Sebelumnya saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada para admin yang memilih saya sebagai kandidat nominasi best in citzen journalis tahun 2016 ini. Kali ini saya gak tahu mau bilang apa karena antara bahagia bercampur haru dan sedikit heran "Lho kok saya? para kandidatnya keren keren bahkan banyak penulis yang rasanya lebih layak menjadi kandidat ketimbang saya. Tapi toh semua keputusan ada di tangan admin kita dukung saja.
Terus terang rasa ini pernah saya rasakan dahulu di tahun 2013 dimana kala itu sayapun terpilih sebagai kandidat nominasi best in citizen journalis. Namun bedanya kala itu haru saya lebih banyak karena satu hal saya terpaksa mundur. Banyak para kompasianer yang menyayangkan keputusan saya, bahkan tak sedikit juga yang bertanya.
"Mana ada sih orang yang jadi nominasi kok malah menolaknya. Walaupun ini baru nominasi lho ya tapi peluang untuk menang pastilah ada."
Mungkin sampai saat ini masih ada yang penasaran kenapa saya mengambil keputusan tersebut. Banyak inbox yang masuk dan menanyakan hal tersebut saya hanya bisa bilang "SIM (SURAT IJIN MENULIS ) lagi ditahan oleh suami tercinta. Nanti deh suatu saat saya kasih tahu alasanya" Tapi maaf sampai detik ini biarlah alasanya hanya saya dan suami saja yang tahu. Karena toh hal ini bukanlah konsumsi publik "intinya suami menyarankan saya untuk istirahat sejenak menulisnya"
Karena cinta saya yang begitu besarlah yang membuat saya menerima saranya, walapun dengan berat hati, "Biarlah saya mengalah, mungkin itu sebuah kemenangan yang tertunda"
Untuk membesarkan hati saya karena menuruti saran suami tercinta iapun berjanji " sabar ya mam, suatu hari jika anak anak sudah besar kita habiskan masa tua kita untuk menjelajahi sudut sudut desa, kota dan semua daerah di Korea mam, nanti saya yang foto, mama yang menulis di kompasiana. Untuk saat ini mama mama ikuti saran saya dulu" ucapnya sambil mengusap air mata saya yang menetes. Jujur saya tidak terima -_- seperti lagunya citacitata "sakitnya tuh disini" sambil tunjuk ulu hati.
Yang biasanya setiap hari menulis, dan tiap hari buka K komentar sana komentar sini tiba-tiba enggak. Hari-hari sungguh terasa berat buat saya, terkadang jika ingat air mata tiba-tiba menetes. Kadang hati suka bertanya "saya suka menulis tapi kenapa saya tak boleh menulis? Tidak seperti mereka rasanya bebas sekali? Hemm tidak mereka jelas bukan saya ........ biarlah bukan kah ini hanya istirahat.
Jika keluar saya melihat hal yang menarik ingin rasanya saya tulis tapi saya tak kuasa. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menulisnya dikertas walaupun kemudian saya buang. Tiba-tiba air mata menetes ...... lebih dari dua tahun saya bersabar. Karena rasa ingin menulis yang besar seringnya saya buka K kemudian saya tulis, setelah selesai saya hapus dan tidak di publish. Saya anggap ini terapi, biarlah........ Beberapa kali karena tidak tahan dengan kondisi ini sayapun menulis di akun lain namun hal itu tidaklah membuat saya senang karena bukan begitu caranya.
Demi suami tercinta, biarlah kesabaran mungkin akan berbuah manis pada akhirnya. Hingga diakhir tahun 2015 suami berkata "mam, masih mau nulis lagi gak di K?" Mendengar hal itu membuat air mata saya menetes saya tak kuasa menjawabnya. "Boleh kalau mama mau? Saya ijinkan? Sekarang saya gak tega menghentikan kegiatan mama menulis. Kalau mama mau, boleh mam?" Ucapnya lagi
Tangis sayapun menjadi "cukup pap." air matapun tak sanggup saya bendung dan semakin menjadi. Suami mendekati saya dan memberi pelukanya kemudian mengusap air mata yang semakin deras. "Saya salah melarang mama berhenti menulis, saya tahu menulis adakah hobby mama kenapa saya harus melarangnya. Saya juga tahu mama cinta dan sayang sama saya buktinya saya meminta mama mundur saat jadi nominasipun dituruti. Mana ada sih orang yang kemenangan mau diraihnya kok dilepaskan kalau bukan mama. Jadi mama boleh nulis lagi kapanpun mama mau." dengan senyumnya yang terindah suami memandangi saya
Ternyata dua tahun lebih kesabaran saya berbuah manis. Awal tahun 2016 saya mulai menulis kembali dan sebelum saya memulai menulis kembali hati saya harus mantap dulu apa tujuan sebenarnya. Hanya hobby? hanya mengisi waktu luang? atau apa? Pertanyaan pertanyaan sejenis membuat saya berfikir agar kelak ketika saya menulis kembali apa sih sebenarnya yang ingin dicapai.