Di sinilah pentingnya berhenti sejenak sebelum percaya. Sebuah jeda kecil bisa menjadi dinding pelindung dari kebohongan besar.
Kata kuncinya sederhana: curiga bukan berarti sinis, tapi bijak sebelum menyebar.
Disinformasi dan Dampaknya: Luka Sosial yang Tak Selalu Terlihat
Disinformasi bukan hanya soal salah informasi. Ia adalah strategi --- kadang dibuat untuk menguntungkan pihak tertentu, menggiring opini publik, bahkan merusak reputasi seseorang.
Contohnya bisa kamu lihat setiap kali ada isu politik, bencana, atau wabah. Dalam hitungan jam, muncul ratusan "versi kebenaran" di media sosial. Dan sebagian besar berasal dari akun anonim, grup chat, atau potongan video yang tidak jelas sumbernya.
Dampak hoaks dan disinformasi tidak main-main:
Masyarakat jadi mudah curiga. Kita mulai melihat orang lain bukan sebagai teman, tapi ancaman.
Kepanikan bisa menyebar cepat. Hoaks tentang kesehatan atau bencana sering kali membuat orang bertindak gegabah.
Kepercayaan publik menurun. Ketika berita benar dan palsu bercampur, orang jadi tak tahu mana yang bisa dipercaya.
Luka sosial ini tidak berdarah, tapi terasa. Ia memecah keluarga, memutus persahabatan, dan merusak solidaritas yang dulu kuat di masyarakat kita.
Namun, bukan berarti kita tak bisa melawan. Justru di sinilah kesempatan kita untuk tumbuh --- bukan hanya sebagai pengguna media sosial, tapi sebagai warga digital yang sadar dan berempati.