Finally after sekian purnama jadi silent reader, tetiba gatel lagi tangan buat nulis keresahan-keresahan diri.
Terakhir kemarin baca artikel tentang harga laptop TKDN yang dibanderol dengan harga 28 juta pada tayangan produk ekatalog. Sungguh SANGAT TIDAK MASUK AKAL MEMANG.
Duluuuuuu, duluuuuuuu banget aku pikir jadi pelaku pengadaan dipemerintah as pejabat pengadaan atau POKJA itu posisi paling adem ayem tentrem. Kenyataannya adalah sungguh sangat DI LUAR NALAR, ......PP (pejabat pengadaan) dan POKJA ternyata justru jadi SHOT ON TARGET PALING PERTAMA DALAM HAL GAGAL BANGUN (missal dalam pekerjaan konstruksi) pun yang pertama jadi "tersangka" dalam pengadaan e-katalog barang.
Namanya juga eksekutor, orang luar melihat langsung ke HASIL bukan ke proses. Padahal bisa jadi kesalahan ada di part perencanaan, tapi ketika ada hal yang dirasa ABSURD yang pertama jadi tertuduh tetaplah eksekutor. Back to topic, kan dari kemaren ruameeeeeee banget ya gaessss ya, netijen ngebahas tentang LAPTOP TKDN yang HARGANYA dibanderol di angka yang tidak masuk akal itu. Gak bermaksud langsung menyalahkan komentar mereka, karna yaaaaaaa bisa jadi mereka memang BELUM PAHAM dengan apa-apa yang ada di dalamnya, but setidaknya sebelum menyuarakan pendapat kan ada baiknya pahami dulu konteksnya bagaimana.
mau bahas dari mana dulu ya?
TKDN dulu kali yaaaaa, karna ini nyambung sama harga LAPTOP TKDN yang dibanderol gila-gilaan di e-katalog (meski g semua penyedia pasang harga se-enggak masuk akal itu).
Knapa pelaku pengadaan baik PP ataupun PPK (untuk pengadaan diatas 200 juta lewat e-purchasing) lebih milih barang TKDN dari pada barang impor yang memang secara brand kita uda familiar sama merk dan kualitasnya.
Here the reason:
 keterangan dan sumber foto dari koleksi pribadi
Para pelaku pengadaan terikat dengan regulasi 'perpres 16 tahun 2018 jo perpres 12 2021" dan turunannya, itu sebabnya kenapa mereka lebih mengutamakan barang TKDN meski pun dipasaran ada barang lain yang lebih branded dan bisa jadi secara kualitas lebih bagus. Mereka, para pelaku pengadaan ini tidak dapat dengan serta merta melakukan pengadaan dengan kualifikasi IMPOR.
Apakah dengan begitu pemerintah tidak dapat membeli barang IMPOR?
Ehhhhhhh G GITU JUGA KONSEPNYA, pemerintah tetap dapat melakukan pengadaan baik itu barang/jasa dengan kualifikasi IMPOR, tapi ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi.
Panjang sih klo missal mau dirinci bagaimana dan kenapanya.
Trus ke masalah tayangan produk dengan harga tidak masuk akal tadi, apakah tetiba pejabat pengadaan/PPK bisa langsung membeli barang yang dibutuhkan TANPA peduli berapa pun harganya?
Ya jelas tidak.
Setidaknya PP/PPK dibatasi oleh PAGU, selain itu juga ada KEWAJARAN HARGA!!!
Ketika PP/PPK melakukan transaksi dan dikemudian hari DITEMUKAN sebagai TRANSAKSI dengan HARGA YANG TIDAK WAJAR jelassssss bakal Panjang lagi urusannya, misalnya nih berurusan sama BPK.
Sebelum akhirnya PP/PPK mengeksekusi barang yang akan dibeli, PP harus sudah mendapatkan dokumen setidaknya dokumen identifikasi kebutuhan, spesifikasi teknis dan dokumen RUP dan DPA untuk memastikan kalau anggaran memang ada dan cukup.
Apa Cuma sampai disitu?
Ohhh tentu tidak, PP juga harus melakukan REVIU terhadap dokumen yang disampaikan PPk dan melakukan survey harga juga, sehingga diperoleh harga yang WAJAR.
Kasarnya SUKA-SUKA penyedia mau menayangkan harga berapa, tugas eksekutor ya tetep mengekseskusi sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran harga.
Pada pengadaan Laptop misalnya, para pelaku pengadaan dibekali dengan "SURAT EDARAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2024 TENTANG PELAKSANAAN E-PURCHASING KATALOG LAPTOP PRODUK DALAM NEGERI HASIL KONSOLIDASI PENGADAAN LAPTOP PRODUK DALAM NEGERI SECARA NASIONAL UNTUK TAHUN ANGGARAN 2024 DAN TAHUN ANGGARAN 2025"
Pada surat edaran tersebut terpampang nyata harga dan spesifikasi yang bisa dijadikan pedoman PP/PPK sebelum melakukan eksekusi pada pengadaan LAPTOP.
Kesimpulan akhirnya, harga yang terpampang nyata pada laman e-katalog BELUM TENTU harga DEAL yang tertera pada DOKUMEN KONTRAK antara penyedia dengan PPK.
Last but not least, tolonglah barang-barang yang sudah BER-TKDN itu kualitasnya setidaknya 11:12 dengan barang-barang dengan spesefikasi sama yang non TKDN a.ka barang impor.
Pemerintah sudah berusaha membantu untuk meng-up barang TKDN, setidaknya para PRODUSEN juga bisa membantu dengan memberi kualitas yang sama. Sehingga secara g langsung kita dapat mempromosikan barang buatan negri sendiri dan diharapka kedepannya barang buatan anak bangsa lebih dicintai oleh anak bangsa juga, syukur2 bisa sampai ke luar negri kan?
YUKKKKLAH KERJASAMANYA, biar sama-sama enak
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI