Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Sepele

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sanggahan Atas Pembelaan Novanto dalam Sidang MKD Ketiga

7 Desember 2015   23:50 Diperbarui: 8 Desember 2015   01:09 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya, saya mewanti-wanti politik oligarki di MKD. Sudah terduga bahwa sidang kali ini akan berlangsung tertutup. Sejak waktu sidang tertunda lalu molor setengah jam dari yang semestinya dimulai pukul 13.00, masyarakat dan media menunggu keputusan agar sidang digelar terbuka. Setelah waktu isoma, sidang akhirnya ditutup karena Novanto tidak kembali hadir untuk melanjutkan persidangan.

Pelaksanaan sidang etik Novanto (Senin, 7/12) tidak mengejutkan. Satu hal yang terlupakan dari anggapan pengamat dan harapan publik bahwasanya kasus Novanto telah berjalan di ranah hukum melalui penyelidikan yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Pihak Novanto tentu saja mengantisipasi hal ini, sehingga tidak ingin pernyataan tersumpahnya menjadi bumerang baginya di hadapan penegak hukum, baik kejaksaan, kepolisian, maupun KPK.

Perlu diingat bahwa MKD adalah alat kelengkapan dewan yang lahir dari putusan politik. Lobi politik itu biasa terjadi di DPR. Meskipun demikian, perkara etis tidak tepat diselesaikan dengan intervensi kepentingan politik karena etika merupakan prinsip fundamental yang berlaku universal. Siapapun orangnya niscaya bergumul dengan persoalan etika selama ia hidup di tengah-tengah masyarakat. Maka, tindakan untuk menjalankan etika adalah wujud kesadaran moralitas dirinya terhadap orang lain.

Setiap upaya politis yang mencampuri etika hanya akan membuat perkara etis menjadi bias. Terbukti peran Hakim MKD yang membelokkan kasus Novanto pada persoalan legal standing, keabsahan rekaman, dan isu perpanjangan kontrak Freeport. Bahkan, pernyataan Akbar Faizal seperti menggambarkan adanya sabotase. Ketua Majelis mengetuk palu dan memutuskan sidang bersifat tertutup secara sepihak. Ia pun menyayangkan anggota MKD yang menjerumuskan temannya sendiri dengan menceritakan ke media bahwa seolah-olah tidak ada penolakan dari Hakim MKD untuk melangsungkan sidang secara tertutup.

Pembelaan Novanto

Tidak ada hal baru dari pernyataan Novanto dalam persidangan yang perlu disikapi dengan sidang tertutup. Tidak ada rahasia negara yang diungkap. Bagian pokok dari pernyataannya terekam oleh seorang Hakim MKD dan ditayangkan eksklusif oleh Metro TV. Terdapat dua hal yang saya simak, yaitu argumentasi Novanto dan rekomendasinya kepada majelis hakim.

Argumentasinya, antara lain:

  1. Sudirman Said tidak memiliki legal standing untuk mengadukan dirinya ke MKD, maka laporannya harus ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;
  2. Sudirman Said memperoleh kesaksian sebagai pihak ketiga, maka kesaksiannya tidak dapat diterima;
  3. Maroef melakukan kesaksian palsu dan tidak berdasarkan fakta, maka kesaksiannya mesti dikesampingkan;
  4. Rekaman diperoleh secara ilegal, maka tidak dapat dijadikan bukti dalam persidangan;
  5. Nama baiknya telah dicemarkan oleh media elektronik dan cetak, sehingga merupakan character assassination.

Dengan argumentasinya tersebut, ia meminta majelis hakim untuk memutuskan bahwa:

  1. Laporan pengaduan Sudirman Said ditolak;
  2. Kesaksian Maroef dikesampingkan; dan
  3. Rekaman tidak dapat dijadikan bukti dalam persidangan.

Apabila dicermati, pembelaan diri Novanto tidak mempunyai dasar kebenaran. Alasannya adalah tidak terdapat verifikasi terhadap premis-premis atau pernyataan pokok dalam argumentasi yang menguatkan rekomendasi atau permintaannya. Sekalipun kasus Novanto menyoal etika, saya perlu mengambil perspektif logika untuk membuktikan kesalahan cara berpikirnya dan begini penjabarannya:

Sanggahan untuk argumentasi poin pertama

Soal legal standing telah berulang kali saya bahas dan tidak perlu diutarakan kembali. Kasus Novanto yang diadukan ke MKD ialah perkara etis dan bukan pidana, maka secara substansial di luar prosedur hukum. Jabatan dan kewenangannya cukup mewakili untuk melaporkan kasus ini. Selain itu, Pasal 1 Bab I Peraturan DPR No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Beracara MKD jelas menyebut setiap orang adalah pengadu. Lha, menteri itu orang atau bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun