Dalam perjalanan menjadi orang tua, ada satu momen yang paling sulit: melepaskan.Bukan melepaskan cinta, bukan melepaskan perhatian, tapi melepaskan kebutuhan untuk selalu mengendalikan segalanya.
Sejak bayi, anak bergantung pada kita untuk segala hal: makan, berjalan, berbicara, bahkan memahami dunia. Tapi perlahan-lahan, seiring waktu berjalan, peran kita harus berubah. Dari menggandeng erat menjadi memberi ruang. Dari mengarahkan setiap langkah menjadi membiarkan mereka memilih jalannya sendiri, meski kadang tersandung.
Sayangnya, dunia modern yang serba cepat dan penuh persaingan membuat banyak orang tua tanpa sadar memperpanjang masa ketergantungan itu. Kita ingin anak kita aman, nyaman, berhasil. Kita ingin melindungi mereka dari luka, dari kegagalan, dari dunia yang keras. Dan dalam keinginan itu, kita kadang lupa: tugas kita bukan menyiapkan jalan yang mulus, melainkan menyiapkan anak yang mampu berjalan di jalan apapun.
Belajar melepas berarti percaya bahwa anak-anak kita mampu bertumbuh lewat pengalaman mereka sendiri. Bahwa rasa sakit, kesalahan, dan tantangan bukan musuh, melainkan guru terbaik. Membiarkan mereka mencoba sendiri, gagal sendiri, belajar sendiri sambil tetap berada di dekat mereka, sebagai pelindung yang tak mencampuri, sebagai sandaran yang tak memaksa.
Melepas bukan berarti menyerah. Melepas adalah bentuk tertinggi dari cinta. Karena kita tidak melepaskan mereka ke dalam kehancuran, kita melepas mereka ke dalam kesempatan. Kesempatan untuk menemukan siapa diri mereka. Kesempatan untuk membangun kekuatan dari dalam. Kesempatan untuk menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang tua, tapi mampu berdiri dengan kepala tegak di dunia yang luas.
Tentu saja, melepas bukan tanpa rasa takut. Ada kekhawatiran: bagaimana kalau mereka gagal? Bagaimana kalau mereka sakit hati? Bagaimana kalau mereka memilih jalan yang kita rasa salah? Tapi ketakutan itu adalah bagian dari harga menjadi orang tua. Kita tidak bisa dan tidak seharusnya menghilangkan setiap kemungkinan luka. Yang bisa kita lakukan adalah membekali mereka dengan keberanian untuk bangkit setelah jatuh.
Ada sebuah kebijaksanaan lama yang mengatakan, "Akar yang kuat tidak tumbuh di tanah yang steril." Anak-anak kita butuh angin, butuh badai, butuh sinar matahari dan hujan. Mereka butuh dunia nyata dengan segala kekacauan dan keindahannya untuk menjadi kuat. Dan kita, orang tua, perlu belajar satu seni penting: seni mendampingi tanpa mengekang. Seni mencintai tanpa mencengkeram. Seni membimbing tanpa mengarahkan setiap langkah. Seni melepas, dengan percaya bahwa kita sudah menanamkan cukup banyak cinta, cukup banyak nilai, cukup banyak keteguhan, untuk menjadi kompas di dalam hati mereka.
Mungkin, pada akhirnya, tugas terbesar kita sebagai orang tua bukan melindungi anak-anak kita dari dunia. Tapi membekali mereka untuk berani menjalani dunia itu dengan segala risiko, tantangan, dan keajaibannya.Karena cinta sejati bukan tentang memegang erat. Cinta sejati adalah tentang percaya bahwa mereka bisa terbang sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI