Mohon tunggu...
Leni WulanNuari
Leni WulanNuari Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillaah

Belajar membaca, belajar berkarya, belajar berbagi, belajar mengamalkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apresiasi StandarKecantikan, Peran Pemuda, dan Keutuhan Keluarga Pada Naskah Wawacan Piwoelang Istri

27 Desember 2021   22:13 Diperbarui: 27 Desember 2021   22:23 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kini siapapun dapat menikmati naskah secara daring. Beberapa situs web penyedia naskah atau manuskrip digital diantaranya yaitu: Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara), Khastara (Khasanah Pustaka Nusantara), DREAMSEA (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia), Manuskrip Nusantara, EAP (Endangered Archives Programme), The British Library, Repositori Digital, SOAS (School of Oriental and African Studies), Bibliothque Nationale de France (Paris), dan lain-lain. Ketersediaan naskah dalam bentuk digital tersebut merupakan upaya dari digitalisasi naskah. Manfaatnya mencakup hal-hal seperti mengamankan isi naskah dari kepunahan, pencadangan data melalui penggandaan menjadi lebih mudah (backup data), mudah digali peneliti, dan dapat dijadikan sebagai obyek promosi kekayaan bangsa. Digitalisasi naskah di Indonesia juga merupakan usaha penyelamatan kandungan informasi leluhur  agar dapat dimanfaatkan dan dibaca oleh generasi penerus. (Hendrawati, 2018, hal. 30). Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya tertulis yang mengandung banyak informasi pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat setempat pada masanya yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dijaga agar dapat dipelajari oleh generasi berikutnya (Sudiar et al., 2017, hal. 22). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa mengakses dan membaca naskah digital perlu dilakukan khususnya oleh generasi muda.

Membaca naskah kuno tentu berbeda dengan membaca tulisan biasa yang memiliki tipologi dan penggunaan aksara biasa seperti bahasa Indonesia dengan penulisan huruf latin. Salah satu pembedanya terletak pada penggunaan aksara dan bahasa daerah tertentu sebagai pengantar sehingga memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan aksara dan bahasa daerah. Hal ini sejalan dengan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Permadi, Damiasih, dan Kurniasih terhadap naskah-naskah karya Pangeran Madrais pada tahun 2018. Salah satu simpulannya menyatakan bahwa upaya pelatihan keterampilan baca tulis aksara tradisional khususnya aksara Cacarakan dan Arab Pegon pada masyarakat adat Akur Sunda perlu dilakukan untuk memahami isi naskah. Kajian naskah dilakukan melalui identifikasi kekhasan bentuk aksara dan kosakata khusus sehingga dapat menemukan kandungan isi naskah dan dimanfaatkan oleh masyarakat Akur Sunda sebagai pedoman hidup (Permadi et al., 2018, hal. 192--193). Pemahaman terhadap tipologi, bahasa, dan aksara yang khas dari daerah tertentu ini dapat dipelajari dengan menggunakan berbagai sumber baik secara langsung pada guru atau masyarakat terkait maupun dengan menggunakan informasi lain seperti buku, aplikasi, dan sebagainya.

Salah satu naskah kuno yang dapat diakses, dibaca, dan digunakan sebagai langkah awal memahami aturan tipologi yang khas adalah naskah Wawacan Piwoelang Istri Basa Sunda. Naskah ini tersedia dalam bentuk pdf di laman web Khastara. Naskah berisi kumpulan bait-bait pupuh, berbahasa sunda, ditulis dengan huruf latin sambung, dan ejaan Van Ophuijsen. Naskah terdiri dari 47 bait pupuh Asmarandana, 32 bait pupuh Kinanti, 17 bait pupuh Sinom, dan 3 bait pupuh Dangdanggula. Setiap bait pupuh Asmarandana terdiri dari 7 larik, setiap bait pupuh kinanti terdiri dari 6 larik, setiap bait pupuh Sinom terdiri dari 9 larik, dan setiap bait pupuh Dangdanggula terdiri dari 10 larik. Naskah ini berisi nasihat-nasihat mengenai tata aturan tingkah laku seorang istri dalam berumah tangga. Banyak pesan dan nilai yang terdapat pada setiap bait pupuh. Pesan dan nilai tersebut diantaranya seperti cara seorang istri bertutur kata, menjaga perilaku, menentukan sikap, cara berpenampilan, menjaga kebersihan, menjaga perasaan suami, memilih pasangan hidup, menghadapi persoalan hidup, menyikapi harta benda, dan lain-lain. Nasihat tersebut juga diselingi cerita istri Nabi Muhammad saw. dan cerita Dewi Sar seorang istri sultan sebagai teladan.

Beberapa hal menarik yang akan diulas sekilas pada tulisan ini adalah mengenai fenomena standar kecantikan, peran pemuda, dan keutuhan keluarga. Ketiga hal itu merupakan aspek yang relevan dengan kehidupan perempuan, kaum muda, dan keluarga saat ini. Isu standar kecantikan yang relatif mengacu pada konvensi dan pengakuan masyarakat setempat terhadap fisik sudah tersurat dalam naskah ini. Contohnya pada penggambaran tokoh Dewi Sar yang memiliki budi pekerti baik tetapi tidak berbanding lurus dengan fisiknya. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

Tambah lucu sultan dahmud,

nyaahna tambah saketi,

sukana tambah salaksa,

hanteu pisah beurang peuting...(bait 62)

Semakin lucu/gemas sultan dahmud,

sayangnya bertambah seketi,

rasa sukanya bertambah selaksa,

tidak terpisahkan siang malam....(bait 62)



Rupana g hanteu alus,

sageulisna bangsa kuring,

kitu omongan nu ra...(bait 63)

Rupanya juga tidak bagus,

secantik bangsa kita,

begitu obrolan banyak orang...(bait 63)

Kutipan di atas menunjukkan ketidaksesuaian antara kepribadian dengan bentuk kecantikan fisik atau rupa yang berlaku di masyarakat saat itu. Hal tersebut merupakan fenomena yang masih berlaku saat ini. Perempuan berada dalam bayang-bayang tuntutan pengakuan berdasarkan standar kecantikan dunia dan budi pekerti atau perilaku yang baik. Fenomena mengenai peran pemuda juga dibahas pada naskah ini. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

Nu aranom kudu mikir,

tata polah reujeung adat,

ulah rk katotolojoh,

abong kana eukeur ngora,

kudu had nya ihtiar,

poma ulah rk kalangsu,

jelema kudu meujeuhna.(Bait 13)

Yang muda harus berpikir,

tata pola dan adat,

jangan katotolojoh,

merasa masih muda,

harus bagus dan ikhtiar,

ingat/awas jangan tersesat

manusia harus sewajarnya (Bait 13)

Kutipan di atas menunjukkan peran pemuda diharapkan sebagai sosok yang meujeuhna atau sewajarnya atau pertengahan baik dalam berpikir maupun berperilaku. Pemuda dituntut untuk mengerahkan daya pikir dan daya juangnya untuk membangun dan menemukan jati dirinya. Kata kalangsu merupakan batasan nilai dan moral yang tidak boleh dilanggar. Kalangsu yang berarti tersesat juga merupakan akibat jika pemuda tidak hidup sebagai orang yang meujeuhna. Artinya kalangsu merupakan lawan dari konsep meujeuhna. Adapun konsep mengenai keutuhan keluarga disampaikan secara implisit pada seluruh bagian naskah sehingga mencakup dua fenomena sebelumnya mengenai tata aturan menjadi istri yang baik dan peran kaum muda. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

Kudu reungeukeun ku nyai,

ieu akang rk papatah,

panatana ka carog,

supaya jadi sampurna,

di dunya jeung di ahrat,(Bait 2)

Harus perhatikan oleh nyai,

ini akang akan menasihati,

aturan kepada suami,

supaya jadi sempurna,

di dunia dan di akhirat (Bait 2)

Kutipan di atas menunjukkan hubungan baik yang terjalin antara anggota keluarga yaitu seorang kakak laki-laki atau akang dengan adik perempuan atau nyai. Peran kakak laki-laki sebagai pelindung saudarinya terlihat pada bait nasihat tersebut. Upaya membekali adik perempuan dengan nasihat menjadi istri yang baik menunjukkan bentuk kepedulian, kasih sayang, dan rasa kekeluargaan yang kuat. Terdapat konsep menarik yang ditawarkan pada nasihat tersebut yaitu kesempurnaan dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan kemapanan tokoh kakak laki-laki yang berhasil sebagai pemuda meujeuhna sehingga dapat mendidik adiknya. Pemahaman terhadap kehidupan dunia dan akhirat menunjukkan banyak hal yang merujuk nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Dua hal ini jika diuraikan akan menunjukkan banyak nilai seperti moral, norma, hukum, dan agama. Nilai-nilai ini merupakan indikasi dari kemapanan tokoh kakak laki-laki yang berhasil mengerahkan daya pikir dan daya juangnya untuk hidup. Kemapanan tokoh kakak laki-laki ini tidak terlepas dari peran orang tua sebagai pendidik pertama dan sepanjang hayat. Berikut kutipan yang menunjukkan keberadaan tokoh orang tua.


Reujeung saperkara deui,

nu matak kolot magahan,

tangtu na g aya ba,

kahadan kagorngan,

dipajarkeun kurang warah,

mawa ka bapa ka indung,

padahal gorng sorangan (Bait 28)

Dan satu hal lagi,

yang jadi alasan orang tua menasihati,

tentunya juga ada saja,

kebaikan keburukan,

disangka kurang ajaran,

membawa/menyalahkan ke bapak ke ibu,

padahal buruk sendiri (Bait 28)

Kutipan di atas menunjukkan peran orang tua sebagai pendidik untuk anak-anaknya. Orang tua juga terlihat memahami karakter anaknya sebagai manusia yang tidak luput dari kebaikan dan keburukan. Orang tua juga mengajarkan tentang kesadaran dan tanggung jawab dalam berpikir dan bertindak sehingga tidak mencemari nama baik orang tua. Hal ini menunjukkan eksistensi diri yang dapat berbuat di dalam aturan atau di luar aturan. Nama baik orang tua yang harus dijaga menjadi beban anak-anak agar tidak sembarangan dalam bertindak.

Paparan tersebut tentu bukanlah analisis mendalam terhadap teks naskah. Ulasan terhadap fenomena standar kecantikan perempuan, peran kaum muda, dan keutuhan keluarga hanyalah bentuk apresiasi permukaan isi naskah berdasarkan pendekatan alih ejaan dan alih bahasa. Hal inipun tidak dilakukan secara ketat dan berdasar. Namun, hal yang akan dikedepankan adalah upaya untuk menarik perhatian pengguna internet dan gawai untuk mengakses naskah digital. Tulisan ini hanyalah sebuah percikan air yang diambil dari lautan yang tidak bertepi. Tujuannya tidak lebih tidak kurang hanya untuk mengguggah segelintir kesadaran.


Rujukan

Hendrawati, T. (2018). Digitalisasi Manuskrip Nusantara Sebagai Pelestari Intelektual Leluhur Bangsa. Perpustakaan Nasional RI, 25(4), 24--32.

Permadi, T., Damiasih, E. R. G., & Kurniasih, E. (2018). Penyelamatan Naskah-naskah Karya Pangeran Madrais dengan Teknik Digitalisasi. Manuskripta, 8(2), 183--193.

Sudiar, N., Mafar, F., & H, R. (2017). Dari Pdf Ke Flipping Manuscript: Upaya Kemas Ulang Hasil Katalogisasi Naskah Kuno Melayu di Provinsi Riau. Manuskripta, 7(2), 21--31.

http://www.manassa.id/2020/04/15-situs-penyedia-manuskrip-digital.html

https://khastara.perpusnas.go.id/




Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun