Mohon tunggu...
Kosmas Lawa Bagho
Kosmas Lawa Bagho Mohon Tunggu... Auditor - Wiraswasta

Hidup untuk berbagi dan rela untuk tidak diperhitungkan, menulis apa yang dialami, dilihat sesuai fakta dan data secara jujur berdasarkan kata hati nurani.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyair dan Eufemisme Kritik Sosial: Esai Puisi "Pajero" Yerem B. Warat

10 Mei 2021   08:23 Diperbarui: 10 Mei 2021   08:43 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ironis memang. "Jalan berlubang" itu menenggelamkan "Pajero" terutama di dalam luka dan sedihnya bahwa pajero dan pemiliknya ada didalamnya. Suatu puisi kritik sosial yang sangat tajam, telanjang diungkapkan secara tersamar, halus dan lembut sehingga penulis membuat judul "Penyair dan Eufemisme Kritik Sosial".

Kritik tajam puisi "Pajero" terus belanjut sebelum menutup puisi ini. Ada banyak orang kaya, berilmu, berwawasan serta kemegahan lainnya, hanya datang ke masyarakat atau rakyatnya apabila ada musim pemilukada, pilgub, pilpres atau pileg. Hal ini terungkap jelas dalam bait puisi Yeremias B. Warat. "Sayang/Mahal-mahal dibayar/Pakai keringat kami di tengah musim/Paling ironis ini/Mendingan di kota saja/Jalannya mulus licin tak berbatu/Bisa sangat lama usiamu dari pada ke kampong sini".

Yerem juga mau mengungkapkan kekecewaannya mendalam sebagai penyair. Dengan sangat halus perasaan, Yerem menulis hai para orang kaya, penguasa lebih baik tinggal di kota saja menikmati segala bentuk kemewahan hasil keringat rakyat dan tidak perlu ke kampong lantaran dirimu akan terluka seperti yang terus kami alami tak pernah tahu, kapan waktu akan berakhir. 

Suara kami hanya tergadai waktu proses pemilihan dan apabila sudah terpilih dirimu akan lupa semuanya siapa pemberi kedaulatan atau kekuasaan itu. Mandat rakyat seperti tenggelam pada arus gelombang lautan atau gelegar bunyi pesawat menghantarmu pulang ke singgasana setelah gelegar pidato-pidato omong kosong pada tenda-tenda yang disiapkan rakyat dengan susa payah, penuh keringat bahkan air mata penyesalan.

Mendingan di kota saja. Tidak usah kunjung rakyat lagi dalam keadaan terluka. Apabila engkau memaksa diri maka engkau akan terkubur juga dalam luka kami. Tinggal di kota, jalannya licin tak berbatu ketimbang ke kampong kami yang bukan hanya jalan tetapi tingkat kesejahteraan yang tercabik-cabik apalagi di tengah pandemi covid yang telah mencabik-cabik kemanusiaan dan kehidupan kami sebagai rakyat. Belum lagi kami rakyat yang jauh dari kekuasaan yang baik.

Kami pun akan mudah memaafkanmu. Kami marah sesaat saja. Apabila musim pemilihan pun tiba, engkau "pajero" yang sama akan datang lagi mengemis suara kami. Kami pun mudah sekali melupakan tindakanmu dulu. Kami melupakan janji-janji surgamu dulu. Kami ikhlas memberi lagi mandat, memberi kedaulatan, memberi kekayaan, kekuasaan kepadamu pajero. "Bila senja mulai tiba/Mampirlah kembali ke kampong hingga ke pondok-pondok/Menjemput suara suara kami lagi/Untuk digadaikan lagi".

Musim pemilihan akan selalu tiba selama lima tahunan. "Pajero" akan selalu setia datang mengunjungi rakyatnya yang terluka. Ada memang yang melakukan tindakan penyembuhan dan sebagian lebih banyak membuat "luka rakyat" semakin menganga, semakin bernanah dan bahkan meninggal dalam kesendirian yang sunyi.

Diharapkan melalui puisi "Pajero" menyadarkan para penguasa, para pemimpin untuk mengabdi sepenuh hati kepada rakyat yang telah ikhlas berulang kali memberikan atau menggadaikan suara kepada pemimpinnya. Semoga semakin banyak pemimpin yang peduli pada luka rakyatnya agar kita semua tidak terjerembab di dalamnya. "Pajero/Terjerembab dalam lubang/Luka kami/Engkau di dalam?".

Memang menurut penulis, penutup puisi ini berkesan tragis. Sangat tragis malah. Rakyat dan pemimpin terjerembab di dalam luka yang sama. Sesungguhnya puisi ini menyiratkan awasan luar biasa kepada siapa saja untuk saling peduli satu sama lain sebab seumpama hukum "tabur tuai". Kebaikan yang engkau semaikan akan dituai dan apabila sebaliknya, akan menuai malapetaka. Bukan hanya rakyat dan pemimpin juga.

Mari kita berjuang bersama.

3. Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun