Mohon tunggu...
Laurens Siahaan
Laurens Siahaan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bagi saya, menulis adalah suatu hobi, kutukan, dan pembelajaran bagi diri sendiri. Selain seorang yang pendiam dan tidak mau dibohongi dalam segala hal, saya juga senang berdiskusi. Bertolak belakang dan kontroversial, bukan?! Itulah saya. Mari berkomunikasi dan berdiskusi bersama dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebuah Perjalanan

1 Januari 2011   12:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:04 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari mengetuk jendela kamarku, sinarnya menyapa ramah ke peraduanku. Kuseret langkah menuju jendela kamar untuk menjumpai pagi. Aku begitu mencintai pagi, terlebih pagi ini. Sabtu, 21 Mei 2005. Tanggal yang mengingatkanku akan sebuah misi. Misi yang telah kujalani selama lima tahun terakhir, sebuah misi untuk merayakan eksistensiku di dunia ini. Aku berjalan menuju taman Puspa Widya[1] di ujung utara Boulevard. Tempat aku sering menghabuskan waktu untuk berdialog, baik dengan orang lain atau dengan diriku sendiri. Mahasiswa-mahasiswi sering menyebutnya dengan taman PW, sebab lebih enak mengucapkannya. Tak hanya itu, terbawa oleh euforia Jakarta yang suka plesetan, PW diganti kepanjangannya menjadi "Posisi Wuenakk". Rumput hujan, pohon-pohon rindang dan pohon-pohon sejuk menyediakan posisi yang nyaman bagi mahasiswa untuk ngobrol, diskusi, atau bahkan pacaran. Setelah menemukan sudut favoritku, aku mulai membuka laptopku dan mulai menulis. . . . Oops, hari ini ulang tahunku yang ke-21. Happy Birthday, Lorens!!Sudah 21 tahun aku menebar harapan dan impian, menjaring tawa dan duka. Sebuah perjalanan hidup yang tak kuanggap gampang. Empat tahun terakhir merupakan fase terpenting dalam hidupku. Walaupun tidak adil, tapi semua itu akan ditentukan minggu depan dalam ujian terakhirku. Apakah aku berhasil atau tidak? Tak dapat disangkal, ruang dan waktu telah membentukku. Ruang, di mana orang yang menjadi bagiannya dengan gagah menyebutnya UI. Siapa aku? Sampai di mana aku? Akan kemana aku? Itu yang akan kujawab sekarang. Aku menyusuri boulevard untuk menuju area parkir I di fakultas. Tempat mahasiswa meletakkan kendaraan bermotornya sebelum memasuki kawasan UI yang bebas polusi. Untung saja, jalan-jalan siangku terbantu pohon-pohon rindang di sepanjang boulevard. Jadinya aku tidak sempat marah-marah karena matahari . . .tapi entah kenapa matahari di daerah UI lebih ramah? Tak terasa hari makin siang. Taman PW semakin ramai. Sudut-sudut mulai sesak ditempati sekelompok mahasiswa. Diskusi-diskusi kecil dimulai. Tapi yang menyita perhatianku adalah sebuah sudut di bagian utara taman di bawah pohon sawo, sepasang muda-mudi nampak asyik ngobrol. Orang awam mungkin menyebut mereka sepasang kekasih, tapi itu tidak berlaku di taman ini. Kami akan mengatakan mereka sedang berdiskusi, setidaknya diskusi tentang hubungan mereka. Ahh, mengingatkanku pada kisah cinta-cintaku di UI. *** Cinta mengetuk pintu kamarku pagi ini . . .semalam aku memang tidur sambil mengantungi senyum. Sekilas dalam memoriku, pertemuanku dengan seorang gadis di halte bus fakultasku. Aihh . . . mataku tak busa lepas darinya, pemandangan sejuk nan hijau di sekitar UI tergantikan oleh postur langsing seksi sawo matang. Bahkan ketika melewati daerah yang tidak sedap aku malah melupakan ritual menutup hidung. Pertemuan-pertemuan sepihak (sebab hanya aku yang merasakannya) terjadi beberapa kali di dekat fakultasku. Mungkin dia anak pascasarjana ilmu politik. Parasnya yang cantik dan dewasa memperkuat dugaanku. Pertemuan tak terduga terjadi di gedung perpustakaan. Tampaknya kali ini aku harus berterima kasih pada dosenku yang memberi tugas membuat paper. Ruang-ruang dengan lebih dari 900.000 buku dan tenaga komputer yang canggih, selama ini menakutkanku. Begitu sunyi dan dingin. Tapi kali ini semua berubah, ruang dengan jendela-jendela besar menjadi nampak hangat, sehangat senyum yang terlontar darinya ketika kami tak sengaja bertemu pandang. Aku tak tahu siapa dia lagipula aku tak ingin. Aku sudah cukup senang dengan kehadirannya yang mewarnai bulan Mei-ku . . . Sampai sekarang aku tak tahu siapa dia. Sudahlah. Itu hanya bagian pertama dari kisah cintaku. Masih ada tiga babak lagi sebelum aku bertemu dengan pacarku yang sekarang. Pacarku sekarang adalah mahasiswi pascasarjana Sastra Indonesia, majoring politik dan sastra. Kami tak sengaja bertemu di selasar gedung 9, tempat mahasiswa melarikan diri dari kegiatan akademis kampus. Mahasiswa busa sepuas-puasnya menyalurkan hobi mereka. Dia kebetulan ikut klub musik, sedangkan aku ikut klub puisi. Nampaknya intervensi kelembagaan membantu merangkai pertemuan-pertemuan kami. Momen Festival Puisi dan Musik Internasional menjadi prolog hubungan kami. Sampai sekarang aku masih berhubungan dengannya dan aku menikmatinya. Hari sudah menjelang sore, beberapa mahasiswa sudah mulai beranjak dari taman PW. Sedangkan aku masih sendirian, masih mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku tadi. Lampu-lampu disekitar taman mulai menyala, walaupun tak seterang lampu di  kawasan boulevard yang menerangi gedung Balairung dan sekitarnya, aku masih bisa melihat berkas-berkas di laptopku. Kali ini aku kembali tersenyum aneh. Munculnya bulan di langit menandakan aku harus menyudahi ritualku. Hanya beberapa orang saja yang menghiasi taman ini, selebihnya adalah orang yang lalu lalang menggunakan sepeda. Aku segera bangkit menyusuri taman. Entah kenapa aku merasa dingin dan kesepian. *** Ruang kelas, April 2005 Endnotes [1] Sebuah Taman di Yogyakarta. [caption id="attachment_82805" align="alignleft" width="420" caption="image from Google and Blogs."][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun