Mohon tunggu...
Avry Parhusip
Avry Parhusip Mohon Tunggu... peminum kopi aktif -

cukup cintamu yang abu - abu. hidupmu jangan :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KepadaMu, Cinta PertamaKu

10 Januari 2019   12:10 Diperbarui: 10 Januari 2019   12:42 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Hai, Cinta pertamaku, apa Kau baik-baik saja? Aku harap begitu. Aku tak berharap Kau ingin tahu bahkan bertanya bagaimana dengan kabarku, namun biar semua terlihat indah, Aku akan berkata bahwa kabarKu juga baik-baik saja. Ternyata, setelah 18 tahun tak bertemu denganMu, Aku dengan yakin bisa menulis bahwa Aku baik-baik saja. Walau sejujurnya Aku tak mengerti, baik-baik saja seperti apa yang dimaksudkan setiap orang ketika saling bertanya kabar masing-masing.

Maaf, mungkin surat kecil ini mengangguMu. Aku sendiri juga tak habis pikir mengapa tiba-tiba Aku menulis surat ini, setelah sekian lama kita tak bertemu. Pertemuan-pertemuan kita dulu pun boleh dibilang tak seperti pertemuan pada umumnya. Aku yang selalu mengagumi punggungMu dan mengajaknya bicara seolah dia bisa mendengar lalu menjawab, dan Kau yang berusaha menjauh setiap bertemu denganKu. Pertemuan macam apa itu? 

Dan, hey, kenapa aku lancang menyebutMu Cinta PertamaKu? Bukankah itu terdengar kurang ajar? Aku bukannya tak ingat namaMu. Bahkan, Aku dapat melafalkan nama lengkapMu hanya dengan sekali ucap, namun ijinkan Aku memanggilMu dengan sebutan Cinta Pertama, karena hal itu yang pertama terlintas ketika Aku teringat pada diriMu. Walau Aku sendiri yakin, jangankan cinta dan ingat namaKu, mungkin wajahKu pun kau sudah tak dapat mengingatnya. Tidak apa-apa.

Baiklah, cukuplah basa-basinya, Cinta Pertamaku. TujuanKu menulis surat ini setelah selama 18 tahun tak bertemu dan bahkan tak memiliki kisah atau hal yang bisa dikenang denganMu sejak kita kenal dan bertemu, adalah untuk berterima kasih. Ya, Aku ingin berterima kasih kepadaMu, Cinta Pertamaku, atas pelajaran paling berharga yang selama 18 tahun berlalu, baru aku sadari itu. Cinta. Ya, kau mengajarkanKu pelajaran perihal tentang cinta.

Mungkin terdengar lucu bagiMu, tak masalah Kau akan tertawa ketika membacanya, karena Aku pun sudah tertawa lebih dulu. Tapi itu benar, Kau yang mengajarkanKu tentang cinta, hal yang boleh jadi adalah ciptaan Tuhan yang paling rumit dan takkan habis ujungnya jika dibicarakan. Namun, apa jadinya hidup tanpa cinta? Bahkan batang mencintai setiap daun keringnya yang gugur, yang selalu jatuh didekat akar pohonnya, hanya angin yang tak membiarkan mereka bersama. Maaf, Cinta Pertamaku, aku sedikit terbawa perasaan. Kita kembali ke tujuan awal aku mengirim surat ini, ya.

Aku ingin berterima kasih kepadaMu, atas memori yang Kau berikan kepadaKu, Cinta pertamaku, yang jujur, Aku takkan pernah bisa melupakannya. Namun aku akan mengenangnya lewat cara yang baik. Lewat caraKu mengenangmu, Cinta pertamaku.

 

                                                                        ...

 

...Kala itu, tak ada yang lebih indah selain memakai seragam putih biru dihari pertama Aku menginjakkan kaki disekolah kita. Tak ada yang lebih bahagia selain melihat senyum kebanggaan orang tuaKu akanKu, anaknya, yang diterima bersekolah di salah satu sekolah ternama di kota kita. SenyumKu terus mengembang, Aku merasa jadi orang yang paling bahagia. Aku tak menginginkan apa-apa lagi. Sekolah kebanggaan, kebahagiaan orang tua, serta teman-teman baru yang menanti. Apa lagi yang tidak disyukuri? 

Sampai Aku bertemu denganmu di depan lorong kelas menuju kelas kita, ya, semesta kadang tak mengijinkan kebahagiaan sempurna bagi seseorang, Kau ditempatkan sekelas bersamaKu. ParasMu yang terlihat lugu dengan celana biru dan seragam putih kita, rambut hitamMu, punggungMu yang kokoh, mataMu yang terlihat terlalu bulat bagiKu, yang tersenyum padaKu. Sungguh, Aku tak ingin menukar hal itu dengan apapun, karena boleh jadi, itu kenangan terindah tentangMu. Kau tersenyum padaKu, orang yang sama sekali tak Kau kenal. Ah, tentu saja kau tersenyum, masalah kita terberat pada masa itu hanya soal uang jajan yang terasa tak pernah cukup. Apa yang salah dengan tersenyum dengan kawan sekelas? Yang kita akan jumpai setiap hari? Yang mungkin menjadi kawan hingga dewasa nanti? Memang tak ada yang salah dengan apa yang Kau lakukan saat itu, Cinta PertamaKu, perasaanKu lah yang salah dan tak hadir pada tempatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun