Hari ini, tidak sedikit orang yang merasa hidupnya stagnan, pesimis, dan akhirnya begitu gampang menyerah. Halitu terjadi bukan karena mereka lemah. Tapi karena mereka terlalu lama dikelilingi oleh lingkungan bergaul yang pola pikirnya salah. Berada di pergaulan yang terus berada di sekitar keluhan, ketakutan, dan bahkan pembenaran diri. Tanpa diduga, berproses jadi kebiasaan yang menganggap semua itu sebagai hal yang wajar.
Kita sering lupa. Bahwa pikiran itu seperti tanah: apa pun yang ditanam di sana, akan tumbuh. Seperti apa kebiasaan sehari-hari ya akan begitulah cara berpikirnya terbentuk. Jika lingkungannya penuh racun, maka pikiran pun ikut tercemar. Maka hati-hati, lingkungan itu sangat berpengaruh dan mampu membentuk batas pikiran kita. Orang yang tumbuh di lingkungan optimis akan memandang kegagalan sebagai bagian dari perjalanan. Tapi orang yang hidup di lingkungan pesimis akan melihat kegagalan sebagai tanda "tidak berbakat." Lingkungan sangat menentukan di mana kita menggambar batas kemungkinan kita sendiri.
Sulit dibantah, lingkungan kita sangat menentukan. Mau optimis atau pesimis, mau yakin atau tidak yakin. Siapapun tidak bisa berpikir besar jika setiap harinya diisi obrolan tentang gosip, keluhan, atau ketakutan. Pikiran kita butuh ruang yang luas untuk tumbuh, tapi lingkungan yang sempit akan menutupinya dengan batas yang tidak terlihat. Jika kita ingin hidup naik level, langkah pertama bukan mencari motivasi, tapi mencari lingkungan yang memampukan pikiran kita untuk melampaui batas pikirannya sendiri.
Sudah pasti, lingkungan sangat menentukan cara kita melihat masalah. Ketika kita berada di lingkungan yang solutif, setiap masalah dianggap tantangan yang bisa dipecahkan. Tapi bila kita ada di lingkungan yang salah, masalah hanya jadi alasan untuk menyerah. Hanya ada dua cara melihat maslaah: 1) mencari jalan keluar atau 2) sekadar mencari kambing hitam. Semu aitu tergantung lingkungan kita, di mana kita bergaul.
Terus terang, bila kita hanya mendengar orang-orang yang berkata "hidup ini susah," kita akan mulai mengamini kalimat itu. Serba tidak bisa, tidak mampu atau sulit dilakukan maka sulitlah jadinya. Tapi jika kita berada di sekitar orang-orang yang berkata "hidup ini bisa dipelajari," kita akan belajar menghadapinya dengan kepala dingin. Selalu mencari solusi dari setiap keadaan yang sulit. Itulah perbedaan besar antara pikiran yang tumbuh dan pikiran yang tumpul: bukan pada IQ, tapi pada atmosfer yang membentuknya. Pada lingkungan di mana kita berada.
Seperti lingkungan bergaul yang diterapkan di relawan TBM Lentera Pustaka. Paling minimal, menjaga pikiran untukk selalu optimis dan berproses. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat di taman bacaan. Bahkan lebih dari itu, selalu tersedia ruang diskusi untuk membahas hal-hal yang positif di taman bacaan. Santai tapi tetap solutif, sambil tetap menjaga komitmen dan konsistensi mengabdi di taman bacaan. Bahkan di ruang-ruang terbuka selalu ada kemungkinan untuk "berpikir beda" tentang apa yang bisa dan mau dilakukan di taman bacaan. Menjaga diri untuk tetap berada di lingkungan yang positif itulah manfaat menjadi relawan taman bacaan. Tetap konsisten, adalah "barahg mewah" untuk siapapun yang berkiprah di taman bacaan. Tanpa perlu gembar-gembor, semuanya ditunjukkan dengan aksi nyata dan bukti otentik.
Maka pilihlah lingkungan yang kondusif dan optimis. Karena setiap hari, tanpa sadar, kita selalu menyerap cara berpikir dari orang-orang di sekitar kita. Kata-kata mereka, kebiasaan mereka, bahkan cara mereka menanggapi masalah semuanya menular, membentuk pola pikir kita sedikit demi sedikit. Itulah sebabnya dua orang dengan kemampuan sama bisa punya hasil hidup yang sangat berbeda. Hanya karena mereka tumbuh di lingkungan yang berbeda, satunya di positif dan satunya lagi di negatif. Maka lingkungan bukan sekadar tempat kita berada, tapi sistem nilai yang membentuk bagaimana kita melihat dunia dan menilai diri kita sendiri. Jadilah literat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI