Campuran dua menu yang bikin penasaran. Rasa asam dari mangga, segarnya timun dan bengkoang, pedasnya sambal, dan gurihnya kuah soto tahu, memberikan sensasi rasa tersendiri. Cocok disantap siang hari disandingkan dengan kelapa muda.
Satu jam dari pusat kota, kami tiba di destinasi pertama. De Djawatan, hutan yang menyerupai Fangorn Forest dalam film Lord of The Rings. Banyak sekali pohon-pohon trembesi raksasa berusia ratusan tahun peninggalan Belanda dulunya.Â
Batangnya yang tua dan berlumut memunculkan kesan mistis tapi eksotis. Lebatnya daun yang hampir menutupi kawasan Djawatan, sedikit menyeramkan tapi juga menawan. Kicau burung dan binatang lain bersahut-sahutan dengan nyanyian angin. Tidak heran, banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang tertarik bertandang ke sini.
Sego Tempong
Lelah mengelilingi De Djawatan, kini saatnya makan siang. Kami mampir ke warung makan Sego Tempong Mbak Har. Menyantap Sego Tempong, salah satu kuliner tradisional masyarakat Banyuwangi tentu tidak boleh terlewatkan.Â
Nasi hangat yang disajikan dengan berbagai variasi lauk seperti ayam, bebek, belut serta rebusan sayur dan lalapan. Tempong sendiri berasal dari kata tampar, sensasi tertampar karena pedasnya sambal yang disuguhkan.
Hari menjelang sore, saatnya kembali ke penginapan. Sebenarnya, ini waktu yang tepat menikmati senja di Pantai Merah. Namun, kami harus menyimpan energi untuk perjalanan malam yang menantang, melihat fenomena alam blue fire Kawah Ijen.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI