Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Angpau Lebaran Anak, Budaya Materialistis, dan Komersialisasi

11 Juni 2018   03:48 Diperbarui: 11 Juni 2018   04:00 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lebaran sebentar lagi. Begitu kata Afgan, Andien, dan Giring Nidji dalam lagu mereka. Ya, benar. Lebaran tinggal empat hari lagi. Tak terasa ya. Dan bulan Ramadan akan segera berakhir...hmmmm sedih. Kalau Young Lady sih sedih.

Makin dekatnya hari Lebaran, makin banyak yang harus disiapkan. Ada saja ini-itu yang disiapkan jelang hari kemenangan. Salah satunya, menukar uang agar bisa memberikan uang untuk anak-anak di hari raya.

Nah, ini. Fenomena yang menarik untuk dikupas dengan cantik.

Ayo, jawab dulu para Kompasianers. Kalian yang sudah jadi ayah, ibu, Auntie, Uncle, yang punya anak or keponakan, apakah kalian memberikan uang untuk anak/keponakan di hari Lebaran? Kalau tidak, bagus. Kalau iya, coba pertimbangkan lagi untuk memberikannya Lebaran tahun ini.

Sebenarnya, baikkah memberikan uang pada anak di hari Lebaran? Ataukah ini pilihan yang buruk? Sebelum kita menilai baik atau buruk, perhatikan dulu hal-hal ini.

  1. Uang di hari Lebaran mengajarkan anak budaya komersial dan materialistis

Eits, bukan maksudnya menggeneralisir ya. Tapi ini benar-benar terjadi. Waktu itu, Young Lady masih kecil. Young Lady cantik punya sepupu yang terpaut usia 2 tahun. Ibunya, yang berarti Auntienya Young Lady, maaf...bisa dibilang agak matre. Sudah sering terbukti beberapa kali, dari caranya mendekati ipar-iparnya yang kaya. Celakanya, sifat materialistis itu ia turunkan pada sepupu Young Lady sejak masih anak-anak. Ketika tiba Eid Mubarak, ia ajak sepupu Young Lady bersilaturahmi dari rumah ke rumah, lalu akhirnya berkumpul di rumah induk keluarga besar. Setelah bermaafan, si Auntie berkata,

"Fitrahnya mana? Uang merah dan birunya mana?"

Jelas saja anggota keluarga yang lebih dewasa dan sudah berpenghasilan jadi tidak enak. Lebih-lebih sepupu Young Lady itu mengulurkan tangannya. Ia tidak menurunkan tangan sebelum mendapat uang. Padahal ia masih kecil.

Kejadian tersebut terus berulang. Sepupu Young Lady jadi tidak mau bersilaturahmi kalau tidak ada angpau Lebarannya. Wow wow wow, sejak kapan anak-anak yang polos dan innocent menjadi komersial? Kesucian nilai hari raya Eid Mubarak harus ternoda oleh budaya materialistis dan komersial. Haruskah nilai silaturahmi dihitung dengan uang? No way.

Jika membiasakan anak diberi uang saat Lebaran, yang ditakutkan mereka bisa menjadi materialistis. Anak hanya mengukur nilai silaturahmi sebatas nominal uang saja. Tak ada uang, tak mau silaturahmi. Tak sepantasnya anak yang masih kecil sudah diperkenalkan budaya materialistis macam itu.

  1. Motivasi yang salah

"Nanti kalau puasamu full, Ibu kasih uang pas Lebaran."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun