Mohon tunggu...
Laurentia Liany
Laurentia Liany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang sedang berlatih dalam dunia jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sixbucks Coffee, Sebuah Culture Jamming

28 Maret 2021   14:46 Diperbarui: 28 Maret 2021   15:09 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, produk-produk telah semakin ramai di masyarakat. Mulai dari produk makanan, minuman, mainan, pakaian, dan segala macam jenis dapat dengan mudah kita temukan. Salah satu jenis produk yang sedang marak saat ini adalah minuman kopi. Kopi merupakan minuman yang terbuat dari seduhan biji kopi sangrai. 

Seiring berjalannya waktu dan ketatnya persaingan, minuman kopi semakin beraneka ragam. Ketatnya persaingan juga membuat para pedagang kopi saling memperkuat promosi mereka. Salah satu promosi yang dilakukan adalah dengan cara iklan dan menciptakan logo kopi mereka agar dapat menjadi sebuah identitas produk. 

Salah satu produk kopi yang masih menempati posisi ketenaran adalah Starbucks. Starbucks merupakan salah satu perusahaan multinasional dari Amerika yang menjual produk minuman utamanya berupa kopi.

Adanya iklan membuat suatu produk dapat dengan mudah dikenal oleh banyak orang. Hal itu menjadi sebuah keuntungan positif karena memungkinkan para pemilik dapat menjaring pembeli yang lebih luas. Akan tetapi, terdapat gerakan sosial yang melakukan perlawanan terhadap iklan suatu produk. 

Gerakan ini umumnya ingin mengkomunikasikan anti-konsumtivisme atau anti-korporat yang dikomunikasikan dalam bentuk karya seni yang bersifat 'membelokkan' atau 'menghancurkan' makna pesan iklan asli. Aktivitas ini dikenal dengan istilah culture jamming (Putri, 2011, p. 18 -19).

Culture jamming sudah dikenal sejak tahun 1990-an dengan cara mengubah iklan perusahaan dengan pesan subversif (Madrigal, 2012). 

Culture jamming memiliki beberapa pemahaman yang beragam, seperti: gerakan aktivis sosial politik yang bersifat anti-konsumeris dan bertujuan untuk menentang hegemoni budaya perusahaan dan korporasi kapitalis. 

Pemahaman lainnya adalah upaya yang digunakan oleh gerakan sosial dengan memadukan seni dan aktivisme, misalnya dengan cara memodifikasi dan memanipulasi iklan dan pesan media massa untuk mengganggu atau menumbangkan maknanya (Allgaier, 2017, p. 1). 

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa culture jamming merupakan aktivitas pembuatan ulang iklan dari sebuah perusahaan dengan menghilangkan makna pesan aslinya.

Aktivitas culture jamming kerap kali dijumpai pada perusahaan-perusahaan besar yang sudah mengglobal. Para pelaku culture jamming ini dikenal dengan sebutan culture jammers atau jammers. Salah satu hasil dari para jammers ini adalah 'Sixbucks Coffee'. 

Culture jamming pada judul 'Sixbucks Coffee' ditujukan bagi perusahaan kopi Starbucks. Perlu diketahui bahwa Starbucks merupakan salah satu penjual minuman kopi yang telah mendunia. 

Kopi yang dijual Starbucks terkenal dengan harga-harga selangit, sehingga tidak heran bahwa Starbucks memiliki identitas sebagai 'kopi kalangan atas'. Six bucks sendiri mengacu pada makna $6, mata uang Amerika.

Apabila dilihat, logo jamming yang dibuat oleh jammers itu mengambil logo Starbucks yang identik warna hijau putih dengan gambar putri duyung di tengahnya dan dikelilingi oleh tulisan "Starbucks Coffee". 

Logo ini kemudian dijamming dengan mengganti kata 'Starbucks Coffee' menjadi 'Sixbucks Coffee' disertai mahkota putri duyung yang diganti dengan warna emas berkilau. Selain itu, ditambahkan pula gambar dollar yang merepresentasikan uang atau keuntungan yang didapat oleh perusahaan Starbucks.

Dari iklan ini dapat dilihat bahwa para jammers merasa bahwa Starbucks menjual produk mereka dengan harga yang terlalu tinggi, yaitu $6, untuk secangkir kopi. Maka dari itu mereka memanipulasi logo original yang dimiliki oleh Starbucks dengan logo yang mereka buat. Logo ini bersifat menyindir perusahaan Starbucks dengan mengkomunikasikan bahwa perusahaan Starbucks mengambil keuntungan yang tinggi dan memberikan harga yang kurang ramah di dompet.

Daftar Pustaka

Allgaier, J. (2018). Culture jamming. The SAGE International Encyclopedia of Mass Media and Society. Dilansir dari https://www.researchgate.net/publication/326600094_Culture_Jamming

Madrigal, A.C. (16 Mei 2012). The new culture jamming: how activists will respond to online advertising. Dilansir dari https://www.theatlantic.com/technology/archive/2012/05/the-new-culture-jamming-how-activists-will-respond-to-online-advertising/257176/

Putri, L.A. (2011). Culture jamming VS popular culture. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1): 17-33. Dilansir dari https://doi.org/10.24002/jik.v8i1.179

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun