Mohon tunggu...
Laksita Anaura
Laksita Anaura Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

"Jangan membaca sampai koma, tetapi bacalah sampai titik."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Kisah Mbah Prapto Bertahan Jadi Kusir Andong Selama 60 Tahun

9 Desember 2021   00:46 Diperbarui: 10 Desember 2021   12:43 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Prapto Suhardjo duduk diatas andong miliknya di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, Rabu (24/11/2021). (Foto: Laksita Anaura)

Yogyakarta – Menjadi kusir andong kini tak mengasyikan seperti dulu. Pasalnya jumlah penumpang setiap tahun bukan bertambah, justru kuan berkurang. Hal inilah yang dirasakan oleh Mbah Prapto Suhardjo yang sudah menjalani profesi kusir sejak 60 tahun silam.

Sebagai ikon transportasi di kawasan wisata, tentunya para sopir atau kusir andong di kawasan Malioboro ini menggantungkan hidupnya dari aktivitas wisatawan. Jika wisatawan ramai berkunjung, maka penghasilan mereka juga akan besar. Begitu pula sebaliknya.

Mbah Prapto Suhardjo (77) atau yang akrab disapa Mbah Prapto mengaku telah bekerja sebagai kusir andong sejak tahun 1961. Beliau memilih profesi sebagai kusir lantaran pekerjaan itu merupakan turun temurun dari keluarganya.

Alasan mengapa Mbah Prapto masih menjadi kusir andong hingga saat ini, yaitu beliau ingin melihat anaknya sukses dan bisa meraih cita-cita yang diinginkan.

Ketika pandemi Covid-19 terjadi, perekonomian para kusir andong ikut terdampak sehingga penurunan wisatawan berakibat pada penurunan penghasilan mereka. 

Penurunan ini tentunya berdampak keseluruh sektor kehidupan para kusir andong karena kebutuhan hidup kusir andong bergantung pada penghasilan mereka sehari-hari.

Ketua Paguyuban Kusir Andong DIY, Purwanto mengatakan berdasarkan data yang dimiliknya sejak pandemi Covid-19 jumlah anggota yang tergabung di Paguyuban Kusir Andong DIY terus berkurang secara signifikan.

Ia menjelaskan, ada sekitar 149 andong di DIY yang tidak sanggup bertahan di tengah pandemi Covid-19. Saat ini total kusir andong yang tersisa hanya sebanyak 387 dan masih bertahan hingga saat ini.

Meski begitu, dirinya tetap berharap agar angkutan tradisional sebagai ikon di Malioboro itu bisa tetap lestari. Menurut Purwanto, sepinya wisatawan di kawasan Malioboro ini baru bisa teratasi ketika pandemi Corona bisa teratasi.

“Mungkin kalau program vaksinasi semua sudah selesai, perekonomian baru bisa normal lagi. Kalau kami sudah sekitar 85 persen (kusir) yang telah menerima suntik vaksin,” ucapnya.

Dampak ekonomi yang dirasakan para kusir andong adalah terjadinya penurunan pendapatan karena menurunnya jumlah pengunjung atau wisatawan yang datang ke Malioboro.

Kondisi tersebut mengakibatkan menurunnya penghasilan kusir andong sebesar 70%.

Sebelum terjadi pandemi, pendapatan kusir andong rata-rata Rp 150 ribu per hari. Kini, untuk memperoleh nominal uang yang sama, tidak semudah membalik telapak tangan.

“Selama pandemi ya tidak bisa keluar rumah, karena pengunjung juga enggak ada jadinya sepi tidak ada pemasukan, mau tidak mau untuk memenuhi kebutuhan ya saya memakai sisa tabungan yang ada. Belum lagi perawatan untuk kuda,” ujar Mbah Prapto ketika ditemui di kawasan Malioboro pada Rabu (24/11/2021).

“Dalam sehari satu ekor kuda bisa menghabiskan biaya Rp 75ribu, terutama untuk membeli kebutuhan pakan, seperti bekatul dan daun kacang," katanya.

"Jika kuda sakit dan butuh obat, biaya perawatan otomatis bisa membengkak. Karena saat ini sedang sepi penumpang, maka terpaksa mencari rumput dengan dibantu anak saya di sawah untuk pakan alternatif,” sambung Mbah Prapto kemudian.

Warga kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul ini akhirnya memutuskan untuk menarik andong kembali satu bulan setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 turun menjadi level 2 dilaksanakan. 

Beliau mulai menarik andong pukul 9 pagi hingga pukul 4 sore, berangkat dari rumahnya yang berada di Pleret tersebut.

Mbah Prapto menceritakan jika dirinya tidak setiap hari menarik Andong, mengingat umurnya sudah tua dan kalau capek juga membutuhkan istirahat. 

Ketika menarik beliau bisa mendapatkan empat hingga lima penumpang jika ramai, namun jika sepi bisa satu atau dua penumpang saja.

“Penghasilan yang saya dapatkan dari menarik andong ini, biasanya juga saya berikan kepada cucu untuk membelikan jajanan ataupun buku. Jika melihat cucu senang, Saya juga jadi ikutan senang”, ucap Mbah Prapto.

“Walaupun sekarang penghasilannya tidak sebanyak seperti dulu sebelum pandemi, saya masih bersyukur karena saya masih diberi kesehatan diumur saya yang sudah tidak muda ini”, imbuhnya.

Mbah Prapto juga menjelaskan jika dirinya berharap untuk akhir tahun nanti, semoga pemerintah tidak mengadakan PPKM kembali. 

Jika hal itu terjadi, maka dirinya tidak bisa menarik penumpang dan tidak akan mendapatkan penghasilan. Hal ini membuatnya menjadi sedih.

Bagi Mbah Prapto, dibukanya tempat wisata sudah bisa menghilangkan keresahannya dalam menyambung hidup. Harapannya kondisi ini bisa bertahan.

Meski demikian, dirinya percaya apabila seseorang selalu berusaha dan tidak putus asa akan mendapatkan hasil yang setimpal. Karena itu, meski sedang sepi penumpang dia rutin mangkal.

Kini, Mbah Prapto hanya bisa pasrah dengan keberadaan andong yang kian hari tidak banyak peminatnya. Dia pun memilih bertahan hingga suatu ketika dirinya tak mampu lagi menjadi kusir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun