-an yang di mana kala itu hukum Jim Crow memisahkan warga kulit putih dan berwarna masih berlaku di Amerika Serikat, dengan hadirnya film ini menunjukkan perjuangan komponis Don Shirley mengubah paradigma terkait perbedaan warna kulit. 

Hal tersebut dilakukannya dengan mengadakan tur untuk tampil di sejumlah konser yang diadakan klub dan organisasi ternama warga kulit putih di kawasan Deep South, beberapa negara bagian di selatan Amerika Serikat, yang di mana tujuan tur itu sendiri diadakan untuk mengubah pandangan warga kulit putih terhadap warga kulit hitam melalui penampilan musiknya. Film Green Book bisa dikatakan mengemas awal mula persahabatan antara orang kulit hitam dan orang kulit putih dengan berbobot, penuh makna, canda, emosi, dan musik yang amat menawan yang di mana juga dimasukkan banyak konteks sejarah hingga pesan moral.

Film sebagai salah satu media massa, mempunyai kekuatan dan kemampuan dalam menjangkau banyak segmen sosial. Film dipandang mampu memenuhi permintaan dan selera masyarakat akan hiburan. Industri perfilman merupakan tempat para pembuat cerita dan sutradara dalam mencurahkan segala aspirasi dan ide yang dimilikinya, dengan mengangkat berbagai isu sosial, gender, dan diskriminasi. 

Beberapa kasus nyata diangkat kedalam film agar menjadi pesan, dan meningkatkan kesadaraan akan isu yang diangkat dalam film tersebut. Sebuah wadah komunikasi dan penyampaian pesan melalui gambar bergerak, film merupakan media yang mampu menjangkau masyarakat secara luas dan keseluruhan. Film merupakan sarana sosial yang dikembangkan dan dikonsumsi oleh khalayak ramai, dengan skala yang besar dan diharapkan menjadi salah satu saluran penyampaian pesan seorang penulis menceritakan filmnya sebagai salah satu sarana pemberian makna dalam kehidupan. 

Oleh karena itu film menjadi salah satu sarana yang baik untuk memberikan aspirasi atau suara-suara baik untuk kelompok minoritas maupun kelompok mayoritas. Film sebagai sebuah sarana komunikasi yang efektif banyak sekali digunakan dalam penyampaian pesan karena menjangkau banyak orang, dan lebih mudah tersebar. Film sendiri mulai mengangkat tema-tema minoritas serta rasisme, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak dapat dielakkan.

Seperti hal nya analisis ini bertujuan untuk mengetahui simbol-simbol beserta makna diskriminasi terhadap suatu ras ataupun golongan yang direpresentasikan di dalam 2 film dipilih yaitu Ngenest dan Green Book, dengan melihat, memahami dan mengetahui tanda-tanda yang menunjukan perilaku diskriminasi terhadap terhadap suatu rasa ataupun golongan, baik secara verbal maupun nonverbal. Metodologi yang digunakan dalam analisis ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan metode analisis semiotika. Teori yang dimunculkan untuk digunakan dalam mencari makna dan kaitan dalam suatu objek. 

Objek tersebut dapat berupa gambar bergerak, foto maupun iklan. Data yang didapatkan untuk dianalisis ini didapatkan melalui pemilihan scene yang didalamnya memiliki indikasi terjadinya diskriminasi terhadap suatu ras ataupun golongan. Lalu setelah dipilih data tersebut dikelompokan menurut bentuk diskriminasi yang mereka dapatkan. Sedangkan teknik analisis data, dengan menggunakan teknik analisis Roland Barthes.

Peneliti meneliti sebuah film yang menceritakan realitas dari rasisme yang dikemas dengan penggambaran fiksi dari sang penulis dan sutradara yang turut serta dalam membuat film ini menjadi sebuah karya yang unik dan menarik untuk diteliti. Dalam analisis ini peneliti mencoba mencari relasi mengenai ketidaksetaraan sosial serta hubungannya dengan rasisme, diskriminasi. Serta belum meratanya peraturan mengenai orang kulit hitam yang tinggal di Amerika dan juga etnis TiongHoa di Indonesia. Sebagai negara yang memiliki keberagaman suku ras bahasa serta manusia yang memiliki latar belakang berbeda, Indonesia dan juga Amerika Serikat masih menjadi tempat yang sering terjadi proses rasisme maupun diskriminasi. Hak-hak yang dimiliki seorang manusia dibatasi dengan hanya sebuah perbedaan warna kulit ataupun garis keturunan.

Film Ngenest, Scene menit 00:10:37/tangkap layar pribadi
Film Ngenest, Scene menit 00:10:37/tangkap layar pribadi

Diskriminasi yang diperlihatkan pada scene ini adalah diskriminasi tidak langsung dan juga diskriminasi langsung, untuk diskriminasi tidak langsung ditunjukkan dengan pribumi yyang memanggil etnis TiongHoa dengan sebutan Cina, sedangkan untuk diskriminasi langsung ditunjukkan dengan pribumi yang mendorong etnis TiongHoa karena ingin diperhatikan saat memalak namun etnis hanya menundukkan kepala saja.

Film Green Book, scene menit 01:40:31/tangkap layar pribadi
Film Green Book, scene menit 01:40:31/tangkap layar pribadi

Diskriminasi yang diperlihatkan pada scene ini adalah diskriminasi tidak langsung yaitu dengan tidak mengijinkan pria kulit hitam masuk kedalam restoran.

Kesimpulan dari analisis ini adalah kedua film ini memberikan gambaran tentang simbol diskriminasi yang direpresentasikan dalam film lewat kehidupan ras kulit hitam Amerika Serikat dan juga etnis TiongHoa di Indonesia. Bentuk simbol diskriminasi yang ditemukan dikategorikan kedalam konsep diskriminasi langsung dan tidak langsung. Setiap bentuk diskriminasi yang ditemukan mempunyai makna tertentu dalam merepresentasikan diskriminasi terhadap kulit hitam maupun etnis TiongHoa.

Daftar Pustaka

Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies (Sebuah Pengantar Paling Komprehensif). Yogyakarta: Jalasutra

Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika Signifikansi Komunikasi, Teori Kode, serta Teori Produksi-Tanda. Bantul: Kreasi Wacana.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Penulis: Leonides Alfino Trisandena

NPM: 190906950

Ilmu Komunikasi FISIP UAJY Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun