Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Swajiwanita, Sepotong Kisah Romansa Hamid Rusdi di Tengah Kecamuk Perang

28 Mei 2018   07:47 Diperbarui: 28 Mei 2018   12:52 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi pernikahan Hamid Rusdi (diperankan Mohammad Helmi Nur Fikri) dengan Siti Fatimah (diperankan Lita Aslama). Dok.foto LingkungSeni Limau Ranum

DALAM SEPULUH TAHUN terakhir kita seringkali mendapat suguhan repertoar seni pertunjukan berbasis Tokoh dan Pahlawan. Dapat dicatat disini, antara lain: Matinya Seorang Pejuang Tribute to Munir (2012), tokoh hak asasi manusia asal Batu lewat monolog Whani Darmawan dipentaskan ke beberapa kota termasuk di rumah Budaya Ratna Indraswari Ibrahim di jalan Diponegoro 3 Kota  Malang.

Monolog  Marsinah Menggugat (Ratna Sarumpaet, 1998), monolog Tan Malaka "Saya Rusa Berbulu Merah" (mainteater Bandung, 2016),Tan Malaka opera tiga babak karya Goenawan Mohamad (2011), monolog Inggit (Happy Salma, 2011-2014), pentas teater Mati Marga Warta (mengenang kematian wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syarifuddin) oleh Komunitas Tebu dan Pewarta Bantul (2017); Opera Diponegoro (Sardono W.Kusumo, 1995, 2008, 2009, 2010);  monolog Tjut Nyak Dhien (Sha Ine Febriyanti, 2018).Dan satu pertunjukan yang baru saya tonton, Swajiwanita.

Saya tertarik menonton pertunjukan Swajiwanita karena dalam poster publikasi tertulis selarik kalimat Terinspirasi darikisah romansa sertaperjuangan Hamid Rusdi dan Siti Fatimah. Kedua: Eka Wijayanti sutradara pertunjukan teater dengan sentuhan bahasa walikan serta tari kontemporer kolaborasi beberapa komunitas seni Kota Malang, mendapat sokongan dana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui programBantuan Fasilitasi Kegiatan Kesenian tahun 2018.

Cinta itu Abadi, Mayor

Sekitar lima ratus penonton memadati kursi-kursi di Gedung Kesenian Gajayana di Jalan Gajayana 19 Kota Malang. Pelajar, komunitas seni, masyarakat umum. Ada juga keluarga Mayor Hamid Rusdi, tokoh sentral yang menjadi sumber inspirasi pentas malam itu. (5/5/2018).

Pementasan dibuka dengan adegan seorang perempuan menggendong bayi. Maju dan bersimpuh di ujung panggung sebelah kanan. Sorot lampu membuatnya makin benderang. Perempuan itu bersimpuh dan mendendangkan tembang jawa untuk menenangkan dan  menidurkan sang bayi. Perempuan itu dikenal sebagai Mbok Teguh, istri Umar Roesdi. Dan sang bayi adalah Hamid Rusdi. Dalam buku Biografi Mayor Hamid Roesdi dihimpun oleh Bintaldam V/Brawijaya, 1989 tertulis:

Hamid Roesdi dilahirkan pada hari Senin Pon sekitar tahun 1911 di desa Sumbermanjing Kulon Kecamatan Pagak Malang Selatan. Nama kecilnya ialah Abdul Hamid. Orang tua Hamid Roesdi adalah orang biasa akan tetapi berkat kegiatan bekerjanya akhirnya menjadi orang kaya dan terpandang di daerah Sumbermanjing Kulon. Disamping itu kedua orang tuanya tergolong orang yang sungguh-sungguh taat beribadah. Ayahnya bernama Roesdi yang dikenal dengan nama Haji Umar setelah naik Haji ke Mekkah pada tahun 1939. (hal.2)

Pertunjukan sepanjang seratus dua puluh menit berjalan dengan menarik. Babak demi babak berjalan dengan menarik. Monolog Hamid Rusdi, pinangan Hamid Rusdi-Geetrada Josephine Schwarz dan proses Geetrada menjadi mualaf dan berganti nama menjadi Siti Fatimah. Kehidupan Siti Fatimah-Hamid Rusdi setelah menikah, kisah perjuangan Hamid Rusdi dan munculnya bahasa walikan. Hamid Rusdi berpamitan untuk berjuang. Kegundahan jiwa Siti Fatimah. Keluhan Siti Fatimah kepada Hamid Rusdi. Pamitan Hamid Rusdi kepada Siti Fatimah. Dagelan gerilya. Tragedi Wonokoyo. Sampainya kabar kematian Hamid Rusdi kepada Siti Fatimah.

Noerman Rizky Alfarozy  (penata musik), Sandhidea Cahyo Narpati (penata tari), Zhuhkhriyan Zakaria (penata artistik), Momu (multimedia) bekerjasama membesut pertunjukan menjadi memikat penonton. Dan suguhan dagelan gerilya oleh Firdaus Zulkarnain, Wildanis M.Abror dan Sandhidea Cahyo Narpati berhasil membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.

Eka Wijayanti, sutradara pertunjukan mengaku terkesan dengan perjuangan, pengorbanan dan kesetiaan Hamid Rusdi & Siti Fatimah. Riset kepustakaan dilakukannya di Perpustakaan Bintaldam Museum Brawijaya Jalan Ijen Malang. Buku Malang Tempo Doeloe (Dukut Imam Widodo),buku Biografi Mayor Hamid Roesdi (Bintaldam V/Brawijaya,1989) dibacanya tuntas. 

"Menyadari bahwa kisah ini membawa kita pada perenungan tentang apa arti perjuangan yang sesungguhnya. Bukan sekedar berperang tetapi juga berkorban dan teguh dalam kesetiaan. Saya sempat berkonsultasi juga dengan rekan yang seorang psikolog tentang bagaimana  perasaan seorang  Siti Fatimah yang merupakan seorang  blasteran. Saya sempat mewawancarai beberapa janda dari para veteran, untuk mendalami perasaan Siti Fatimah," Eka Wijayanti menguraikan tentang proses mendalami sosok Siti Fatimah.

"Ya kalau saya pribadi proses ini merupakan proses yang menarik. Saya merasa bangga bisa mendapatkan kesempatan untuk memerankan Pak Hamid Rusdi. Dalam proses Swajiwanita saya jadi bisa merasakan bagaimana rasanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan cinta kepada Ibu Siti Fatimah. Dan bagaimana konflik batin seorang suami yang harus meninggalkan istrinya untuk memperjuangkan bangsanya," Mohammad Helmi Nur Fikri memberikan kesannya.

Lita Aslama (22) pemeran Siti Fatimah, menjelaskan bahwa sebagai aktor, dirinya merasa proses Swajiwanita sendiri tidak berbeda dari proses teater dan seni pertunjukan pada umumnya."Kami melakukan observasi, wawancara narasumber, bedah naskah, reading naskah, pengadeganan. Mungkin yang sedikit membedakan, ini adalah pentas kolaborasi jadi ada koreografi, tari, dan sudut pandang yang diambil juga berbeda.Untuk peran Siti Fatimah sendiri saya pelajari dari  sebuah artikel yang sedikit banyak membantu menggambarkan perjalanan cinta Bu Siti Fatimah dan Pak Hamid Rusdi."

Dalam penafsiran Lita Aslama, Ibu Siti Fatimah adalah sosok yang luar biasa. Tidak mudah rasanya menjadi istri seorang Hamid Rusdi pada saat itu. Apalagi beliau keturunan belanda yang dengan jelas dibenci rakyat pribumi. Tetapi berbekal keyakinannya dari kesetiannya kepada Hamid Rusdi, beliau tetap menemani sampai akhir hayat suaminya. "Hal tersebut sangat berkesan buat saya. Semoga setelah pertunjukan yang dipentaskan oleh Limau Ranum bisa menginspirasi banyak orang untuk lebih  mengapresiasi cerita sejarah daerah masing-masing."

Eko Rody Irawan (45), pengurus Reenactor Ngalam mengapresiasi pertunjukkan Swajiwanita tersebut,"Sangat inspiratif, mampu mengangkat sisi lain perjuangan hamid rusdi dalam kemasan yang sangat menarik.Langka dan bisa memasukkan pesan patriotisme melalui pentas."

Ibu Retno Mastuti hadir bersama sang suami, Bapak Soffan Haryanto (69), masih keluarga Hamid Rusdi."Kami sangat tertarik untuk menonton Swajiwanita karena sebagai keponakan alm.Hamid Rusdy saya ikut merasa bangga dan senang dengan dipentaskannya sebagian dari kisah alm.Hamid Rusdy oleh generasi muda yang melibatkan mahasiswa kampus di Malang. Usaha mengembangkan pentas seni dengan menggali peristiwa-peristiwa di bumi pertiwi Indonesia adalah suatu kegiatan yang patut mendapatkan penghargaan tinggi.Atas nama Keluarga Besar H.Umar Rusdy  kami mengucapkan terima kasih dengan pentas seni yang telah dilakukan. Semoga kegiatan tersebut akan memberi inspirasi positif bagi generasi muda Indonesia".

dokpri
dokpri
Tentang Eka Wijayanti

Eka Wijayanti (30), lahir di Malang. Alumnus Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Seni teater, musik dan tari  menjadi bidang yang ditekuninya hingga sekarang, meski hanya dikembangkan lewat keterampilan otodidak. Keikutsertaan dalam berbagai lomba telah mengasah bakatnya dan menghasilkan  prestasi-prestasi yang juga ditularkan kepada anak didiknya. 

Pengalaman mengikuti workshop ruang kreatif bersama Garin Nugroho di Jakarta pada Desember 2017semakin memperdalam pengetahuan Eka mengenai seni. Dengan motto "hidup adalah rencana dan pikiran positif", Eka Wijayanti tak berhenti memotivasi anak-anak muda untuk mengembangkan diri dan berprestasi.  

Saat ini Eka Wijayanti mulai merintis pembentukan LingkungSeni Limau Ranum yang ditujukan untuk menaungi pegiat seni muda untuk dapat meningkatkan serta mengapresiasi minat bakat dan keterampilan di bidang seni dan sastra. Disampingitu Eka Wijayanti juga masih aktif dalam kegiatan pembinaan kesenian di  SMK Kesehatan Adi Husada.

Sederetan karya Eka Wijayanti: tari kontemporer Balioboro (2008), tari kontemporer Si Narko (2008),  teater Melawan Kutukan (2011), karya tari Wanua Panawijen (2012), naskah tari Petan (2011), koregrafi musik Jaran Jaranankolaborasi dengan komposer Noerman Rizky Alfarozy (2013), karya tari Topang Topeng (2013), Mading 3 Dimensi.Malang Kucecwara (2012), Mading 3 Dimensi Tosmarto (2013), Dramatari Pungkasaning Pagebluk (2015), teater sekolah Nusantara (2017), Pertunjukan Swajiwanita (2018).

Hamid Rusdi diantara Arsip Yang Terlipat

Ibu Hj.Muslicha (91) dan Ibu Retno Mastuti (61). Dok.pribadi
Ibu Hj.Muslicha (91) dan Ibu Retno Mastuti (61). Dok.pribadi

Saya bersyukur dapat bersilaturahmi ke rumah Ibu Hj Muslicha di salah satu perumahan di Gadang, bersama tim pertunjukan Swajiwanita, staf Dinas Arsip Daerah Kota Malang, pengurus Museum Reenactor Ngalam Kampoeng Sedjarah Tawangsari dan Ibu Retno Mastuti (pengurus Museum Musik Indonesia). Bapak Soffan Haryanto, suami Ibu Retno Mastuti adalah putra Hj.Soekarni (adik Hamid Rusdi). 

Dirumahnya, Ibu Retno Mastuti dan Bapak Soffan Haryanto,masih menyimpan dengan baik samurai Hamid Rusdi. Berkat budi baik dan kemurahan hati Ibu Retno Mastuti, kami dapat bersilaturahmi dengan Ibu Hj. Muslicha. Meski telah berusia 91 tahun namun Ibu Hj. Muslicha masih mengingat dengan baik sosok Hamid Rusdi."Sa'adah, istri Hamid Rusdi itu rumahnya Jodipan," cerita Hj.Muslicha (17/5/2018). Ibu Hj.Muslicha menunjukkan foto Toyib Rusdy (adik Hamid Rusdi). Dari foto tersebut kami "meng-imajinasi" sosok wajah Hamid Rusdi.

Epilog

Saya belum berhasil mendapatkan foto wajah Hamid Rusdi. Sayahanya melihat sketsa wajah Mayor Hamid Rusdi dalam buku Revolusi Fisik di Kota Malang tahun 1945-1949, skripsi, Helmi Wicaksono, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Sejarah UniversitasNegeri Malang, 2012. Ada di halaman 154.

sketsa wajah Mayor Hamid Rusdi dalam buku Revolusi Fisik di Kota Malang tahun 1945-1949, skripsi, Helmi Wicaksono, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Sejarah UniversitasNegeri Malang, 2012. Ada di halaman 154.Dok.pribadi.
sketsa wajah Mayor Hamid Rusdi dalam buku Revolusi Fisik di Kota Malang tahun 1945-1949, skripsi, Helmi Wicaksono, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Sejarah UniversitasNegeri Malang, 2012. Ada di halaman 154.Dok.pribadi.
Saya juga belum menelusuri ke sekolah-sekolah dimana Hamid Rusdi pernah belajar:

Volks school di Sumbermanjing (1919-1922); Vervolg school Ngebruk (1922-1924); Vervolg school di Malang (1924-1925); Schakel school di Malang (1925-1928); Pertanian di Walikukun Madiun (1928-1930); MULO di Malang (1931-1932); Montir di Malang (1932-1922); Boei giyugun kembu renseitai (Korps Pembela Tanah Air di Bogor (Oktober 1943-April 1944).

Hamid Rusdi pernah bekerja sebagai sopir di Penjara Besar Malang (Lowokwaru, 1942).Semoga foto wajah Hamid Rusdi masih tersimpan dengan rapi.

Buku Biografi Mayor Hamid Roesdi dihimpun oleh Bintaldam V/Brawijaya, 1989 .Dok.pribadi
Buku Biografi Mayor Hamid Roesdi dihimpun oleh Bintaldam V/Brawijaya, 1989 .Dok.pribadi
Dafila Tanico, generasi ke-4 Umar Rusdi (orangtua Hamid Rusdi), minta maaf karena minimnya informasi terkait Hamid Rusdi. "Insyaallah ramadan kali ini akan banyak menggali informasi dari seluruh keturunan Umar Rusdi." (17/5/2018). Dafila Tanico (Nico) adalah putra Fitri Yuliati. 

Saat ini Nico menjadi pendidik di SMKN 3 Kota Malang.Fitri Yuliati adalah putri ke-6 pasangan Toyib Rusdy (alm) dan Hj Muslicha. Toyib Rusdy adalah adik Hamid Rusdi.

Tahun ini, Nico menjadi ketua panitia pertemuan Keluarga besar Umar Rusdy. "Terima kasih banyak atas perhatiannya kepada mbah kami, insyaallah ini akan jadi semangat kami untuk cucu cicit Umar Rusdi, apalagi memaknai perjuangan Mbah Hamid dan Mbah Abdul Razak, agar tidak sia-sia. Walaupun tidak ada keturunan secara langsung kami punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik beliau-beliau."

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun