Meski hanya selembar foto lama,tapi aku cukup bahagia menemukan kita di foto ini Mama...
Perhatikan baik-baik foto ini Mama. Â Kau tampak seperti sedang bersedih. Amati pula bahwa tanpa sengaja ada jarak antara kita di foto itu. Dan itulah yang terjadi kemudian.
Keputusan Bapak untuk mengakhiri bahtera rumah tangga membuatmu memilih meninggalkanku. Kau titipkan aku beserta kedua kakaku di pelukan Nenek.
Meski sekali-kali kau datang, namun kehadiranmu yang hanya sesaat tak menghentikan raungan tangisku.
Kau ajak aku bermain, bernyanyi dan kau biarkan aku tidur dalam pelukanmu setelah itu kau pergi saat ku lelap. Meninggalkanku saat tertidur lebih mudah tentunya agar tidak terganggu oleh tangisanku.
Di mana hati nuranimu Mama? Tak terusikkah hatimu melihat aku kecil menangis saat mengejarmu? Tertutupkah jiwamu sehingga panggilan kecilku tak membuatmu berpaling dan menghentikan langkahmu untuk berlalu?
Kau tidak ada saat aku sakit Mama. Bukan kau yang menghiburku saat aku bersedih atau terluka menghadapi kerasnya hidup.
Aku sempat kehilangan rasa hormatku ketika mulai beranjak dewasa .Dengan akal dan logikaku aku berpikir kau sungguh keterlaluan tidak memperjuangkan aku dan membiarkanku lepas dari pelukanmu.
Seiring waktu berlalu setelah aku merasakan sakitnya melahirkan kedua buah hatiku, Â baru kusadari setidaknya perjuanganmupun pasti berat untuk melahirkan aku ke dunia. Dan itu takan bisa tergantikan oleh apapun.
Dan kemudian nalarpun menyadarkanku bahwa ada alasan besar dari semua yang kau lakukan padaku. Aku yakin tak ada satu Ibupun yang tak menyayangi anaknya begitupun engkau Mama.
Mama, Â kau tinggalkan aku, karena jiwamu memang tengah rapuh. Dirimupun ternyata korban kepedihan masa lalu juga. Meninggalnya Ayahmu di usia muda menyebabkanmu tak mendapatkan pelukan ayah lagi.Â