Sahhhh... semua orang mengucapkan Hamdallah. Tidak denganku. Aku masih belum berada di alam sadarku masih berada di lamunanku tentang dia. Dia yang telah menjadi imamku saat ini, Muazzam Fatih Abdillah.
Zulfa menyadarkanku dari lamunanku, menunjuk ke arah pintu. Oh tidak, dosen galak itu telah berada di ambang pintu masuk kamarku. Ralat, lebih tepatnya imamku.
"Assalamu'alaikum, bidadariku."
Tidak, jangan dulu, please jangan memerah saat ini.
"Salwa, parasaan tadi blass on kamu natural ndah, kok jadi pink merah jambu gitu ya?" ledek Nada.
Ah, tidak, dia senyum-senyum sendiri.
Rintikan hujan kali ini menjadi saksi. Ya, hujan turun di bulan Mei. Di mana suara itu aku kenal di awal rintikan hujan. Rindu itu muncul di bawah rintikan hujan, sekarang air yang turun dari langit menyapa bumi menjadi saksi bahwa aku telah menjadi seorang istri dari dosenku sendiri. Suara merdu yang aku rindukan itu, Muazzam Fatih Abdillah.
Apakah jodoh seunik itu? Banyak takdir Allah yang tak bisa kumengerti, mulai dari Dia yang membuatmu menjadi dosen pengganti skripsiku, menjadi seorang yang teramat menyebalkan, namun mampu mengetuk hatiku secara perlahan, sempurna bukan? Bahkan itu indah bagiku dari Sang Maha Pemberi Cinta.
Dan sekarang akan kubiarkan benih-benih cinta itu tumbuh dan memberikan seluruh hidup dan ragaku mengabdi padamu, Imamku Muazzam Fatih Abdillah
"Wa'alaikumussalam imamku," sahutku.
"Aku sadar Allah membuatku rindu dengan suaramu dan menjadikanmu ke kasih halalku, mulai mencintaimu lewat getaran-getaran cinta dengan sahut-sahut Sang Kalam bersamamu. Dan sekarang pemilik suara itu telah menjadi milikku seutuhnya. Maafkanlah aku yang pernah lancang untuk mendengar suaramu diam-diam."
Suara di Bawah Rintikan Hujan