Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Imanuel di Mata Seorang Anak Gembala

24 Desember 2020   15:48 Diperbarui: 24 Desember 2020   15:53 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:majalahbuser.com

Saya pernah merasakan sebagai anak kecil yang menggembalakan ternak. Masa itu saya masih kelas 5 SD sampai kelas 1 SMP, waktu yang cukup untuk mengingat memori masa kecil. Ternak yang saya gembalakan adalah 2 ekor kerbau, 1 sapi, dan 4 kambing, semua adalah milik kakek dan nenek. 

Tentu tidak semua ternak digembalakan bersama, tetapi secara bergantian. Misal sore ini saya menggembalakan kerbau, maka sapinya cukup diikat di tepi saluran irigasi belakang rumah, sehingga ia bisa makan sendiri, dan tidak perlu takut lari, karena tali dilehernya terikat kuat pada patok kayu atau batang pohon trembesi. Sedangkan kambing-kambing jarang digembalakan, lebih sering diberi makan rumput gajah yang diambil dari pematang sawah.

Sejujurnya saya menikmati menjadi penggembala, walaupun waktunya terbatas dari jam tiga sampai jam lima sore menjelang maghrib. Pengalaman yang paling berkesan adalah ketika bisa membuat salah satu kerbau menjadi jinak dan menurut dengan saya. Kerbau itu badannya besar, kakinya kokoh, dan memiliki dua tanduk yang besar dan kuat. 

Saya masih bisa mencium aromanya sampai saat ini, bahkan juga melihat beberapa lalat pitak yang sering hinggap di badannya, lalu saya pukul dengan sandal jepit merk swalow yang talinya sudah saya perkuat dengan peniti agar tidak sering lepas saat dipakai di tanah berlumpur. Kerbau yang ini mungkin nyaman dengan cara saya menggembalakannya, buktinya dia tidak pernah bergeming saat saya melompat ke atas punggungnya dan duduk dengan nyaman.

Naik ke punggung kerbau tidak boleh sembarangan, jangan membuat dia terkejut, sebab jika dia terkejut maka dia akan lari. Jika sudah lari akan sangat repot. 

Jadi awalnya tepuk-tepuklah punggungnya dengan pelan, seperti sedang mengajak berkomunikasi, lalu berikan beberapa tekanan pada punggungnya untuk mengetes apakah dia kaget atau cuek alias menganggap kehadiran kita bukan ancaman. Nah setelah itu barulah lompat ke punggungnya, dan duduk dengan nikmat.

Saat sudah berada diatas punggung kerbau jangan melakukan gerakan mendadak yang mengganggu keasyikannya makan rumput, bergeraklah santai. Bila kerbau berjalan jangan takut, tetap tenang supaya si kerbau juga tenang, dan tidak ingin berlari karena kaget atau takut. Kerbau jalannya pelan, tenang, sehingga nyaman sekali.

Kerbau paling suka dibawa ke sungai di pinggir desa, atau dibawa ke saluran irigasi yang cukup besar di belakang rumah kami. Jika dibawa ke sungai kerbau akan menikmati dulu rumput-rumput hijau yang tumbuh subur di tepi sungai, rumput-rumput itu selalu hijau karena tidak pernah kekurangan air. 

Jika kerbau sudah kenyang makan rumput selanjutnya dia akan minum terlebih dulu sampai puas di tepian sungai, sambil menggerakkan ekornya ke punggung mencoba mengusir lalat-lalat yang sering mengganggunya. Jika sudah puas minum barulah kerbau melangkah ke dalam sungai untuk berendam. 

Kerbau memiliki kemampuan berendam yang lama didalam air, kadang ia juga berjalan didasar sungai atau menyelem dan tahu-tahu sudah berpindah tempat di ujung seberang sungai. Tapi tidak perlu kuatir sebab jika ia sudah puas biasanya dia akan bergeser ke tempat yang dangkal lalu mendekam dan berendam dalam air dengan kepala diatas permukaan.

Saya cukup mengawasi saja dari tepian sungai sambil bermain. Jika hari sudah sore dan kerbau belum mau keluar dari air, saya cukup teriak dan melempar kerikil ke badannya, biasanya dia sudah paham bahwa itu kode perintah untuk menyuruhnya keluar dari berendam dan menuju tepian sungai untuk pulang ke kandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun