Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menimba Spirit Otonomi Lembata dan ETMC XXXI

31 Oktober 2022   21:41 Diperbarui: 31 Oktober 2022   22:18 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerardus Kuma Apeutung. Dok.pribadi

12 Oktober 1999, Lembata, sebuah kabupaten di propinsi Nusa Tenggara Timur resmi menjadi daerah otonom dan berpisah dari kabupaten induk Flores Timur. Status otonomi Lembata, yang dirayakan ke-23 tahun ini, tidak didapat dengan mudah dan murah. Butuh waktu yang lama dan proses yang panjang untuk mewujudkan impian rakyat Lembata memiliki pemerintahan sendiri. Ya, 58 tahun rakyat Lembata memperjuangkan impiannya.

Sejarah itu dimulai tahun 1954. Hadakewa sebagai tempat awal memahat sejarah dan titik nol perjuangan otonomi Lembata. Di Hadakewa, lewat tokoh-tokoh yang berkumpul, tekad masyarakat Lembata mengkristal dan api perjuangan mulai dinyalakan.

Para tokoh Lembata yang berkumpul saat itu menjadi penyambung lidah rakyat dan corong menyuarakan keinginan rakyat Lembata. Tanpa mengabaikan peran tokoh yang lain, nama-nama seperti Petrus Gute Betekeneng, Mas Abdul Salim Sarabiti, Stanis Lela Tufan, dan S. Ambarak Bajeher sebagai penandatangan Statement 7 Maret 1954 dan Yan Kia Poli sebagai pemegang amanat rakyat Lembata pantas disebut untuk dikenang. Bersama para tokoh yang lain, dengan perannya masing-masing, mereka meletakkan dasar perjuangan otonomi Lembata.

Melihat latar belakang para tokoh ini, mereka datang dari daerah yang berbeda. Juga berasal dari partai atau golongan dan agama yang beragam. Ada yang datang dari Kedang, Ile Ape, Atadei, Nagawutun, Lebatukan. Mereka berasal dari Partai Katolik dan Masyumi. Ada yang beragama Katolik, Islam.

Walau berasal dari latar belakang yang berbeda, para tokoh tersebut datang membawa persatuan. Perbedaan itu dileburkan dalam satu tekad perjuangan menghadirkan pemerintahan sendiri di tanah Lomblen. Tekad itu kemudian dirumuskan dalam "Statement 7 Maret 1954" sebagai prasasti awal perjuangan otonomi Lembata.

Perjuangan otonomi daerah menunjukkan bahwa rakyat Lembata ingin memiliki kewenangan mengatur diri sendiri. Agar pelayanan akan kebutuhan masyarakat semakin didekatkan dan ditingkatkan. Layanan akan pendidikan untuk membawa masyarakat Lembata keluar dari jurang kebodohan. Layanan akan kesehatan untuk membebaskan masyarakat dari derita sakit. Layanan akan ekonomi untuk mengangkat masyarakat Lembata dari lembah kemiskinan.

Realisasi cita-cita luhur otonomi berada di pundak para pemimpin Lembata yang sejak menjadi daerah otonomi dipimpin oleh 3 Bupati dan dua penjabat Bupati. Di awal otonomi, Lembata dipimpin penjabat Bupati Piter B. Keraf. Kemudian dipimpin Bupati Andreas D. Manuk, Yance Sunur, Tomas O. Langoday, dan kini dipimpin penjabat Marius Djawa.

Pertanyaannya, apakah cita-cita otonomi Lembata untuk membuat Lembata lebih baik, maju, lebih sehat dan lebih sejahtera sudah tercapai? "Sudah sejauh mana dampak otonomi bagi masyarakat Lembata?" "Apakah masyarakat Lembata sudah maju, sehat, dan sejahtera setelah 23 tahun otonomi? Walahualam.

El Tari Memorial Cup

Sejak menjadi kabupaten sendiri, Lembata dipercaya menyelenggara beberapa event skala nasional maupun regional. Terkini adalah pertandingan El Tari Memorial Cup XXXI yang dihelat 10 -- 29 September 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun