Mohon tunggu...
LATHIFIA AZIZAH
LATHIFIA AZIZAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

hi, semoga membantu!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kendali Diri Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini Perspektif Neurosains

26 Juli 2023   10:07 Diperbarui: 26 Juli 2023   10:12 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Khandira Nadya S

2200002016

2200002016@webmail.uad.ac.id

PENDAHULUAN

Perkembangan individu sejak masa konsepsi hingga masa tua tidak terlepas dari proses dimana otak berkembang menjadi pusat kendali perilaku dan proses mental. Meskipun perkembangan juga terkait dengan pertumbuhan dan kedewasaan fisik, namun dari sudut pandang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental, mempelajari perkembangan fungsi otak sangat penting untuk memahami bagaimana seseorang mengembangkan kualitasnya sebagai pribadi. Sampai saat ini pertanyaan tentang perkembangan fisik dan kematangan menjadi fokus untuk memahami perkembangan individu. Pengaruh perkembangan fisik individu terhadap pembentukan perilaku telah diteliti dalam berbagai kajian psikologi perkembangan. Peneliti evolusi berfokus pada perkembangan fisik, yang menjelaskan bagaimana bagian-bagian tubuh manusia menentukan perilaku (Susanti, 2021).

Pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya sesuai dengan  norma-norma tertentu, seperti moralitas, nilai-nilai, dan aturan sosial, sehingga menghasilkan perilaku yang positif. Ini dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan perilaku positif sendiri. Kemampuan pengendalian diri perlu memegang peranan penting dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya untuk mengembangkan pengendalian diri yang matang, karena pada saat itu seseorang perlu menekankan perilaku baru dan mempelajarinya dengan baik. Dengan demikian, pengendalian diri didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatur, mengarahkan, mengatur, dan mengendalikan perilaku yang dapat menimbulkan konsekuensi positif, dan potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan individu selama proses kehidupan, termasuk menghadapi situasi. lingkungan Pengendalian diri sangat penting bagi individu. Individu sebagai makhluk sosial yang hidupnya saling bergantung satu sama lain. Selain itu, setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda untuk memenuhi kehidupannya, mulai dari kebutuhan dasar hingga kebutuhan tertinggi manusia yang ingin dipenuhi secara memadai sesuai dengan harapannya. Oleh karena itu pengendalian diri merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Pengendalian diri secara sederhana dapat diartikan sebagai pengendalian terhadap diri sendiri.
 
Dalam perspektif neurosains, pengendalian diri berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengelola emosi, perilaku, dan impuls mereka. Hal ini melibatkan fungsi sistem limbik di otak, terutama peran amygdala dalam mengendalikan emosi dasar seperti marah, takut, dan senang. Anak usia dini biasanya memiliki kendali diri yang terbatas karena bagian otak yang berkaitan dengan kendali diri, seperti korteks prefrontal, masih dalam tahap perkembangan. Pentingnya pembelajaran pengendalian diri pada anak usia dini adalah untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan untuk mengatur emosi mereka, berpikir secara rasional, mengendalikan impuls, dan membuat keputusan yang tepat. Beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan meliputi pendekatan bermain yang mendukung pengalaman sosial, mengajarkan teknik relaksasi sederhana, dan memberikan perhatian pada pentingnya berkomunikasi secara efektif.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kajian literatur. Sumber informasi berupa buku, artikel dan majalah serta informasi penting dan berkualitas tinggi digali dari literatur.
 
PEMBAHASAN
Otak adalah salah satu organ manusia yang paling penting dan kompleks. Otak memiliki kemampuan untuk mengendalikan semua indra manusia. Menurut Agus Nggermani (2001), setidaknya ada sembilan sub komponen di dalam otak. Neocertex adalah lapisan terluar dan hanya dimiliki oleh manusia.Dimana lapisan ini memungkinkan orang untuk membaca, menulis, belajar bahasa, berhitung, melukis, dll. Corpus callasum yang menghubungkan belahan kiri dan kanan neokorteks. otak kecil (otak kecil) mengatur gerakan dan gerakan refleks. otak reptil bagian terdalam dan meningkatkan rasa aman, takut dan mengatur pernapasan, sirkulasi darah, detak jantung, pencernaan, dll. Kesadaran Hippocampus terhubung ke memori, dan amigdala bertanggung jawab untuk itu mengatur emosi, kelenjar hipofisis mengatur hormon, hipotalamus mengontrol, Hormon (jenis kelamin, tekanan darah, suhu tubuh dan rasa haus) dan thalamus mengaktifkan sensor sensorik.
 
           Kendali diri adalah kemampuan mencegah tingkah laku yang ada pada diri seseorang yang menurut kata hati atau semuanya. Menurut chaplin kendali diri adalah kemampuan untuk mendorong tingkah laku sendiri, kemampuan untuk melewati rintangan impuls-impuls atau tingkah laku impulsive. Kendali diri merupakan seuatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca suasana dalam diri sendiri dan suasana pada lingkungan, selain itu juga mampu mengendalikan dan mengelolah faktor pada perilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi, juga guna untuk kemampuan mengontrol perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, dan selalu menjadi conform dengan orang orang lain dan menutupi perasaannya.
 
Neurosains adalah sistem pembelajaran yang mempelajari sistem saraf. Neurosains adalah disiplin yang mempelajari sistem saraf, khususnya otak. Ilmu saraf mempelajari otak dan pikiran. Neuroscience dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang terkandung di dalam otak dengan perilaku yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan sedemikian rupa sehingga setiap perintah yang diproses oleh otak mengaktifkan area-area penting yaitu otak. Sistem saraf otak adalah bagian fisik dari pembelajaran manusia.
 
Pengendalian diri juga dapat diartikan sebagai proses pengendalian fisik, mendal, dan perilaku individu. Pada akhirnya perilaku indivu merupakan siklus yang membentuk diri sendiri, sebagai kursus kebijakan yang memiliki beberapa bagian. Dalam neurosains, kendali diri berpusat pada sistem limbik, sistem limbik ini berada di bagian dalam otak, tepatnya di bawah korteks serbal dan di atas batang otak. Pada sistem limbik khususnya amygdala yang mengendalikan rasa marah, sedih, takut, nikmat, cinta, terkrjut, dan jengkel. Kendali diri menurut neurosanis yaitu dapat dilakukan dengan relaksasi, meditasi, yoga, atau yang lainnya. Dan menurut Goleman, jika relaksasi dilakukan secara teratur maka daoat menyetel ulang amygdala sehingga tidak mudah terprovokasi oleh suasana yang gawat, genting, dan darurat. Relaksasi bisa memicu saraf yang mampu memulihkan diri dari pembajakan amygdala. Yang di maksud dengan sistem limbik adalah kumpulan sel otak yang mengatur dalam pemprosesan emosi, mempro, dan perilaku. Sistem limbik ini memiliki fungsi yaitu, (1) mengatur emosi seorang, (2) membentuk untuk menyimpan memori atau ingatan, (3) sangat berperan dalam proses belajar, (4) terlibat pada respon tubuh saat stress,(5) membantu mengatur sistem saraf otonom, yaitu yang mengontrol fungsi tubuh  yang tidak disadari. Sistem limbik ini adalah panel kontrol yang utama untuk menggunakan informasi  dari indra pengeliatannya, pendengaran, sensasi tubuh, indra peraba sebagai inputnya.(Primasari & Supena, 2021)
 
Amygdala merupakan bagian dari sistem limbik yang berbentuk seperti kacang almond, amygdala ini terletak pada bagian sebelah hippocampus. Hal ini juga berperan dalam mengaitkan emosional dengan ingatannya. Amygdala tumbuh dan bisa mencapai puncak perkembangannya sebelum usia 4 tahun, karena pada usia di bawah 4 tahun akan merasakan sensasi dan rangsangan yang paling menangkap, di kondisidasi dan disimpan  adalah sensasi -- sensasi yang bersifat emosional. Selain itu amygdala beroeran dalam membentuk ingatan yang baru, terutama berhubungan dengan rasa takut. Memori rasa takut ini kemudian memicu perilaku untuk menghinda ketika terjadi sesuatu yang memicu pada rasa takut tersebut. Sedangkan kendali diri menurut pandangan al-qur'an adalah kendali diri yang dapat dilakukan dengan duduk, berbaring, wudhu, solat, sabar, melatih diri, penyucian diri, dan puasa.
 
 
Salah satu pengendalian diri pada anak yaitu menggunakan metode melalui latihan toilet traning. Menurut Hidayat, toilet training adalah upaya untuk mempersiapkan anak agar anak memiliki kemampuan untuk mengontrol buang air besar dan kecil. Pelatihan toilet training adalah kecerendungan untuk mempersiapkan anak untuk buang air, latihan ini dapat dilakukan sejak anak umur 18 bulan hingga 3 tahun. Metode ini diajarkan oleh orang tua dan guru, ini juga mengajarkan anak untuk menjalani hidup yang sehat dan bersih  Oleh karena itu toilet training sangat penting untuk diterapkan kepada anak.
 
Pentingnya pendidikan karakter sejak dini mempengaruhi pola kehidupan di masa depan, sebagaimana dikemukakan Piaget bahwa ada masa keemasan yang menandai puncak perkembangan anak. Hal ini penting, karena selama ini anak bisa dilatih berbuat baik sesuai dengan kebiasaan dan karakter orang tuanya. Piaget menemukan bahwa anak-anak antara usia 0 dan 6 mengakui keberadaan aturan meskipun ada kontradiksi, itulah sebabnya Piaget menyebut tahap perkembangan awal moralitas heteronom, atau tahap realisme moral. Heteronomous berarti tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh orang lain, jadi melanggar aturan mungkin secara otomatis mengarah pada hukuman. Sudut pandang ini senada dengan penelitian neuroscientific yang menjelaskan bahwa perkembangan otak anak usia 0 sampai 5 tahun bekerja sebagai alam bawah sadar yang melingkupi perilaku, kebiasaan dan kreativitas dalam kaitannya dengan pembentukan karakter, sehingga usia dini merupakan usia yang tepat untuk memperoleh karakter. Mengintegrasikan pendidikan karakter sejak usia dini dengan pengetahuan neurosains dan teori perkembangan seperti yang diajukan oleh Piaget, akan memberikan fondasi yang kokoh bagi anak-anak dalam menginternalisasi nilai-nilai etika, moralitas, dan perilaku yang positif. Dengan demikian, mereka akan lebih siap menghadapi kompleksitas kehidupan di masa depan dan berkontribusi positif bagi diri mereka sendiri serta masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter yang dimulai sejak dini akan membantu membentuk pribadi yang berintegritas, bertanggung jawab, dan berempati, yang merupakan aset berharga bagi masa depan bangsa.
Dalam peneliti psikologi, pembagian usia anak usia dini adalah tahap infant, yaitu sejak bayi sampai usia 3 tahun. Tahap ini merupakan tahap penyesuaian dimana janin menjadi bayi ketika dilahirkan dalam kandungan. Di sinilah panca indera berperan. Organ tumbuh dan berkembang dengan sangat cepat. Kasih sayang orang tua terutama ibu sangat umum karena pada tahap ini masih membutuhkan Air Susu Ibu (ASI) sebagai makanan pokok. Selain itu, bayi pada usia ini membutuhkan seseorang (ibu) yang selalu bersamanya dan belajar mengembangkan keterampilan motorik seperti belajar, merangkak, duduk, berjalan, dan bermain sebelum berusia 11 bulan. Pada tahap ini anak masih fokus pada orang tua dan keluarganya, namun keinginan untuk berinteraksi sosial mulai tumbuh, dan pada tahap ini anak ditandai dengan kemandirian dan pengendalian diri. Meskipun masih membutuhkan keluarga, anak membutuhkan lingkungan tempat mereka dapat bersosialisasi, sehingga anak pada usia ini dapat bergabung dengan kelompok bermain. Tujuan dari kelompok bermain ini adalah untuk membuat anak-anak terikat dengan teman sebayanya. Bermain dapat mengaktifkan kemampuan psikomotorik dan kepribadian anak serta bermanfaat. Delapan tahun pertama merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, dan masa ini disebut sebagai masa emas. Hanya ada satu waktu emas dalam hidup seseorang, dan itu adalah masa kanak-kanak. Hal ini tampak dari hasil studi neurologi oleh Benjamin S. Bloom, pakar pendidikan dari University of Chicago di Amerika Serikat. Ia menemukan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 sampai 4 tahun adalah 50% sebelum usia 8 tahun. (Fitri, 2017).

Otak seorang anak memiliki miliaran neuron saat lahir, tetapi banyak di antaranya hilang setelah lahir. Ketika otak menerima rangsangan baru, ia mempelajari sesuatu yang baru. Stimulus menyebabkan neuron membuat koneksi baru untuk menyimpan informasi. Sel-sel yang menyimpan informasi ini berkembang dan juga dapat menghasilkan hormon yang diperlukan untuk perkembangan anak. jika tidak distimulasi atau mati tanpa distimulasi. Stimulasi yang terus menerus dan teratur memperkuat hubungan antara saraf yang berkembang, secara otomatis meningkatkan fungsi otak. Stimulasi dini juga mempengaruhi perkembangan otak anak. Stimulasi dini, dari 6 bulan hingga 3 tahun, menghasilkan perubahan ukuran otak dan aktivitas kimiawi. Stimulasi yang baik tidak hanya memperkuat jaringan otak dan neuron, tetapi juga dapat menyimpan semua informasi yang berkaitan dengan perilaku, kecenderungan, dan kebiasaan. Semuanya bisa dipantau di otak, meski prosesnya sangat rumit. Seperti komputer, otak manusia menyimpan lebih dari 100 miliar bit informasi (Awhinarto, 2020).

Ada tiga bagian pikiran yang dapat dipelajari, yang pertama adalah kesadaran, yang kedua adalah berpikir kritis dan yang ketiga adalah alam bawah sadar. Kesadaran adalah lapisan terluar dari pikiran, yang tugasnya menerima informasi dari panca indera manusia, seperti: B. melihat warna, merasakan struktur suatu objek, mendengar suara dan panca indera manusia lainnya. Sifat dari kesadaran ini adalah beradaptasi dengan memori jangka pendek. Fungsi berpikir kritis adalah untuk melindungi alam bawah sadar dari informasi berbahaya dan berbahaya demi keselamatan orang yang karena sifat berpikir kritis menganalisis dan membandingkan informasi yang diterima oleh pikiran sadar. Berpikir kritis adalah bagian penting. Ketiga pikiran bawah sadar tersebut berperan dominan dalam mempengaruhi perilaku manusia dan menurut para ahli, 88% perilaku manusia dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar. Karena alam bawah sadar menyimpan beberapa faktor kunci perilaku manusia, seperti persepsi, emosi, kebiasaan, intuisi, memori jangka panjang, kreativitas, keyakinan dan nilai, serta citra diri. Sadar dan bawah sadar berpengaruh besar terhadap kehidupan, alam bawah sadar mempengaruhi 88% sedangkan alam sadar mempengaruhi sekitar 12 mikrogram kehidupan. Kesadaran diatur oleh akal, ingatan dan waktu (Suyadi, 2018). Kesadaran juga terbentuk melalui indera aktif. Pekerjaan kesadaran adalah mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan membuat keputusan tentangnya. Pada saat yang sama, fungsi alam bawah sadar adalah memelihara kebiasaan, emosi, ingatan jangka panjang, intuisi, kepribadian, kreativitas, kepercayaan, persepsi, dan nilai. Pikiran sadar secara fisik berada di korteks serebral, yang logis dan analitis, sedangkan pikiran bawah sadar adalah inti yang terbentuk di dalam rahim. Fakta bahwa alam bawah sadar dapat diamati secara fisik ketika bayi menangis dapat merasa damai dalam dekapan ibu, karena bayi dalam kandungan mengenal sosok ibu melalui rahim dan detak jantung (Ngura, 2020).
 
Diketahui bahwa ada enam sistem otak yang mengatur seluruh perilaku manusia secara terpadu. Enam sistem otak adalah korteks prefrontal, sistem limbik, cingulate, ganglia basal, lobus temporal, dan otak kecil. Enam sistem otak memainkan peran penting dalam mengatur kognisi, emosi, dan sifat psikomotor, termasuk IQ, EQ, dan SQ. 4 Pemisahan tubuh, pikiran, dan intelek berimplikasi pada perkembangan ketiga sistem tersebut (IQ, EQ, dan SQ), yang secara otomatis melanggengkan ketidakseimbangan dalam pembelajaran kognitif, emosional, dan psikomotorik. 5 Bukti ilmiah ini menunjukkan bahwa perkembangan karakter tidak berbeda dengan perkembangan potensi otak. Semua sistem otak bekerja sama untuk membangun sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, pengaturan aktivitas otak normal mengarah pada fungsi optimal, yang memungkinkan kontrol perilaku secara sadar melalui dimensi emosional dan mental. Dapat dilihat bahwa pembentukan karakter dapat dijelaskan melalui mekanisme kerja otak pada tingkat molekuler, khususnya berdasarkan enam sistem tersebut di atas. Atas dasar ini, ilmu saraf disebut sebagai ilmu otak-pikiran, atau hubungan antara jiwa dan tubuh, termasuk hati dan pikiran. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa dunia pendidikan sampai saat ini terbagi atas brain and mind, soul and body and spirit (belum lagi konflik paradigmatik).
 
KESIMPULAN
Dalam penelitian neurosains, anak usia dini memiliki periode penting, atau periode emas. Pada tahap perkembangan otak anak usia 0-5 tahun ini, 88% pikiran bawah sadar sudah berfungsi. Alam bawah sadar meliputi perilaku, kebiasaan, dan kreativitas. Hal ini erat kaitannya dengan belajar pengendalian diri. Sesuai fungsinya, pikiran bawah sadar berperan sebagai pembentuk karakter. Salah satu tugasnya adalah kepribadian. Pada saat yang sama, pikiran bawah sadar terbentuk sejak dalam kandungan dan berkembang hingga usia lima tahun. Kemampuan penalaran belum berkembang pada usia ini, sehingga pembentukan karakter pengendalian diri dapat digalakkan melalui pendidikan. Ketika seseorang pada usia ini distimulasi dengan benar, ia menyimpan ingatan jangka panjang, yang mengembangkan kepribadian yang mengendalikan diri.
 
Pengembangan kemampuan pengendalian diri pada anak usia dini memiliki peran yang krusial dalam proses pembelajaran. Dari perspektif neurosains, pemahaman tentang peran sistem limbik, terutama amygdala, menjadi kunci dalam mengenali dan mengelola emosi dasar pada anak. Anak usia dini cenderung memiliki kendali diri yang terbatas karena bagian otak yang terkait dengan pengendalian diri masih dalam tahap perkembangan. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pengalaman bermain yang mendukung interaksi sosial, teknik relaksasi, dan komunikasi efektif menjadi penting untuk membantu anak-anak mengembangkan kemampuan pengendalian diri mereka. Guru dan orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam memberikan lingkungan yang mendukung perkembangan sistem kendali diri anak usia dini. Melalui pendekatan yang berbasis neurosains, mereka dapat memberikan dukungan yang tepat untuk mengoptimalkan kemampuan pengendalian diri anak dan membantu mereka menjadi individu yang sadar, mandiri, dan mampu menghadapi berbagai tantangan dengan baik di masa depan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Awhinarto, A., & Suyadi, S. (2020). Otak karakter dalam pendidikan Islam: Analisis kritis pendidikan karakter islam berbasis neurosains. Jurnal Pendidikan Karakter, 11(1).
Fitri, R. (2017). Metakognitif pada proses belajar anak dalam kajian neurosains. JP (Jurnal Pendidikan): Teori Dan Praktik, 2(1), 56-64.
Ngura, E. T., Go, B., & Rewo, J. M. (2020). Pengaruh media pembelajaran buku cerita bergambar terhadap perkembangan emosional anak usia dini. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 7(2), 118-124.
Susanti, S. E. (2021). Pembelajaran anak usia dini dalam kajian neurosains. TRILOGI: Jurnal Ilmu Teknologi, Kesehatan, Dan Humaniora, 2(1), 53-60.
Suyadi, S. (2018). The Synergy of Arts, Neuroscience, and Islam in Early Childhood Learning in Yogyakarta. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 5(1), 30-42.
Aisya, N. (2020). Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak) Pada Anak Usia Dini. Jurnal Kajian Anak (J-Sanak), 2(01), 23--39. https://doi.org/10.24127/j-sanak.v2i01.362
Primasari, I. F. N. D., & Supena, A. (2021). Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Disleksia Dengan Metode Multisensori Di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(4), 1804. https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1055

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun