Menghadapi dua lawan seperti ini, Indonesia tidak bisa berharap memiliki banyak peluang. Karena itu, konversi peluang menjadi faktor hidup dan mati.
Setengah Peluang, Satu Gol
Apa itu "setengah peluang"? Bayangkan situasi di mana bola liar jatuh di kaki penyerang di tepi kotak penalti, atau crossing yang terlalu tinggi namun masih bisa disundul dengan ujung kepala. Itu bukan peluang emas, tapi dalam laga melawan tim besar, kesempatan seperti itu bisa jadi satu-satunya cara membuka gol.
Di level elite, banyak tim kecil mengandalkan efisiensi. Yunani menjuarai Euro 2004 bukan dengan serangan masif, melainkan dengan memaksimalkan setiap peluang bola mati. Maroko di Piala Dunia 2022 lolos ke semifinal dengan pertahanan solid dan gol-gol dari situasi setengah peluang.
Indonesia harus belajar dari kisah-kisah itu.
PR Lini Depan Garuda
Masalah finishing Indonesia bukan hanya soal striker. Ada aspek lain yang perlu dibenahi:
Kualitas umpan terakhir: Banyak serangan berhenti karena crossing tidak akurat atau timing lari penyerang tidak tepat.
Keputusan cepat di kotak penalti: Terlalu banyak sentuhan membuat bek lawan punya waktu menutup ruang.
Bola mati: Corner, free kick, bahkan throw-in panjang bisa menjadi senjata mematikan bila dilatih serius.
Patrick Kluivert, pelatih baru timnas, sudah menekankan pentingnya detail semacam ini. Ia tahu, menghadapi tim yang lebih kuat, detail kecil bisa menjadi pembeda.
Dari Uji Coba ke Pertaruhan Nyata
Laga melawan Lebanon seharusnya menjadi pelajaran berharga, bukan alasan untuk pesimis. Lebih baik kelemahan terkuak dalam uji coba ketimbang saat kompetisi resmi. Tim pelatih punya waktu untuk memperbaiki, menajamkan lini serang, dan melatih variasi bola mati.
Tantangan sebenarnya datang 8 dan 11 Oktober nanti. Saat itu, di Arab Saudi, Garuda akan berjumpa dua lawan tangguh. Publik tentu berharap pada kejutan, seperti ketika Indonesia menahan imbang Jepang atau mengalahkan Vietnam di ajang sebelumnya. Namun kali ini, level yang dihadapi lebih tinggi.