Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Mayat-mayat Mengelilingi, Membiaskan Hampa

17 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 17 Oktober 2018   06:25 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Calvin resah, sungguh resah. Pagi ini ia harus menjalani kemoterapi kedua. Sisa rasa optimisme pasca kemoterapi pertama tak cukup mengobati. Tuan Effendi, Nyonya Rose, Revan, dan Silvi selalu menemani.

"My Dear Calvin, apa kamu takut?" tanya Tuan Effendi.

Tidak, ia tidak boleh takut. Adica melangkah mantap memasuki ruang tunggu. Berbaur dengan pasien lainnya. Ia layangkan pandang ke sekeliling ruang putih penuh barisan kursi besi itu. Tak sulit membedakan mana pasien dan pengantarnya. Wajah-wajah pasien menampakkan ekspresi kesakitan. Para pengantarnya memiliki raut wajah beragam: sebagian sedih, sebagian termenung, sebagian datar, sebagian lagi sangat sabar. Aroma darah, dahak, dan peluh menunggang udara. Adica merinding seketika. Ia tak tahan, tak pernah ia ke sini sebelumnya.

"Aku akan tahan rasa sakit sebisaku..." lirih Calvin.

Revan dan Silvi terpaku. Mereka menyiapkan hati melihat hal terburuk. Genggaman tangan Tuan Effendi tak lepas juga. Nyonya Rose membungkuk, mengecup kening putra tunggalnya.

"Calvin, apa yang bisa membuatmu lebih rileks sebelum kemoterapi?"

Bernyanyi dan bermain musik. Ya, ia harus melakukan dua hal itu di tengah antrean yang mengular dan ketegangan menunggu dokter. Perlahan Adica bangkit. Dilangkahkannya kaki ke taman rumah sakit. Tak peduli dengan mesin otomatis yang terus menggulirkan nomor antrean pasien.

Adica memainkan biolanya. Di ruang rawat VIP, Calvin bangkit pelan-pelan dari ranjang dan mulai memainkan grand piano. Intro mengalun merdu dari gesekan biola. Nada-nada indah berdenting oleh piano putih. Adica dan Calvin menyanyikan lagu yang sama, di tempat berbeda.


Kupejamkan mata ini

Mencoba tuk melupakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun