Mohon tunggu...
Aditya Idris
Aditya Idris Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Alumni Jurusan Matematika Statistik Angkatan 2009 (S.Si)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bisikan Kelana

11 Desember 2014   19:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:31 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanyamu itu kembali kutangkap. Dan, untuk sekian kalinya tak dapat kujawab tanyamu itu. Aku hanya dapat menyenandungkan sebuah lagu untukmu. Sebuah syair yang sangat engkau sukai. Gumammu kini terdiam tatkala kudendangkan senandung itu. Kau mendekapkan tubuhmu padaku, saat dingin malam menerpa rambutmu yang kembali tergerai indah. Meski rembulan masih separuh, namun cahayanya telah dapat memancarkan bias kecantikanmu yang dapat kunikmati sambil membelai helai demi helai rambut indahmu.

“Kanda, jika kau pergi. Hm… kapan kau akan kembali menemuiku di tempat ini? Pastinya, kau tak pergi untuk selamanya kan?”

Aku tersenyum mendengar tanyamu itu. Kutatap bulan separuh malam ini. Ombak di dermaga menari-nari, saling bercengkrama dengan ikan-ikan kecil yang sesekali menyembur ke permukaan. Rupanya, mereka juga ingin menikmati terangnya bulan separuh malam ini. Aku menatap jauh ke arah laut lepas sampai pandanganku terhalang kaki langit arah barat yang telah gelap sedari tadi. Kucoba ingin menghapuskan risau dalam hatiku. Ingin sekali kujawab semua tanyamu Dinda. Namun, saat ini aku belum menemukan jawabanya. Mungkin, suatu saat kau akan tahu arti semua tanyamu padaku.

***

Di Negeri Terasing. Belasan purnama telah berlalu…..

Aku tak tahu kini aku berada dimana Dinda? Gempuran ombak samudra yang terus mendorong pinisiku ini, makin tak tahu kemana arah tujuannya. Di dalam kelanaku, aku mencoba tetap menitip rindu dan kasihku untukmu, tapi sepertinya angin pun telah lelah menyampaikan pesanku padamu. Ini sudah terlalu jauh dari jangkauan angin malam yang setia membawakan rinduku padamu.

Belasan purnama Dinda. Selama itu aku telah meninggalkanmu, bersama kenangan yang telah kita rajut di bawah bulir-bulir cahaya bulan malam itu. Disaksikan jutaan kerlip bintang malam, dan diiringi nyanyian ombak Dermaga Maccini Baji yang mendendangkan lagu sayu itu untukmu. Aku masih ingat, saat kau menggumamkan sebait lagu kenangan malam itu. Aku begitu menikmati suara merdumu yang berbisik-bisik di telingaku ketika kau rebahkan kepalamu di pundakku.

Lagu itu….

Ya….. Dinda. Kau tahu. Lagu itu. Itu lagu yang setiap hari menemani hari-hariku. Tak bosan-bosan aku mendengarkan bait-bait mesra yang disenandungkannya. Tiap waktu, ketika bayang-bayang matahari mulai tampak. Maka saat itu dendang lagu itu menggema kembali di telingaku. Terus, dan terus. Sampai matahari kembali diperaduannya. Ketika malam menyelinap masih kudengarkan lagu itu. Sampai matahari kembali bertahta.

Belasan purnama Dinda. Bagaimana keadaanmu disana? Tak terasa putaran waktu telah lama memisahkan kita. Tentunya kau senantiasa menungguku bukan? Aku yakin itu. Tapi, aku tak tahu sampai berapa purnama aku akan mengarungi kehidupanku yang seperti ini. Aku ingin kau tahu, bahwa ketika ranum samudra mulai tenang saat itu aku akan kembali padamu. Semoga engkau mendapatkan pesanku ini.

Ingat Dinda. Aku berjanji padamu. Saat masa gemilangku telah kucapai, aku akan datang membawa mahar untukmu. Kan kupinang dirimu dengan segenap cinta dan pengorbananku. Ya…. Itu janjiku Dinda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun