Mohon tunggu...
Leni Marlins
Leni Marlins Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

hobi menulis tentang banyak hal untuk menyampaikan ide

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mengenang Si Tukang Kerok yang Baik Hati

26 November 2017   22:39 Diperbarui: 26 November 2017   22:50 2094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://www.instagram.com/sobat_hangat/

Hati yang senang katanya dapat membuat penyakit cepat pergi. Saya rasa itu ada benarnya. Buktinya, setelah dikerokin, badan saya langsung terasa ringan dan enak. Apa hubungannya, ya? Berikut kisah saya.

Jujur saja, saya baru tahu apa itu "kerokan" setelah merantau ke Pulau Jawa. Di desa saya--yang terletak di sebuah pulau kecil di sebelah barat Pulau Sumatera--orang-orang tidak pernah menggunakan koin untuk membuat punggung menjadi merah. Yang pernah saya lihat hanya pijatan biasa (dengan menggunakan tangan). Itu pun dilakukan pada bagian perut. Aneh, kan? Tapi, saya rasa masing-masing daerah pasti memiliki budaya yang merupakan warisan nenek moyang turun-temurun.

***

Lambat-laun, setelah beberapa lama tinggal di Jawa, saya mulai mengenal "ritual" kerokan. Tak lain dari seorang sahabat, sebut saja namanya Dian. Ia adalah orang pertama yang menyapa saya ketika kami mulai menjalani masa orientasi di kampus. Sejak itu, hubungan kami menjadi dekat, sesekali saling menginap di kos masing-masing. Pada tahun kedua kuliah, kami bahkan sempat tinggal di kontrakan yang sama.

Uniknya, Dian hobi sekali melakukan kerokan. Hal itu saya ketahui beberapa lama kemudian setelah kami saling mengenal. Kebetulan, saat itu saya sedang merasa tidak enak badan. "Pusing banget," begitu alasan saya ketika menolak diajak ngampus. 

"Lo, kamu sakit?" Ia menempelkan telapak tangannya di dahi saya. "Aku kerokin, ya!" Setengah memaksa, ia lalu menyeret saya sembari menyambar Balsem Lang di sudut meja. 

Itu adalah pengalaman pertama saya dikerokin. Rasanya? Wah, enak betul. Setelah itu, saya tidur pulas sekali. Esoknya, badan sudah kembali segar dan baikan.

Namun, ternyata bukan hanya saya yang pernah  menjadi "korban" Dian. Pokoknya, setiap kali ia mendengar keluhan, "Aduh, nggak enak badan, nih," ia langsung bergerak cepat. Sepertinya, di kupingnya terpasang antena khusus yang merespons cepat frasa "nggak enak badan" itu. Solusinya tentu saja adalah kerokan.

"Sini kamu tak kerokin aja," begitulah kalimat andalannya. Tak ayal lagi, yang ditawari biasanya langsung girang hatinya. Ia baru akan merasa puas ketika yang dikerokin bersendawa kencang banget. "Nahhhh, tuh anginnya udah keluar." 

Lucunya, seorang teman pernah iseng mengeluh merasa tidak enak badan. Apes, antena si tukang kerok ternyata sedang dalam keadaan on. Si teman ini pun langsung diseret--untuk dikerokin. Untungnya, ia pun segera minta maaf pada Dian dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Hahaha.

Foto: https://www.instagram.com/sobat_hangat/
Foto: https://www.instagram.com/sobat_hangat/
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun