Mohon tunggu...
Kuntum Basa
Kuntum Basa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca Motif Pernyataan Antazari Azhar

14 Februari 2017   18:02 Diperbarui: 14 Februari 2017   18:09 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) Antasari Anzar  yang usai lepas dari jeruji besi terus mengeluarkan sejumlah pernyataan kontroversial. Pernyataan atau lontaran mantan narapidana ini tentu menimbulkan polemik dan kegaduhan politik. Misal saja, pernyatan soal bahwa ia merupakan korban kriminalisasi langsung memicu kehebohan publik.

Publik tentu bertanya-tanya, mengapa Antazari getol membuat pernyataan yang menyudutkan sebagian kelompok politik seraya mengikrarkan diri bergabung dengan PDI Perjuangan dan saat yang lain menyatakan mendukung pasangan calon Ahok-Djarot dalam Pilkada DKI?.  Apa motif politiknya?

Motif Pernyataan Antazari

Tentu untuk menjawab itu, kita mesti menelusuri motif apa sesungguhnya yang menjadi tujuan lelaki kelahiran Pangkal Pinang tersebut. Apalagi pernyataan-pernyatan tersebut tidak berdiri dalam ruang hampa politik, bahkan bisa disebut sangat kental nuansa politiknya.

Pertama, cari sensasi. Sebagai mantan Ketua KPK, sesungguhnya telah dikenal publik secara luas. Namun pasca dijebloskan dipenjara, nama dan reputasinya sudah pasti hancur lebur. Sebagai mantan narapidana, ia mesti melakukan re-branding menjadi sosok pejuang keadilan yang harapannya bakal menuai simpati publik sekaligus melenyapkan kasusnya dalam memori ingatan publik.

Oleh karena itu, tak mengherankan, setelah bebas mencari sensasi dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan bukan saja untuk kembali mendongkrak namanya, melainkan juga sebagai modus operandi untuk “membersihkan” namanya yang telah tercemar serta sebagai upaya langkah politik mencuri perhatian penguasa.


Kedua, politik balas dendam. Motif politik ini sangat kentara, terutama jika melihat langkah politik yang kemudian bergabung dengan PDIP yang dalam konteks politik belakangan sedang “berseteru hebat” dengan Partai Demokrat, khususnya Ketua Umum Susilo Bambang Yudoyono.

Dengan merapat ke partai penguasa, ia bisa mendapat backup secara politik, sehingga bisa memanfaatkan kekuasaan untuk melakukan “politik balas dendam” di satu pihak, dan di pihak lain digunakan partai penguasa sebagai figur yang menjadi bidak catur dalam skenario permainan politik dinasti ini.

Ketiga, kejar kekuasaan. Motif ketiga sejatinya sudah tercium oleh publik, sebab rumor yang beredar ia akan disorong PDIP menjadi Jaksa Agung. Maka pilihan menyerang lawan politik PDIP adalah langkah taktis yang bakal memberi ganjaran kekuasaaan yang setimpal, seperti Jaksa Agung. Meski masih sekadar rumor, namun dugaan ini boleh jadi menjadi kebenaran pada saatnya nanti.

Oleh sebab itu, kita tentu bisa memahami bahwa pernyataan-pernyataan pria kelahiran 18 Maret 1953 tersebut, bukan hanya berbau sensasional melainkan pula sangat kental bernuansa politik. Dengan bahasa lain, ia seakan haus publikasi dan terus menciptakan panggung untuk mendongkrang karirnya yang ambyar sejak tersangkut skandal, sekaligus untuk bisa merebut lahan kekuasan yang ia kejar.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun