Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentafakuri Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Three Minute Sustainability by Mr. K: Sampah Jadi Listrik, Antara Harapan dan Kenyataan

3 Oktober 2025   09:43 Diperbarui: 9 Oktober 2025   16:18 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Uji Coba Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo, Kota Solo, Jateng: KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulis

Episode ke 3 : Sampah Jadi Listrik, Antara Harapan dan Kenyataan

Lebih dari 68,5 Juta ton sampah dihasilkan Indonesia setiap tahunnya (KLHK, 2023). Ironisnya, yang benar-benar terolah hanya sekitar 10-12 %, sisanya menumpuk di TPA atau tercecer ke sungai dan laut. Di satu sisi, 60 % pembangit listrik kita masih tergantung pada batu bara yang menyumbang emisi karbon besar-besaran. Sebuah Paradoks kehidupan. Tumpukan sampah menggunung, listrik tetap kotor, dan masa depan energy kita masih abu-abu.

Sebuah Realitas Atau Sekedar Janji

Gunungan sampah bukan sekedar pemandangan yang tak menyenangkan, bahkan ancaman bagi beberapa kota besar. Bantar Gebang misalnya, menerima lebih dari 7.500 ton sampah per hari dari Jakarta, dan diperkirakan akan penuh dalam beberapa tahun ke depan.

Ini belum termasuk angka 2.500 ton/hari untuk RDF Plant Rorotan, yang mengelola volume sampah yang masuk agar beban ke TPST Bantar Gebang bisa dikurangi.

Lalu hadir sebuah janji baru: waste-to-power. Pemerintah bersama sovereign fund Danantara berencana meluncurkan proyek pengolahan sampah jadi listrik di sejumlah kota mulai Oktober 2025.

Sebuah terobosan yang, di atas kertas, menyentuh tiga dimensi sustainability: Planet: mengurangi beban sampah dan emisi. People: membuka lapangan kerja dan meningkatkan kualitas hidup. Profit : menciptakan model bisnis energi baru. Namun, apakah realitasnya akan seindah janji di atas kertas?

Sampah Jadi Listrik Antara Harapan dan Kenyataan | Dok.zoneebt.com
Sampah Jadi Listrik Antara Harapan dan Kenyataan | Dok.zoneebt.com

Infrastruktur yang Masih Rapuh

Kita mulai dari hal paling mendasar: sistem pemilahan sampah. Apakah masyarakat kita sudah terbiasa dengan system ini dalam praktek kehidupan sehari-hari? Alih-alih memilah sampah.

Membuang pada tempatnya saja sudah jadi kebiasaan, terutama warga urban yang memiliki kondisi social dan pendidikan yang rendah. Sehingga sungai dan jalan menjadi korban sasaran membuang sampah seenaknya.

Jepang bisa sukses dengan waste-to-energy karena warganya disiplin memilah organik, plastik, logam, bahkan kertas. Di Indonesia, hanya sekitar 11% rumah tangga yang memilah sampah dari sumbernya (BPS 2023). Akibatnya, mesin secanggih apapun di PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) akan bekerja setengah hati, karena bahan bakunya kotor dan tercampur.

Bantar Gebang dan TPA lain adalah bukti betapa rapuhnya infrastruktur kita. Alih-alih bertransformasi jadi pusat energi, mayoritas TPA masih berfungsi sebagai "kuburan sampah" yang memproduksi metana; gas rumah kaca yang 28 kali lebih berbahaya dari CO.

Komposisi Sampah Berdasarkan Sumber | Dok.validnews.org
Komposisi Sampah Berdasarkan Sumber | Dok.validnews.org

Investasi dan Risiko

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun