Mohon tunggu...
Latif Nur Janah
Latif Nur Janah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis dan membaca

Banyak makan, banyak tidur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Level Bahagia Tertinggi

30 Desember 2020   22:59 Diperbarui: 30 Desember 2020   23:33 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya sering membaca kalimat, 'Bahagia itu sederhana'. Mungkin beberapa orang setuju, namun bagi saya tidak. Sesederhana apa pun bahagia itu, ia terlahir dari banyak proses. Misalnya, seseorang merasa bahagia jika makan enak. Tetapi tentu makanan enak tidak akan datang sendiri. Dimasak dengan jerih payah kokinya, dibeli dengan harga yang barus dibayar, diantar dengan jasa pesan antar, misalnya. Atau seseorang bahagia jika bisa membeli baju baru. Kita tahu, baju tak akan jadi dengan sendirinya tanpa kerja keras penjahit, jerih payah pedagang, sampai akhirnya jatuh ke tangan pembeli.


Berangkat dari definisi itu, saya menganggap bahagia bukan tentang apa yang kita dapat, melainkan apa yang bisa kita beri. Memberi berarti berbagi. Membagi milik kita kepada orang lain. Itu artinya, ada perasaan rela yang menyebabkan sesuatu berpindah dari kita. Apalagi jika sesuatu itu berwujud rasa bahagia itu sendiri. Tentu akan sangat membahagiakan.


Bagi saya, bahagia bukan sebuah pilihan, melainkan tujuan. Saya akan melakukan apa pun untuk membuat saya bahagia, termasuk untuk membagi bahagia itu kepada orang lain. Karena bagi saya, bahagia adalah ketika kita melihat orang lain bahagia. Orang lain itu, tentu dimulai dari orang terdekat seperti orang tua atau saudara.


Mengambil Sikap

Setiap orang pernah dihadapkan pada kondisi atau situasi tertentu. Kita sering kali dihadang rintangan saat ingin mencapai sesuatu. Begitupun saat kita bersepakat untuk membagi kebahagiaan kita pada orang lain. Sudah ikhlaskah kita? Sudah siapkan kita untuk dinilai baik atau buruk oleh orang lain? Sudikah jika kebahagiaan kita dibagi begitu saja tanpa embel-embel balas jasa?

Pertanyaan seperti itu sering muncul, bahkan dalam diri saya sendiri. Saat itulah kita dituntut untuk berani mengambil sikap. Membagi kebahagiaan memang perlu didasari perasaan yang tulus karena dengan perasaan itulah sejatinya bahagia bisa terasa lebih dalam.

Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, banyak orang mendefinisikan jika bahagia itu tercapai jika terpenuhi semua keinginan dan kebutuhan. Sementara kita tahu bahwa keinginan manusia itu tiada batas. Kita luput bahwa hal sekecil senyuman saja bisa membuat orang lain bahagia jika dilandasi rasa tulus ikhlas. Sikap yang bijak tentu sangat membantu akan tercapainya sebuah kebahagiaan seperti halnya yakin bahwa ada sebagian kecil milik orang lain di dalam setiap kebahagiaan yang kita rasakan.

Bersyukur

Hal kedua yang bisa dilakukan untuk mencapai kebahagiaan adalah bersyukur dengan apa yang sudah kita capai. Jangan melulu melihat orang lain. Semua itu 'sawang sinawang', tergantung bagaimana memandang. Banyak orang yang lebih tinggi dalam hal apa pun dari kita, namun juga banyak orang yang berada di 'bawah' kita. Jika kita berpikir bahwa memberi harus saat  dalam keadaan berlebih, maka level kebersyukuran harus dipertanyakan.

Jangan hanya melihat sebuah pencapaian, namun lihatlah untuk apa pencapaian itu. Dari situ, kita bisa merasa atas apa yang telah kita miliki dan untuk apa kita ada. Tentunya untuk bermanfaat bagi orang lain. Jika pun tak banyak memberi manfaat, setidaknya jangan merugikan atau merepotkan orang lain.


Selalu Berpikir Positif dan Berbuat Baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun