"Kau mengamati dengan baik, namaku Siddhartha putra Brahmana yang meninggalkan rumah menjadi Samana selama tiga tahun, kini aku telah meninggalkan hutan dan memberitahumu wahai Kamala, engkau yang pertama kali kulihat di kota ini dan tak sedikitpun memalingkan pandangannya saat melihatku. Maka mulai sekarang, aku tidak akan lagi mengalihkan mata ketika bertemu seorang wanita cantik."
"Untuk apa kau kemari?" Sahut Kamala.
"Untuk memberitahumu hal tadi sekaligus berterima kasih karena kau begitu cantik. Dan jika tidak keberatan, aku ingin memintamu menjadi teman dan guruku karena aku tidak tahu apa -apa tentang seni yang kau kuasai." Jawab Siddhartha.
Kamala tertawa lepas. "Kau orang pertama yang datang menemuiku seperti ini. Memang beberapa putra Brahmana pernah datang kepadaku. Tetapi bukan dengan penampilanmu seperti ini. Mereka datang dengan pakaian yang indah, sepatu yang menawan, sekaligus dompet yang tebal. Apa yang kau punya?" Tanya Kamala.
"Mengenai itu aku perlahan merapikan diriku, meninggalkan kehidupanku yang dulu untukmu. Mengenai yang kau sebutkan tadi, itu perkara mudah. Ketahuilah wahai Kamala, aku pernah melakukan tugas yang lebih sulit daripada itu." Jawab Siddhartha.
"Kau bisa apa?" Celetuk Kamala.
"Aku bisa berpikir, aku bisa menunggu, aku bisa berpuasa. Kurasa cukup dengan itu aku menjadi muridmu dan belajar darimu tentang kesenangan cinta."
"Cinta bisa diperoleh dengan mengemis, membeli, menerimanya sebagai hadiah, menemukannya di jalan, tetapi tak bisa dicuri. (Kamala - hal. 66-67)
"Ketahuilah putra Brahmana, tidak mungkin semua hal yang kusebutkan tadi kau dapatkan dengan berpikir, menunggu, dan berpuasa. Bekerjalah." Kamala menjelaskan.
Siddharta berlalu, dengan segera ia mendatangi toko yang entah akan menerimanya bekerja atau tidak. Ia bertemu dengan pemilik toko, "Apa keahlianmu?" , tanya pemilik toko.
"Saya bisa berpikir, menunggu, dan berpuasa," jawab Siddhartha.
"Cuma itu?"