Mohon tunggu...
Kyra Adiavira
Kyra Adiavira Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tugas Individu 2_19_Kyra Adiavira

14 Agustus 2018   18:18 Diperbarui: 17 Agustus 2018   20:59 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia lekat dengan mitos bahwa konsumsi bahan penyedap monosodium glutamat, atau yang lebih umum disebut micin, membawa dampak buruk bagi kecerdasan. Populernya monosodium glutamat dalam berbagai produk makanan semakin mempermudah penyebaran mitos tersebut.

Monosodium glutamat (MSG) adalah senyawa kimia dalam kelompok garam karbonat dengan bentuk kristal berwarna putih yang dapat larut dalam air.(1) Pertama kali disintesis oleh Ikeda, yang menemukan bahwa turunan asam glutamat paling stabil dalam bentuk garam natrium. Ikeda menyadari gugus glutamat yang terdapat dalam bahan makanan tradisonal Jepang bertanggungjawab terhadap rasa "umami" atau gurih. Temuan ini dipasarkan menggunakan merek dagang "aji no moto", dengan fungsi sebagai penguat rasa makanan. Masyrakat Asia Tenggara menggunakan MSG dalam jumlah cukup besar pada kehidupan sehari-hari mereka. Di Indonesia, konsumsi MSG per kapita mencapai kurang lebih 0.6 gr/d.(2) Sebenarnya dalam otak sendiri sudah terdapat asam amino glutamat yang bekerja sebagai neurotrasmiter. Namun, apabila terakumulasi di celah antar sel saraf, senyawa tersebut dapat bersifat eksitotoksik bagi otak. Di samping itu, di dalam tubuh MSG bisa terurai menjadi sodium dan glutamat, sehingga konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan kenaikan drastis kadar garam (natrium) dalam darah.(3)

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh MSG terhadap tubuh manusia. Pada eksperimen yang diselenggarakan oleh tim pimpinan Baad-Hansen, sukarelawan diberikan salah satu dari soda berisi garam dan berisi MSG. Hasilnya, sebagian besar sukarelawan mengalami keluhan sakit kepala. Di samping itu, dilaporkan pula bahwa tekanan darah sistolik sukarelawan yang mengonsumsi MSG dosis tinggi naik.(4) Pada penelitian lain yang dipimpin oleh Shimada, delapan dari empat belas sukarelawan yang berpartisipasi mengalami keluhan sakit kepala saat diberikan MSG, sementara hanya dua dari empat belas sukarelawan yang mengalami keluhan serupa saat diisolasi dari MSG. Tekanan darah juga dilaporkan naik.(5) Meskipun begitu, perlu dicatat pula bahwa kedua studi yang dilakukan di atas menggunakan cara pengadministrasian MSG secara oral menggunakan minuman. MSG mampu mengubah rasa suatu bahan dan meninggalkan rasa tidak enak pada lidah dalam kadar tinggi, sehingga hal tersebut dapat memicu bias.(6) Selain itu, observasi hanya dilakukan selama paling lama sekian hari, sehingga tidak dapat diketahui persis akibat jangka panjang dari konsumsi MSG.

Penelitian mengenai dampak MSG juga dilakukan menggunakan tikus. Penelitian yang dilakukan Loprinzi menunjukkan bahwa tikus yang diberikan MSG mengalami penurunan kemampuan gerak motorik dan kemampuan mengingat. Penurunan tersebut dapat sedikit diatasi, meskipun perbedaannya tidak signifikan, dengan latihan berkala.(7) Sejumlah penelitian lain juga menunjukkan bahwa tikus muda yang diberikan MSG mengalami kematian sel neuronal serta pengurangan fotoreseptor dan sel glial. Tikus muda yang diberikan MSG juga menunjukkan kemunduran kemampuan nalar dan belajar.(8) Akan tetapi, patut dicatat bahwa hasil dari penelitian yang menggunakan subjek hewan tidak bisa diaplikasikan langsung terhadap manusia, diakibatkan adanya perbedaan cara penyerapan MSG antara tikus dan manusia. Selain itu, manusia dan tikus muda juga memiliki perbedaan dalam hal kemampuan membatasi sirkulasi darah dari aktivitas otak. Yang terpenting, dosis MSG yang diberikan kepada tikus dalam penelitian yang dilakukan berbeda jauh dari dosis harian yang umum dikonsumsi manusia. Dosis terkecil yang diberikan kepada tikus dalam eksperimen adalah 2 gr/kg berat badan, sementara konumsi rata-rata MSG sebagai penguat rasa oleh manusia hanya 0.3-1.0 gr per hari.(9)

Sementara itu, kecerdasan manusia dapat ditampilkan dalam bentuk nilai terstandardisasi menggunakan skor IQ. Skor IQ dapat dinilai salah satunya menggunakan tes Stanford-Binnet, yang menguji lima faktor sebagai penentu nilainya, yaitu pengetahuan umum, penalaran kuantitatif, penalaran visual-spasial, daya ingat, dan penalaran bebas.(10) IQ seseorang dapat dipengaruhi ukuran dan bentuk otak depan berikut aktivitas kimia di otak. Struktur yang berfungsi dengan baik memengaruhi efektivitas pengolahan informasi. Struktur-struktur tersebut bisa diwariskan secara genetik, serta dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk di dalamnya nutrisi, terutama yang diberikan pada masa bayi. Kekurangan zat zink, besi, folat, yodium, B12, dan protein, bisa mengakibatkan rendahnya IQ.(11)

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa belum pernah ada penelitian menggunakan subjek manusia yang dapat membuktikan bahwa konsumsi monosodium glutamat dalam dosis normal menyebabkan penurunan kecerdasan. Keluhan terbanyak yang disampaikan setelah pengadministrasian MSG adalah sakit kepala, tetapi tidak ada hasil yang mengindikasikan bahwa keluhan tersebut berhubungan secara langung terhadap aktivitas saraf dan otak.(4-6) Keluhan sakit kepala lebih sering dianggap sebagai efek samping dari kenaikan tekanan darah akibat kandungan sodium dalam MSG. Bagaimana pun juga, tidak tertutup kemungkinan bahwa konsumsi MSG secara berlebihan, terutama oleh anak-anak yang masih belum mampu mencerna MSG secara sempurna(8) dan lebih membutuhkan nutrisi lain, dapat mengakibatkan dampak buruk bagi tubuh(11). Maka dari itu, manusia sebaiknya mengonsumsi MSG dalam dosis tetap di bawah batas aman yang telah ditetapkan.

REFERENSI

1. National Center for Biotechnology Information. Monosodium glutamate [internet]. Bethesda: National Center for Biotechnology Information; 2008 Feb 5 [updated 2018 Aug 4; cited 10 Aug 2018]. Available from: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/236891192.

2. Obayashi Y, Nagamura Y. Does monosodium glutamate really cause a headache?: a systematic review of human studies. J headache pain. 2016 May 17; 17(1): 13.

3. FloresSoto ME et al. Receptor to glutamate NMDAtype: the functional diversity of the nr1 isoforms and pharmacological properties. Curr Pharm Des. 2013; 19(38): 6709-19.

4. Baad-Hansen L et al. Effect of systemic monosodium glutamate (MSG) on headache and pericranial muscle sensitivity. Cephalagia. 2010 Jan;30(1): 68-76.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun