Mohon tunggu...
lady  anggrek
lady anggrek Mohon Tunggu... Wiraswasta - write female health travel

Suka menulis, Jakarta, Blog: amaliacinnamon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jangan Ambil Suaraku

13 Januari 2019   05:10 Diperbarui: 13 Januari 2019   05:21 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu tidak tahu selama ini?" Tanya sang pemilik Cafe, Antonius. "Apa maksudmu? Oh, tentang Nabila ya." Ucapnya balik. Dia memperhatikaan Nabila yang tak jauh berdiri darinya. Richard Oh tersenyum bahagia. Akhirnya ada yang memperhatikan hubungan mereka berdua selama beberapa minggu ini. Antonius, Seorang lelaki berumur sekitar empat puluh tahun dengan kumis melintang memperhatikannya seksama. Sudah lima tahun ia bekerja sebagai kasir dan pemilik Cafe ini dan melihat banyak kejadian janggal. Namun hal ini sungguh membuat dirinya bingung. Dia melihat dengan benar. Arah telunjuk cowok ini. Hanya kosong. Saat Richard menunjuk seseorang berdiri dekat rak buku. Sambil menanti pembayaran di kasir. Dahi Antonius mengkerut. Pria itu terdiam membisu. Berusaha memahami situasi yang aneh dan terjadi secara nyata.

"Kamu tidak sedang minum obat, bukan?" Tanyanya bingung. Beberapa menit kemudian sejumlah buku yang dipinjam Richard Oh jatuh ke lantai. Tak percaya dengan apa yang dikatakan Antonius. "Apa mungkin terjadi? Bisa saja Bapak salah lihat." Kepalanya bolak-balik memperhatikan Nabila lalu memperhatikan raut muka serius Pak Antonius lagi. Namun bukan jawaban melegakan bagi Richard. Kedua matanya membelalak. Bulu-bulu di lengan berdiri dan merinding. Bahkan jantungnya hampir saja copot. Setelah itu dia langsung berlari menuju rumah terburu-buru. Selama perjalanan cowok itu berusaha mencerna kembali perkataan Pak Antonius. Tidak ada orang sama sekali.

"Hey, Richard anakku. Kamu sudah pulang?" Teriak Ibu dari dapur. Melihat Richard langsung berlari ke dalam kamar. Melewati Ibu begitu saja sambil berteriak, "Iya, Richard di kamar Ibu!" Brakk... Terburu-buru dia menutup pintu kamar. Dadanya terasa sesak. Kedua kakinya lemas setelah mengayuh sepeda dengan kencang. Ia berusaha mengatur napasnya tersengal-sengal. Richard berharap semua ini hanya mimpi. Namun senyum Nabila dan puisi yang dibuat saat bersama di sana terasa sangat nyata bagi Richard. Tunggu sebentar. Sepertinya puisi itu tak asing. Dia berpikir pasti ada sesuatu sambil berusaha berdiri. Tangan kanannya mengambil botol minum air putih tak jauh dari meja. Melegakan kerongkongan yang kering karena peristiwa mengejutkan.

Bahkan ia berusaha mengatur keresahan selimuti dadanya saat menyalakan laptop di atas meja.  Kalau tidak salah Keabadian judulnya. Puisi yang ditulis Nabila saat di Cafe Conan. Tangannya klik mouse  namun tidak ada.  Richard menghela napas. Ia bingung. Berpikir sebentar di depan komputer. Lalu menulis nama Nabila. Ternyata ada filenya.. Ia baca perlahan. Tak mungkin terjadi. Dia baca lagi kalimat demi kalimat secara perlahan.

"Inginku seribu tahun hidup lebih lama, Berbisik menari pada buku-buku lapuk di sana, 

Berlari menerjang menyusuri angan, Kutulis pada mega mendung terpatri khayalan!

Biarkanlah daku abadi pada larik-larik di dedaunan, Sajak senja menyusuri separuh diriku tersirat keinginan,

Biarkanlah daku menyusuri pepohonan rimbun, Seperti roh-roh syahdu meresapi keabadian.

Wajah Nabila tampak murung setelah menulis kata-kata itu. Ia berharap juga dapat meraih Keabadian. Waktu yang cukup lama untuk membuatnya masih berdiri dan miliki harapan.  Namun ternyata ia memilih cara yang lain. Melawan takdir Tuhan. Untuk menyerah dalam hidupnya." Richard kaget setelah membacanya. Ternyata Nabila adalah tokoh fiksi. Lalu ini semua tentang bully. Tentang keadaan dirinya saat menghadapi Keenan dan kroni-kroninya. Meski ia sudah terbiasa namun masih berusaha bertahan dari mereka.

"Maafkan aku, Richard." Ucap Nabila dari belakang. Gadis itu berdiri memperhatikan Richard lama apa yang sedang dia lakukan. Richard kaget mendengar kata-katanya. Ia berusaha terlihat tidak takut kepada Nabila meski hal itu mustahil. "Kenapa engkau lakukan hal ini kepadaku?" Tanya Richard penasaran. Kedua tangannya terasa bergetar. Lagi-lagi dia berusaha mengatur napas perlahan. "Karena kita adalah sama. Yang berbeda adalah kamu adalah penciptaku." Wajah Nabila memperhatikan Richard sayu.

Selama ini akhirnya keinginan terpendam Nabila tiba di ujung akhir. "Aku sungguh berharap kamu lebih memilih harapan. Meski aku adalah imajinasimu." Richard sedih. Tidak sangka  ada seseorang yang masih peduli terhadap dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun