Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mungkin, Januari Berikutnya

10 Februari 2020   18:36 Diperbarui: 10 Februari 2020   18:39 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@andiiqriani

   Bulannya indah, utuh dan terlihat mewah nan memikat. Ia masih menatap kosong ke depan. Yah sayangnya ia bukan bulan, ia hanya seseorang yang gagal untuk memikat perasaan seseorang. Syukurnya ia terlahir dengan nama yang terbilang menarik.     Ayana itulah namanya, tetapi, orang-orang terdekat lebih senang memanggilnya dengan sebutan Ay. Usia diseperempat abad, membuat nyalinya seperti diusia awal remaja lagi. Bagaimana tidak jika usia matang sepertinya saat ini terobsesi dengan keseriusan menyatukan dua perasaan yang entah di mana tanda-tandannya nihil ditemui.


(Flashback On)


"Ay, umurmu sudah cukup nak untuk berkeluarga. Apa kamu tidak merasa risih? Lihat tuh Andini undangannya udah nyebar, sepupu kamu Ajeng lusa udah tunangan, anak satu arisan ibu si Kintan besok sudah akad. Kamu kapan?" dengan nada suara kesal dan menatap Ay serius.
"Duh ibu, ibu tadi bilang umur Ay cukup kan? berarti masih bisa lebih dong. Aku bukannya nggak mau bu, cuma belum ada yang pas aja bu," jawab Ay sambil mengotak atik hpnya walau sebenarnya cuma kepoin Instagram seseorang.
"Pas apanya lagi? Andini itu pacarannya cuma sebulan, Ajeng Cuma enam bulan, terus Kinan dua bulan. Sudahlah, kamu mau alasan apalagi dibilang mapan kamu sudah mapan, dibilang cantik yah lumayanlah kamu kan anak ibu" sambil tertawa geli tetapi tetap dengan nada serius.
"Ah ibu, jodoh sudah diatur bu. Aku tinggal mau nunggu aja dia datang ke rumah,"
"Dasar anak bontot, mau nunggu sampai rambut kamu memutih terus ibu sudah lenyap dari muka bumi ini," terangnya.
"Bukan begitu bu, pokoknya ibu doain Ay ajalah,"
"Oke, ibu doain kamu nikahnya januari tahun depan yah"
"Hah ibu, ini kan sudah bulan Desember. Mana mungkin Ay bisa secepat itu" nampak wajah Ay mulai malas mendengar tuntutan sang ibu.


(Flashback off)


Ay baru saja melamunkan perkataan ibunya, mungkin kali ini ia memang harus serius. Tetapi dengan siapa ia hendak dekat, lagi-lagi Ay harus memutar otak bagaimana caranya bisa menikah di bulan januari.
"Ay, cepat ini ibu sudah telat ke nikahan Kintan," teriaknya.
"Iya bu, ini Ay sudah siap. Ayo berangkat" sambil memutar kunci mobil dihadapan ibunya. Ay mengenderai mobilnya menuju acara akad nikah Kintan.
Sesampainya di rumah mempelai, Ay Nampak takjub dengan banyaknya orang yang hadir memenuhi acara sakral ini. Setelah akad nikah, Ay membayangkan kapan dirinya bisa duduk menatap tangan ayah dan calonnya itu mengucap janji suci sehidup semati.
Langkah seluruh tamu menuju ke hadapan kedua mempelai, rupanya ada sesi lempar bunga yang katanya siapapun yang mendapat bunga kelak ia akan segera menyusul ke jenjang pernikahan.
"Ay cepat, kamu harus ikut sesi lempar bunga. Siapa tahu pulang-pulang kamu nikah deh," sambil menyenggol lengan Ay.
"hmmm iya bu" Ay tidak mampu menolak, ia hanya menyanggupi perkataan sang ibu.
Ay pun berjalan menuju depan kedua mempelai, posisinya ia pilih lebih di belakang dan di pinggir. Nyatanya Ay hanya menuruti perkataan ibunya untuk ikut andil di acara Kintan.
1  2  3
Bug.


Tiba-tiba tangan kanan Ay refleks menangkap bunga itu, namun, ia tidak sendiri. Ada satu tangan yang juga memegang bunga itu dengan tangan kirinya. Dan jelas orang yang berada di sampingnya seorang pria yang nampak jelas masih berstatus jomblo karena ikut andil di pelemparan bunga Kintan.
Teriakan tamu undangan membuat mereka berdua menjadi merasa malu. Singkat cerita Ay merasa selama ini ia belum pernah divonis oleh dokter memiliki riwayat penyakit jantung. Tetapi kenapa setelah kejadian itu, setiap kali ia mengingatnya jantungnya selalu berdetak lebih cepat dari biasanya.
Ay pun segera meninggalkan pria asing itu dan segera mengajak sang ibu untuk pamit. Karena semakin lama berada di sisi pria itu. Ay khawatir masuk IGD karena ulah jantungnya.


...


"Jangan jangan ini yah yang namanya jatuh ..." ucapannya yang belum selesai terucap tiba-tiba Kintan datang ke rumahnya dengan sosok yang tidak asing lagi dimata Ay.
"Ay, ibumu ada?" tanyanya.
"hmmm eh ibu, ibu ada, iya ada lagi di, di dalam. Eh masuk aku panggilin dulu yah" jawabnya dengan gugup sambil mempersilahkan Kintan dan sosok lelaki itu masuk.
"Ibu, ibu itu ada Kintan di luar katanya cari ibu"
"Hmm iya" Ibu Ay berlalu meninggalkan Ay yang cukup jelas menampakkan raut wajah bertanya-tanya.
"Maaf tante, mengganggu aktivitas tante. Sebelumnya perkenalkan saya Rama, sepupu Kintan. Bukan bermaksud lancang, saya di sini ada maksud baik kepada putri tante. Untuk menjadikannya pendamping saya dan pelengkap agama saya, jika tante berkenan," ucap pria tampan, gagah dan berwibawa itu tanpa sedikitpun terdengar ucapan kebohongan yang ia lontarkan.
Sontak Ay kaget mendengar ucapan pria asing itu, benar saja ia menguping dari balik tirai ruang keluarganya. Walau kaget, tetapi hati kecilnya meyakinkan jika ini memang sudah saatnya.
"Iya tante, ini kak Rama sepupu Kintan. Mungkin tante jarang melihatnya karena ia kerja di Bandung. Tetapi saat acara nikahan Kinta, kak Rama hadir dan tanpa sengaja bertemu dengan Ay saat prosesi pelemparan bunga. Terus kak Rama cerita ke Kintan tentang Ay. Sepertinya ia tertarik untuk serius dengan Ay" kata Kintan yang menjelaskan dengan sangat detail.
Hembusan nafas Ibu Ay jelas terdengar, ia hanya kaget secepat ini Allah menjabah doanya.
"Hm tante mengerti maksud baik kamu nak, tetapi tante serahkan semuanya sama Ay yah"
Ay yang mendengar suara sang ibunya bergegas menemui Rama. Ia duduk tepat di hadapan Rama. Awalnya ia terus menunduk sampai-sampai tidak sadarkan diri menatap Rama dengan tatapan yang penuh arti.
"hmmm ternyata kalau Rama lebih dekat ia tampan juga yah, alisnya tebal, badannya berisi, dan kulitnya putih, apa dia benar-benar jodohku" katanya membatin.
"Ay bagaimana apa kamu setuju dengan maksud baik nak Rama?" tanpa bertanya lagi ke Ay karena jelas saat ia bersembunyi di balik tirai, tanpa sepengetahuannya sang ibu melihat kakinya yang nampak jelas bahwa ia sedang menguping pembicaraan.
"Ay Ay Ay setuju kok bu, sepertinya ini sudah waktunya Ay memulai sesuatu yang baru,"
"Alhamdulillah, kalau begitu saya langsung saja tante utarakan kapan acaranya akan digelar" jelas Rama.
"Baiklah nak, lebih cepat juga lebih bagus" sambil tersenyum ke arah Ay.
"In Syaa Allah awal tahun 2 Januari 2020 saya akan melamar Ay di pagi hari dan siangnya akan digelar akad nikah, serta malamnya resepsi bu. Mungkin, terdengar sangat terburu-buru tetapi ibu dan Ay tenang saja karena, semuanya akan saya persiapkan mulai hari ini" jelasnya.
Ay yang mendengar penjelasan Rama kaget, ia kira ibunya lah yang terburu-buru ternyata Rama lebih ngegas dibanding sang ibu.
Ibu Ay dan Ay mengiyakan penjelasan dari Rama. Begitupun dengan Kintan yang tersenyum puas mendengar keseriusan sepupunya.
2 Januari 2020
Kendaraan di pemukiman Ay pun berjejer, langkah demi langkah memasuki acara sakral yang akan segera digelar. Tepat pukul 9.00 WIB lamaran akan dimulai. Kini semuanya sudah selesai ditata dengan rapi dan indah.
Ay hanya menunggu kedatangan Rama beserta keluarganya untuk memulai acara. Sayup-sayup terdengar banyak orang yang membicarakan Ay karena bisa meluluhkan hati seorang pria tampan tanpa bersusah payah mendapatkannya.
Sekarang pukul 09.10 namun Rama juga belum terlihat dan tidak ada kabar. Ay mulai merasa cemas dan hanya berpikir positif mungkin macet atau memang berangkatnya lambat.
Tiba-tiba Kintan mengetuk pintu kamar Ay dan menangis memeluk Ay yang masih bingung apa yang sebenarnya terjadi.
"Ay hiksss hiksss Rama... kecelakaan"
"Apa? terus bagaimana keadaannya apa dia baik-baik saja? Mana dia?" Ay mulai menghujamkan pertanyaan ke Kintan.
"Maafkan Rama, Ay. Allah lebih sayang sama Rama hiks hikss" masih memeluk Ay.
Bug tubuh Ay lemas dan tangisnya pecah ketika mendengar jika orang yang sudah berani serius dengannya kini pergi di hari ia akan memulai kebahagiaan, di hari ia akan membuka hatinya untuk merasakan apa yang namanya cinta dan status pada sebuah hubungan.
Ibunya pun menghampiri Ay mengelus puncak kepala Ay dan menciumnya. Tetesan air mata jelas terpancar dari wajah sang ibu yang menenangkan Ay bahwa ini takdir yang harus ia jalani.
Ay telah sadar dari pingsannya, dan langsung bergegas ke pemakaman Rama walau seperti mimpi rasanya baru kemarin ia ingin mecobanya namun, harus diakhiri dengan kepergian.
Seminggu setelah kepergian Rama, Ay terus melamun dan badannya semakin kecil karena masih terbayang oleh Rama. Untuk mengobati luka pada hatinya ia pun menuliskan curahan hatinya di sebuah kertas putih yang terlihat foto mereka berdua saat menangkap bunga di pernikahan Kintan.


Untukmu Rama


Di awal pertemuan kita, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda jantungku mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Tetapi, itu kutepis karena aku takut hanya aku yang merasakan hal itu.
Besoknya kamu datang ke rumah, dalam hati saat pertama kamu menginjakkan kaki di rumahku. Aku sangat senang bisa melihatmu lagi, ditambah lagi kamu menyampaikan keseriusanmu padaku dan ibu.
Saat itu aku meyakinkan diri untuk menerimamu, karena aku rasa kamu orang yang pas untukku membuka hati dan membangun keluarga kecil walau cinta itu masih seperti benih.Aku berani memulainya. Tau tidak? Ibu selalu memaksaku untuk menikah karena usiaku sudah tidak muda lagi. Aku hanya selalu berdoa semoga ada yang datang ke rumah untuk menikahiku di Januari nanti.
Dan kamu datang, aku terharu bahwa Allah mengabulkan doaku dengan cepat. Namun, Allah lebih sayang kamu ia harus memanggilmu saat hari sakral kita. Maafkan aku sudah berharap lebih untuk memilikimu. Aku janji kelak ketika aku sudah benar-benar memiliki seorang pendamping aku akan rutin mendatangi makammu Ram.
Iya, kau berhasil membuat Januariku suram. Kau membuat Januariku kelabu. Tidak ada hari haru dan bahagia.
Mungkin, Januari berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun