Jakarta - Pendidikan Indonesia kembali mengalami penyesuaian arah. Terhitung sejak 10 Juni 2025, Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025 mulai berlaku, menggantikan regulasi sebelumnya yaitu Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2022 yang selama tiga tahun menjadi acuan utama dalam menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Perubahan ini bukan sekadar pergantian administratif, tetapi mencerminkan penyusunan ulang orientasi pendidikan nasional: dari pendekatan berbasis gagasan idealis menjadi sistem yang lebih konkret, mengukur hasil belajar peserta didik dengan dimensi yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Apa yang Berubah?
Jika pada regulasi sebelumnya SKL dirumuskan melalui enam elemen Profil Pelajar Pancasila, kini SKL diperluas dan dirinci menjadi delapan dimensi utama, yakni:
- Keimanan dan ketakwaan
- Kewargaan
- Penalaran kritis
- Kreativitas
- Kolaborasi
- Kemandirian
- Kesehatan
- Komunikasi
Tidak hanya jumlahnya yang bertambah, tetapi juga kedalaman operasionalisasinya. Misalnya, dimensi "komunikasi" kini tidak sebatas ekspresi verbal atau tertulis, melainkan mencakup kemampuan menyimak, memahami, dan merespons secara kontekstual dalam berbagai moda komunikasi, termasuk digital.
Pendidikan Bukan Sekadar Nilai
Permendikdasmen 10/2025 menegaskan bahwa kelulusan bukan lagi hanya soal akumulasi angka atau nilai rapor. Standar lulusan kini mencerminkan keseluruhan proses perkembangan murid, termasuk dalam aspek tanggung jawab pribadi, etika sosial, keterampilan berpikir kritis, serta kemampuan hidup sehat fisik dan mental.
Setiap jenjang pendidikan diberikan deskripsi kompetensi lulusan yang rinci baik untuk PAUD, SD, SMP, hingga SMA dan SMK. Bahkan, program kesetaraan (Paket A, B, dan C) kini mendapatkan perhatian dan penyetaraan penuh. Hal ini memperkuat komitmen negara terhadap hak pendidikan yang merata dan tidak diskriminatif.
Respons terhadap Kebutuhan Masa Kini
Dimensi baru seperti kesehatan dan komunikasi bukan muncul tanpa alasan. Pandemi global, ketimpangan digital, hingga meningkatnya kebutuhan literasi informasi mendorong pemerintah untuk mendesain ulang kerangka kompetensi. Lulusan ideal masa kini bukan hanya harus bisa menjawab soal pilihan ganda, tetapi mampu mengambil keputusan, merawat diri, serta menjalin relasi yang sehat di tengah masyarakat yang beragam.
"Kompetensi lulusan kini disusun agar peserta didik memiliki daya lenting (resiliensi) dan kesadaran sosial. Kami ingin anak-anak Indonesia tumbuh menjadi warga yang aktif, peduli, dan siap belajar sepanjang hayat," ujar seorang pejabat teknis di lingkup Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang tak ingin disebutkan namanya.