Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelangi Sastra Malang

22 Januari 2018   07:27 Diperbarui: 22 Januari 2018   08:43 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Denny Mizhar Koordinator Pelangi Sastra Malang. Dok.pribadi

Pelangi Sastra Malang

oleh Abdul Malik


Nancy, kau tahu bagaimana kota dalam kepalaku

ia lahir dari laju zaman, ketika aku mencumbumu

persetubuhan kita di bawah mercuri taman kota


celana dalammu yang tersangkut pohon rimbun

waktu angin membadai mengiring kita tersudut di bawahnya

sambil telanjang

kita kemasi tubuh

yang telanjang.

 

DENNY MIZHAR membaca puisinya Kota Dalam Kepalaku di soft launching Warung Kultur (kuliner dan tourism) Kelir di Jl.Panglima Sudirman 92, Rampal Malang, Sabtu 15 Maret 2014.

Nancy, masih perihkan yang kau rasa

Aku hanya pejalan yang lupa membersihkan diri

Dahaga.Sebab air yang kian mahal.Oh, Nancy

 Mari ! Kita lahirkan kembali kota-kota dari kepalaku

Juga rahimmu dengan frekwensi gelombang

Lebih kencang

 

Puisi Kota Dalam Kepalaku terhimpun dalam Sulfatara, Pelangi Sastra Malang dalam Puisi.( cetakan pertama November 2012). Bekerjasama dengan Resist Literacy, Pelangi Sastra Malang membukukan 16 penyair:Afif Afandi, Andi Wirambara, Bahauddin,Denny Mizhar, Felix Nesi, Husen Arifin, Elyda K.Rara, Johan Wahyudi, Kholid Amrullah, Lyla Nur Ratri, Masaly, Muklis Imam Basori, Naila Ali, Noval Jubbek, Royyan Julian, Widiantiwidianti.

Para penyair sebagian besar adalah mahasiswa dan alumnus berbagai perguruan tinggi di Malang: Universitas Merdeka, Universitas Islam Negeri Maliki, Universitas Muhammadiyah, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang. "Kami berharap menorehkan sejumput jejak sastra di Malang khususnya puisi," begitu tulis Denny Mizhar dalam catatan pembuka di Sulfatara.

"Tanpa perjumpaan antar kami komunitas-komunitas sastra di Malang, maka buku puisi ini tak akan lahir. Malang kami jadikan tempat proses berkarya, aktif berkomunitas, mendirikan komunitas meski kami ada yang hanya singgah untuk beberapa waktu ataupun kami yang menetap sebagi warga Malang dan kami yang yang warga asli Malang. Maka kesempatan keberadaan kami di Malang tak kami sia-siakan sebagai penulis untuk berkumpul dan berdiskusi hingga melahirkan buku puisi."

Denny Mizhar, lahir di Lamongan dan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang, bertemu dengan penyair dan pegiat sastra dari berbagai daerah: Pati, Ambon, Nusa Tenggara Timur, Probolinggo, Pulau Sapeken, Blitar, Wonogiri, Nganjuk, Magetan, Bondowoso, Pamekasan. Malang menjadi 'melting pot' untuk mengasah berbagai gagasan. 

Rumah kost/kontrakan, caf, warung kopi, perpustakaan, kampus, art space, lesehan pinggir jalan menjadi tempat pertemuan membahas ide-ide. Warung kopi yang buka 24 jam (atau 23,5 jam), ada fasilitas wifi, ada toilet dan kamar mandi yang bersih, menjadi sasaran rujukan sebuah 'rendevouz' sastra. Begitulah Denny Mizhar memintal kehidupan sastranya di Malang dengan ikhlas. Denny Mizhar tercatat sebagai pendidik di SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang dan SMK Kesehatan Amanah Husada, Batu. Tinggal selangkah menyelesaikan S2-nya di Universitas Muhammadiyah Malang.

Setelah Sulfatara: Pelangi Sastra Malang dalam Puisi, Denny Mizhar menyiapkan 15 judul buku puisi dan cerpen. "Rencananya April atau Mei 2014 akan terbit sebagai salah satu program Pelangi Sastra Malang tahun ini,"terangnya.

Denny Mizhar dan Ragil Supriyatno Samid (Ragil Sukriwul), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, adalah 'konco plek'. Denny diajak Ragil masuk dalam Komunitas Mozaik Malang. Tugasnya di bagian produksi antara lain mencari dana untuk penerbitan buku Pledooi: Pelangi Sastra Malang dalam Cerpen (2009). Buku setebal 126 halaman tersebut memuat karya: Azizah Hefni, A Elwiq Pr, Abdul Mukhid, Yusri Fajar, Lubis Grafura, Aga Herman, Iman Suwongso, Liga Alam M, Yuni Kristyaningsih, Titik Qomariyah, Musyaroh El-Yasin, Wawan Eko Yulianto, Supriyadi Hamzah, Susanty Octavia.

Tahun berikutnya, Ragil mengajaknya membuat agenda sastra "Pelangi Sastra Malang (On Stage) Membaca Wahyu Prasetya" di Kedai Apresiasi Jl.Blitar 14 A Malang. Untuk menyiapkan acara tersebut, Denny Mizhar menelusur karya-karya puisi Wahyu Prasetya yang tercatat sebagai salah satu 'tonggak' penyair di Malang. 

Pak Djoko Saryono memberi saran untuk mencari antologi puisi Di Balik Kaca Mercedes karya Wahyu Prasetya yang menjadi perbincangan ilmiah di Cornell University. Sampai hari ini karya tersebut belum juga ditemukan. Namun demikian, Denny cukup girang setelah mendapatkan foto copy antologi puisi tunggal Wahyu Prasetya,' Sebelum Gelas Pecah' yang diterbitkan Forum Sastra Bandung (1996).

Demikian nukilan yang ditulis Denny Mizhar dalam makalahnya untuk Temu Komunitas Sastra 5 Kota yang digelar Komite Sastra Dewan Kesenian Jombang, 13 Oktober 2012 di Graha Besut Jl.Pattimura Jombang. Sebuah perhelatan yang dihadiri komunitas sastra dari Semarang, Pare, Mojokerto, Jombang dan Malang.

Seusai Pelangi Sastra Malang pertama Juni 2010,Denny Mizhar makin intens dengan pergerakan sastra di Malang. Diskusi intens makin sering diadakan bersama Ratna Satyavati, Noval Jubbek, Nadia Agustina, Syafira Farar, Ragil Sukriwul, Asrina, Mila Irawati,Grace, Arie Triangga Sari, Lyla Nur Ratri, Yesi Devisa, Einid Sandy, Nadia, Nanang Suryadi, Yusri Fajar.

Perjumpaannya dengan Profesor Djoko Saryono dari Universitas Negeri Malang di Warung Sari (WS) Jl.Ambarawa, membuatnya makin tekun perihal dokumentasi dan riset sejarah sastra di Malang. Denny mulai menelisik jejak sastra Malang lewat tulisan lawas Suripan Sadi Hutomo (1994), Kronik Sastra Indonesia di Malang. 

Dalam buku tersebut, Suripan mendokumentasikan buku-buku sastra yang terbit di Malang periode tahun 1950-an hingga 1980-an. Tercatat: Angin Lalu (1955, penerbit Angkatan Seniman Muda Indonesia, Malang), Pagi dan Cuaca yang Ranum (1972, karya Syamsul Arifin), Simalakama (1975 karya Rahadi Purwanto), antologi puisi Mekar (1975), Episode (1976, karya Henricus Supriyanto), kumpulan puisi MataAir (1977, Veven SP Wardhana dan Lila Ratih Komala), kumpulan puisi Kembang Kembar (1989, Himpunan Penulis, Pengarang dan Penyair Nusantara, di Batu), Hom Pim Pah, Fenomena (1983), Mata Kalian (1984) karya Tengsoe Tjahjono, penerbit Temperamen Bengkel Muda Malang, antologi puisi bersama Surat Buat Tuhan (1988, penerbit Dioma, Malang).

Denny mencatat, buku-buku di atas tidak mudah ditemukan sehingga mereka yang bergiat di ranah sastra hari ini di Malang sulit menganalisa jejak puitika sastrawan Malang tahun 1950-an misalnya. Denny menyebut dirinya sebagai 'generasi yang terputus' dari masa lalu di Malang.

Buku-buku sastra lawas diperolehnya lewat perpustakaan pribadi Henricus Supriyanto di Wendit, perpustakaan Rumah Budaya Ratna Indraswari Ibrahim di Jl.Diponegoro, dan beberapa pusat buku loakan di Malang. Beruntung, Lila Ratih Komala yang pernah aktif dan produktif di Malang tahun 1970-an, mendokumentasikan karya-karya nya yang pernah diterbitkan dan dimuat di media cetak dengan rapi.Tinggal fotocopy.

Setelah bahan-bahan kepustakaan sudah cukup lengkap, Denny Mizhar menggelar Pelangi Sastra Malang # 16 "Membaca Sastra Malang" di Universitas Merdeka Malang, 24 Desember 2011. Bekerja sama dengan Komunitas Sastra Titik Universitas Merdeka Malang menghadirkan Prof Djoko Saryono, Kholid Amrulloh dan Aridia Elwiq PR sebagai narasumber. Serampung acara tersebut, Mbak Donik panggilan akrab A Elwiq PR menulis catatan Senja Magenta di Langit Merdeka:

"Memasuki era 1980-an, muncul Majalah Iklim di Malang, diterbitkan oleh komunitas Teater Ideot. Majalah ini menjadi tolok ukur perkembangan sastra di kota Malang yang pertumbuhannya dicermati produser seni dan humaniora Radio Nederland. Sejak 2002 mulai dijajaki dan membuahkan kerjasama dengan radio internasional ini pada 2005. Kerja seni yang dimotori Teater Gagab Malang yang salahsatu dedengkotnya "alumni" Iklim. Bukan tanpa alasan, betul, jatuhnya pilihan untuk merayakan 400 tahun Rembrandt bersama kawan-kawan teater Gagab bermula dari akumulasi kerja seorang Iman Suwongso yang terendus sejak ia menjadi salah satu redaktur di majalah tersebut. Begitulah, sastra di Malang memusar bersama teater Ideot, Gagab, Melarat dan Slendro."

Mendapatkan majalah Iklim sebanyak 4 edisi juga bukan perkara mudah.

Dalam forum tersebut, (masih dalam catatan A Elwiq PR), Profesor Djoko Saryono menyebut nama sastrawan Purnawan Condronegoro, juga kritikus sastra asal Malang yang berpengaruh, yakni Uman Nulus dan Abbas Lutfi.

Sejumlah sastrawan yang sempat singgah di Malang, menjadi bahasan Prof Djoko Saryono: Sapardi Djoko Damono, Satya Graha Urip,Kuntowijoyo, Suripan Sadi Hutomo, Emil Sanossa (kini menetap di Sengkaling), Dukut Imam Widodo, Leonardus Onny Wiranda.

"Toh, Prof Djoko dengan lugas pun menyebut SBY yang pernah mampir ngangsu kawruh di SPG Malang, pernah pada masa sekolah menulis cerpen dalam bahasa Jawa dan menurut Profesor, cukup baik."

Denny Mizhar membuktikan keseriusannya menelaah sejarah sastra di Malang. Denny bersama kawan-kawan Pelangi Sastra Malang menggelar diskusi Membaca Dinamika Kesusastraan di Kota Malang di rumah Tengsoe Tjahjono, Perum Dirgantara, Malang, Sabtu 22 Februari 2014. Yusri Fajar, Prof Djoko Sarjono, Tengsoe Tjahjono menjadi narasumber. Acara ini sekaligus merupakan pamitan Tengsoe Tjahjono menjadi dosen di Hankuk University, Seoul, Korea Selatan.

Kehidupan sastra di Malang tak bisa sepenuhnya dipisahkan dari koran Suara Indonesia yang terbit tahun 1981 hingga 1987 . Suara Indonesia menyediakan halaman sastra tiap minggu. Dari halaman sastra ini terpublikasikan puisi, cerpen, esai dari penulis Malang. Prof Djoko Saryono adalah salah satu penulis esai yang sering dimuat. Dimanakah kita bisa membaca seluruh edisi koran Suara Indonesia?

Denny Mizhar dan Pelangi Sastra Malang makin sering mendapat undangan dan permintaan membuat program sastra, baik di Malang maupun luar kota. Denny Mizhar mendapat undangan sebagai peserta Temu Sastrawan Mitra Praja Utama XIII di Banten, 15-18 Nopember 2013, Pelangi Sastra Malang mendapat undangan dari ASAS Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung di acara diskusi dan Pertemuan Sastrawan Nasional, 25-27 April 2014.

Aktivitas Pelangi Sastra Malang juga tak luput dari kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Abdul Azis Rasjid, esais, pernah menyumbang saran ke Denny Mizhar untuk Pelangi Sastra Malang, "Distribusi wacana dibutuhkan untuk dapat diakses publik sastra. Distribusi terkait wacana sastra, maka ruang-ruang diskusi dibutuhkan untuk melakukan itu. Perlu digali capaian-capaian estetika dari karya-karya sastrawan Malang"

Merespon saran dan masukan Abdul Azis Rasjid, Denny Mizhar membuat web www.pelangisastramalang.org. Denny Mizhar berharap, "Sebagai salah satu portal sastra dan salah satu ruang distribusi wacana di Malang dan media publikasi juga komunikasi kesenian.Selain itu berharap dapat jadi salah satu dokumentasi karya."

Sebuah kado untuk Kota Malang yang berusia Seabad 1 April 2014. Salam sastra.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun