Akhirnya Young Lady bisa menulis dengan cantik setelah absen selama 3 hari. Rasanya kangen Kompasiana, dan kangen juga sama Kompasianers lainnya.
3 hari ke belakang disibukkan dengan field trip dan penelitian. Cukup banyak hal berkesan yang didapatkan. Kemudahan dalam melakukan observasi. Para responden yang begitu cepat diajak bekerjasama.
Sejak awal semester, saya ditunjuk oleh dosen dan teman-teman untuk menjadi ketua salah satu tim penelitian. Project penelitian ini berlangsung dari awal sampai akhir semester. Saya tak menyangka bisa terpilih sebagai ketua. Ini amanah bagi saya. Sebuah amanah harus dijalani dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Begitulah prinsip saya.
Tak ingin setengah-setengah, saya pun memilih anggota tim yang pintar dan kompeten. Tiap ketua tim diberi hak prerogatif untuk memilih anggota timnya. Tanpa ragu, saya memilih beberapa mahasiswa pintar dan bertanggung jawab. Finally, saya pilih mereka.
Penelitian berjalan lancar. Mereka bukan hanya anggota tim yang pintar dan bertanggung jawab. Ternyata mereka cukup baik. Kebetulan anggota tim itu lelaki semua, sedangkan saya sebagai ketuanya, satu-satunya perempuan dalam tim itu. Canggung? Tidak. Keberatan? Sama sekali tidak.
Ketika tim lainnya masih bersantai, tim saya sudah mulai bergerak untuk observasi. Allah memudahkan urusan kami. Responden-responden yang kami jadikan objek penelitian begitu baik dan wellcome. Mudah diajak bekerjasama. Salah satu respondennya, seorang wanita berusia 55 tahun, begitu baik dan simpatik pada saya. Ibu yang sudah tua tapi penuh semangat itu mengelus pipi dan dagu saya sambil berkata,
"Sayang...anakku cantik, pintar, semoga kamu sukses ya. Semoga terkabul cita-citanya."
Saya hanya tersenyum cantik. Anggota tim saya mengaminkan. Anehnya, beberapa kali saya dikira Non-Muslim. Mengapa begitu, entahlah saya tak tahu.
Layaknya Princess di antara para Prince Charming, saya rileks saja berjalan di tengah mereka. Anggota tim saya terdiri dari pria-pria tampan dan charming. Kualitas ketampanan dan kedewasaan mereka jauh lebih tinggi dari teman-teman sekelas saya. Saya memang tak salah pilih. Wajar kan kalau saya selektif?
Saat itulah kami mulai mengobrol dari hati ke hati. Saya tahu banyak tentang mereka. Semakin mantaplah hati saya terhadap pilihan yang telah saya buat sendiri. Mereka bukan mahasiswa biasa. Ada yang sudah berbisnis cafe, mendirikan wedding organizer, memiliki production house, bisnis online, menjalani program double degree, dan menjadi barista. Si barista dan pebisnis cafe inilah yang mengingatkan saya pada mantan kekasih. Dibandingkan mereka, saya bukan apa-apa. Namun mereka ternyata tahu siapa saya. Mereka memperhatikan kegiatan, aktivitas, project, organisasi, dan karya yang pernah saya buat.
Kesempatan ini tak sedikit pun saya sia-siakan. Saya lihat aura mereka. Mata hati bergerak menembus relung hati. Aura mereka terpancar kuat dan mengesankan. Sekali lagi, pilihan saya tidak salah.