Mohon tunggu...
Layli Hawa
Layli Hawa Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis opini politik, sosial

opinion writer / bussines woman / pendidik arabic and english language / Islam Fighter

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia #DaruratParafilia

9 Agustus 2020   22:00 Diperbarui: 9 Agustus 2020   22:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia #DaruratParafilia
Oleh : Layli Hawa (Aktivis Dakwah, Pemerhati Sosial)

Istilah fetish mendadak ramai diperbincangkan warganet setelah viral cerita tentang seorang mahasiswa bernama Gilang yang memiliki kesukaan atau fetish melihat pria diikat lalu dibungkus kain. Beberapa korban dari Gilang mengungkapkannya di Twitter.

Menurut penjelasan dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ fetish sendiri didefinisikan sebagai ketertarikan akan sesuatu hal non genital atau non seksual.
Sedangkan menurut psikiater dr. Andri, Sp.KJ, FAPM, mengatakan bahwa fetish yang menjadi sebuah gangguan seks menyimpang masuk dalam kategori parafilia.

"Fetish yang lebih difokuskan sebagai masalah atau gangguan yang terkait dengan parafilia, secara seksual tidak lazim perilakunya. Kalau sudah mengganggu, ada istilah fetish disorder," ujar Andri dalam unggahan di Youtube channel-nya.

Menelisik kasuk Gilang, adalah satu dari kasus-kasus penyimpangan seksual yang marak terjadi. Setelah Lesbian, Gay, Bisex, Transgender, maka sangat mungkin peluang penyimpangan seksual lainnya muncul, seperti Parafilia termasuk Fetish.

Orang-orang pelaku Parafilia biasanya mereka terangsang dengan objek atau benda tertentu. Misal pada kasus Gilang adalah kain jarik. Diantara lainnya bagian tubuh-tubuh yang lazim seperti siku, kaki, rambut, dll.

Islam dalam memandang penyimpangan seksual :

Allah menganugerahkan gharaaiz (naluri-naluri) kepada setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan. Tanpa terkecuali. Bahkan kepada binatang. Namun pembeda manusia dengan binatang yaitu akal yang hanya dimiliki manusia.

Dalam menyalurkan seksual, tentu antara manusia dengan binatang berbeda. Allah ciptakan manusia berpasang-pasangan dalam rangka saling menyalurkan gahrizah nau (naluri melestarikan lawan jenis/seksual) dalam ikatan pernikahan. Tetapi binatang tanpa pernikahan boleh menyalurkan nau-nya secara bebas tanpa ada pengaturan mengikat.

Namun jika dalam penyaluran ini, terkadang manusia tidak menjadikan akal sebagai sumber berfikir untuk melakukan suatu perbuatan sesuai dengan fitrahnya, dan yang terjadi penyimpangan seksualpun marak dilakukan.

Islam jelas mengatur gharizah nau (naluri seksual) beserta dengan seperangkat aturannya. Bahkan dalam hal pemenuhan kebutuhan jasmani. Maka, ketika manusia menggunakan akalnya dalam rangka memahami tatacara pemenuhan tersebut maka ia telah berjalan sesuai fitrahnya. Tapi jika seseorang melupakan akalnya dalam berfikir dan bertindak, maka ia tidak lebih dari seekor binatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun