Desember 2023 lalu, kereta Wijayakusuma membawaku dari ujung barat Jawa Tengah hingga ke ujung timur Pulau Jawa. Lebih dari 14 jam berada di kereta ekonomi seharga Rp 330.000 membuat badan terasa pegal. Belum lagi kebosanan lantaran lamanya perjalanan. Namun, kehadiran teman dari Solo yang akan bersama-sama melakukan wisata ini, seakan mengubah suasana menjadi dan lebih menyenangkan.
Pagi-pagi kami sudah tiba di Banyuwangi. Beberapa ojek pangkalan menawarkan jasanya. Kami menolak dengan sopan, karena kami ingin berjalan untuk mencari sarapan. Nasi (sego) cawuk, menu sarapan khas masyarakat Kota Banyuwangi ini begitu menggiurkan. Campuran kuah parutan kelapa dan serutan jagung, ditambah lauk telur dan tahu sangat lezat dipadukan. Ditambah, renyahnya peyek sebagai pelengkapnya.
Banana Homestay
Taxi online memboyong kami ke Banana Homestay, penginapan murah Rp 200.000 permalam. Bangunannya didominasi warna kuning, menunjukkan keceriaan dan kebahagiaan.Â
Pasangan Bu Firda dan Pak Imron, serta puteranya Kelana, menyambut kami dengan hangat. Selain kami, ada beberapa tamu dari dalam dan luar negeri. Hospitality yang baik dari pemilik homestay kerap mengundang tamu-tamunya datang kembali.
Hari pertama, kami akan berkeliling kota dengan motor sewaan. Kami menyewanya di penginapan ini, harganya standar Rp 75.000-Rp 100.000 per hari.
Soto Rujak
Wisata ke kota yang dijuluki dengan The Sunrise of Java, tidak lengkap jika tidak mencicipi kulinernya yang unik. Salah satunya soto rujak yang kami temui di pinggiran jalan.Â
Campuran dua menu yang bikin penasaran. Rasa asam dari mangga, segarnya timun dan bengkoang, pedasnya sambal, dan gurihnya kuah soto tahu, memberikan sensasi rasa tersendiri. Cocok disantap siang hari disandingkan dengan kelapa muda.
Satu jam dari pusat kota, kami tiba di destinasi pertama. De Djawatan, hutan yang menyerupai Fangorn Forest dalam film Lord of The Rings. Banyak sekali pohon-pohon trembesi raksasa berusia ratusan tahun peninggalan Belanda dulunya.Â
Batangnya yang tua dan berlumut memunculkan kesan mistis tapi eksotis. Lebatnya daun yang hampir menutupi kawasan Djawatan, sedikit menyeramkan tapi juga menawan. Kicau burung dan binatang lain bersahut-sahutan dengan nyanyian angin. Tidak heran, banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang tertarik bertandang ke sini.
Sego Tempong
Lelah mengelilingi De Djawatan, kini saatnya makan siang. Kami mampir ke warung makan Sego Tempong Mbak Har. Menyantap Sego Tempong, salah satu kuliner tradisional masyarakat Banyuwangi tentu tidak boleh terlewatkan.Â
Nasi hangat yang disajikan dengan berbagai variasi lauk seperti ayam, bebek, belut serta rebusan sayur dan lalapan. Tempong sendiri berasal dari kata tampar, sensasi tertampar karena pedasnya sambal yang disuguhkan.
Hari menjelang sore, saatnya kembali ke penginapan. Sebenarnya, ini waktu yang tepat menikmati senja di Pantai Merah. Namun, kami harus menyimpan energi untuk perjalanan malam yang menantang, melihat fenomena alam blue fire Kawah Ijen.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI