Setelah KH. Ma'ruf Amin diumumkan menjadi calon wakil presiden Joko Widodo, banyak fitnah dan suara miring yang dihembuskan kepada sosok Ketua MUI tersebut.
Ironisnya, suara miring itu banyak disuarakan oleh mereka yang dulunya gembar-gembor dengan slogan membela ulama.
Hal ini menunjukkan pada kita bahwa sikap para 'pembela ulama' itu hanyalah semu belaka. Mereka mendukung ulama sepanjang selaras dengan kepentingan politiknya.
Bila kepentingan politiknya tidak sama, maka mereka tak segan-segan melecehkan bahkan merendahkan sosok ulama.
Hal itu tentu contoh yang tidak baik dalam bermasyarakat. Umat Islam hendaknya tidak saling menjelekkan hanya karena perbedaan preferensi politik.
Selama ini rekam jejak KH. Ma'ruf Amin jelas berpihak kepada kepentingan umat Islam. Ia adalah tokoh ulama yang memimpin (Rais 'Aam) ormas umat Islam terbesar di Indonesia, Nahdhatul Ulama.
Maka sungguh tak pantas bila kita merendahkan beliau hanya karena berbeda pilihan politik.
Perbedaan politik adalah hal yang wajar terjadi di alam demokrasi. Perbedaan itu sendiri merupakan sunatullah.
Satu hal yang tidak diperbolehkan adalah saling mencerca dan bermusuhan karena adanya perbedaan tersebut.
Kita sebagai bangsa Indonesia, seharusnya saling menghormati dan menghargai perbedaan diantara saudara, baik secara identitas ataupun pilihan politik.
Mari jaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Perbedaan pilihan politik adalah lumrah, tak perlu dijadikan ajang permusuhan.