Oleh : Sumisih
Pakar UGM Tadjuddin Noer Effendi menjelaskan fenomena kecenderungan untuk bertahan dalam satu pekerjaan yang tengah di jalani, meskipun sudah tidak memiliki minat dan motivasi dalam pekerjaan tersebut di sebut job hugging. Menurut Tadjuddin menjelaskan fenomena ini muncul karena adanya ketidakpastian dalam lapangan kerja dan maraknya pemutusan hubungan kerja ( PHK) di Indonesia.
Mencari pekerjaan baru memiliki resiko yang tinggi, maka mereka cenderung memilih bertahan kata Tadjuddin di kutip dari laman resmi UGM Selasa, (23/9/2025)
Dalih mencari suasana baru, sebelumnya di warnai job happing adalah untuk mengejar kenaikan gaji, pengalaman kerja, terus suasananya berubah, job hugging mencerminkan rasa aman yang di cari pekerja di tengah sulitnya pasar kerja yang melambat, perekrutan yang lesu dan tidak kepastian politik. Jika Job happing di anggap simbol keberanian dan ambisi,Job hugging mencerminkan sikap bertahan. Job hugging tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di AS menunjukkan ada perubahan besar dalam dinamika pasar kerja.
Penyebab fenomena job hugging makin banyak adalah karena kapitalisme global gagal menjamin bagi rakyat. Kondisi ini tidak lepas  dari lesunya perekonomian global dan meningkatnya resiko PHK. Rasa aman menjadi prioritas sehingga banyak pekerja yang memilih bertahan meski kehilangan gairah dan kreativitas.
Ini kalau terjadi jangka panjang berpotensi membuat ekosistem kerja stagnan, yakni karyawan kehilangan kehilangan motivasi dan inovasi akan tersendat. Dan produktifitas menurun dan pekerja cenderung mencari aman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI