Pagi ini begitu dingin dan berkabut. Rinai gerimis turun perlahan. Wangi tanah naik ke udara, mengirimkan kesejukan bercampur kesuraman.
Entah kebodohan atau kenekatan. Di pagi yang suram itu, Syifa turun ke halaman. Menengadah, menghadapkan tangannya ke langit. Air matanya turun bersama air hujan.
Sepi mencengkeram jiwa wanita sosialita yang kesepian itu. Gaun mewah berwarna fushia dan berhias mutiara di bagian dadanya, cincin berlian mahal yang melingkar di jari manisnya, dan hairpiece putih bermotif kepingan salju di rambutnya. Tampilan mewah itu tak menjamin bahagia di hatinya. Buat apa kaya-raya tapi tak bahagia? Buat apa menikah lagi, bersuamikan pengusaha super kaya dan super tampan, namun tanpa berlandaskan cinta?
Seseorang memeluknya dari belakang. Wangi Blue Seduction Antonio Banderas menyerbu hidungnya. Syifa mengenali wangi khas itu, berikut pemiliknya. Helaan nafas pria itu menyapu lehernya.
"Kenapa berdiri di sini, Syifa? Kauingat Adica lagi?"
Hati Syifa bergetar. Air matanya meleleh. Ia berpaling, menghadapkan wajahnya ke wajah tampan itu. Wajah luar biasa rupawan yang mengingatkannya pada suaminya di masa lalu.
"Kamu berbeda dengan dia, Calvin." desah Syifa.
"Maaf, aku bukan Adica. Dan aku tidak bisa jadi seperti dirinya."
Syifa mengangguk pelan. Tangan Calvin terulur. Lembut menghapus air mata istrinya.
"Kamu tidak ke kantor?" Syifa mengalihkan pembicaraan.
"Nope."